JAKARTA, KOMPAS – Melonjaknya harga telur ayam ras membuat omzet penjualan pedagang menurun. Naiknya harga telur juga membuat pedagang makanan berbahan baku telur kesulitan. Mereka tak bisa serta merta menaikkan harga makanannya mengingat daya beli masyarakat masih rendah.
Harga telur ayam di Pasar Palmerah, Jakarta Pusat pada Rabu (1/7/2018) Rp 30.000 per kilogram. Harga tersebut jauh di atas harga pada saat normal yaitu Rp 22.000 sampai Rp 24.000 per kilogram.
“Dari minggu lalu harga telur ayam sangat tinggi. Pembeli juga jadi berkurang. Bisanya saya menjual dua kotak (satu kotak/peti = 14–15 kilogram) dalam sehari, tetapi semenjak harganya melonjak, paling banyak hanya satu setengah kotak,” kata Eni Winarsih (41), pedagang di Pasar Palmerah. Eni berdagang mulai dari pukul 5.00 sampai 12.30 WIB.
Kenaikan harga telur ras juga terjadi di Pasar Induk Kramat Jati, Jakarta Timur. Harga telur di toko milik Ate Jadi (25) Rp 29.000 per kilogram. Ate menaikkan harga sesuai dengan kenaikan harga dari pemasoknya di Kampung Gedong, Jakarta Timur.
Penjualan Ate turun 50 persen semenjak harga telur melunjak. Ia biasanya mampu menjual dua peti telur dalam sehari, tetapi sekarang ia hanya bisa menjual satu peti sehari.
Pada web Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (http://infopangan.jakarta.go.id) hari ini, harga terendah telur ayam ada di Pasar Pondok Labu, Jakarta Selatan, yaitu Rp 22.000 per kilogram. Tetapi, saat dicek di lokasi, harga yang ditawarkan penjual telur ternyata Rp 30.000 per kilogram.
“Harga telur mulai naik setelah lebaran, tapi melonjaknya sejak minggu lalu,” kata Ratih yang telah berdagang di Pasar Pondok Labu sejak tahun 1980-an.
Akibat kenaikan ini, banyak warga yang batal membeli telur setelah mengetahui harganya. Sri Aken (50) misalnya. Ia berencana membuat kue untuk anaknya yang sudah masuk sekolah. Setelah mengetahui harga telur sangat tinggi, ia segera meninggalkan toko Ratih tanpa membeli.
“Harganya terlalu tinggi, tunggu turun saja dulu baru bikin kue lagi buat anak. Tapi kalau anak saya tetap mau, yah terpaksa beli kue jadi saja,” kata Sri.
Telur ayam ras banyak digunakan pedagang makanan sebagai bahan. Salah satunya pedagang jajanan telur gulung. Syarif Hidayat (26) yang telah berdagang telur gulung sejak delapan tahun lalu, kaget dengan kenaikan telur kali ini.
Pada Senin (9/7/2018), ia membeli telur satu peti dengan harga Rp 420.000, padahal harga biasa hanya Rp 290.000 sampai Rp 300.000 per peti.
“Parah banget naiknya. Tapi saya tidak berani menaikkan harga telur gulung, nanti pembeli tambah sepi. Kita lihat saja sampai kapan saya bisa berjualan,” kata pedagang yang berasal dari Cianjur, Jawa Barat ini.
Hal yang sama juga dilakukan Yudha Krisnovan (25), pedagang soto ayam di Jalan RS Fatmawati, Jakarta Selatan. Ia tak menaikkan harga sotonya demi menjaga pembeli tetap ramai. Dalam sehari, Yudha menggunakan sedikitnya dua kilogram telur. (E12)
Editor:
Bagikan
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
Tlp.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.