Arus Barang Tak Efisien
Terhambatnya arus barang masuk dan keluar Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, berdampak luas. Pengusaha truk dan sopir jadi pihak yang paling merasakan masalah ini.
JAKARTA, KOMPAS - Kepadatan arus lalu lintas dari dan ke kawasan pelabuhan di Jakarta Utara menimbulkan inefisiensi angkutan barang. Biaya angkutan menjadi lebih mahal dengan waktu tempuh yang semakin lama. Dalam skala lebih luas, persoalan ini dapat melemahkan daya saing ekonomi Indonesia.
Pengamat transportasi maritim dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Surabaya, Saut Gurning, menilai, entitas yang paling terdampak adalah pemilik truk dan sopir truk. Mereka harus menanggung penambahan biaya bahan bakar, logistik sopir, dan berkurangnya potensi pengangkutan barang. ”Dalam survei pada 25-26 Mei (2018), waktu antrean truk berada dalam rentang 5-10 jam,” kata Saut, Kamis (12/7/2018).
Dampak berikutnya adalah penambahan durasi waktu yang dibutuhkan dari awal-akhir angkutan logistik menjadi 1-2 hari. Begitu juga biaya logistik yang bertambah 30-40 persen. Menurut Saut, kemacetan di akses pelabuhan di Jakarta Utara kerap terjadi sejak Januari lalu.
Ketua Dewan Pimpinan Unit Angkutan Khusus Pelabuhan Organda DKI Jakarta Hally Hanafiah sebelumnya menyampaikan, kunci pengusaha truk adalah jumlah perjalanan. Lima tahun lalu, satu truk bisa menempuh 20-24 perjalanan per bulan. Saat ini, satu truk hanya bisa melakukan 15-17 perjalanan per bulan (Kompas, 17/5).
Wakil Ketua V Bidang Humas, Riset, dan Teknologi Dewan Pimpinan Daerah Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo) Provinsi DKI Jakarta Jimmy B Ruslim menambahkan, kemacetan akses pelabuhan berpotensi mengganggu ekspor-impor sehingga perusahaan di negara lain bisa jadi korban.
Peti kemas barang ekspor terancam tidak terangkut kapal karena kapal sudah mesti berangkat tepat waktu, sedangkan truk masih terjebak macet. ”Jika demikian, harus menunggu kapal minggu depan. Konsumen bisa protes ke kami karena gagal kirim,” ujar Jimmy.
Ia menyebutkan, faktor pemicu kemacetan di akses pelabuhan adalah tersendatnya arus lalu lintas truk peti kemas yang masuk Pelabuhan New Priok Container Terminal One (NPCT1) di Kalibaru, Jakarta Utara, karena proses sistem pelayanan di NPCT1 terlampau lama, mahalnya tarif tol truk kontainer sehingga sopir truk memilih masuk jalan non-tol. Kemudian, banyaknya truk kontainer yang parkir di bahu jalan karena luas depo-depo kontainer kurang memadai, dan adanya penumpukan, sementara peti kemas dekat NPCT1.
Solusi
Saut mengatakan, solusi jangka panjang kemacetan itu adalah penataan gerbang masuk dan keluar dari pelabuhan-pelabuhan di area itu. Idealnya, jarak antara gerbang dan jalan utama minimal 200 meter. Menurut Saut, biaya tol juga mesti turun untuk melancarkan arus lalu lintas di sana.
Ia menyebut, jalan layang Terminal Teluk Lamong di Surabaya, Jawa Timur, bisa menjadi acuan. Jalan layang dengan nilai investasi sekitar Rp 1 triliun tersebut akan digratiskan bagi pengguna jasa terminal.
PT Pelabuhan Indonesia II Cabang Pelabuhan Tanjung Priok saat ini sedang mencoba sistem pembayaran elektronik biaya masuk bagi kendaraan untuk mengurangi antrean kendaraan ke Pelabuhan Tanjung Priok. Percobaan ini ditargetkan selesai dalam dua minggu sehingga transaksi elektronik dapat berlaku di gerbang masuk, mirip di gerbang tol.
Pelindo II terus menyosialisasikan kepada pengguna kendaraan untuk memiliki kartu uang elektronik, terutama yang disediakan Bank Mandiri. Dengan demikian, proses transaksi di gerbang masuk bisa lebih singkat.
Pelindo II juga sedang menyiapkan area parkir sementara seluas 2 hektar di Jalan RE Martadinata untuk truk-truk penarik peti kemas yang menunggu giliran pelayanan bongkar-muat peti kemas. Dengan demikian, truk-truk tidak antre di badan jalan utama.
Sementara itu, Pelaksana Tugas Kepala Otoritas Pelabuhan Utama Tanjung Priok Lollan Panjaitan mengatakan telah melakukan sejumlah langkah guna mendukung mobilisasi dan kelancaran logistik untuk mengurangi kepadatan di Pelabuhan Tanjung Priok.
”Kami menata pembatas dan akses di beberapa titik jalan, melakukan pengalihan kapal ke terminal lain, serta membangun lahan penampungan truk seluas 1 hektar dengan kapasitas 120 truk peti kemas ukuran 40 kaki. Pelindo juga mengharapkan adanya percepatan integrasi Tol Jakarta Outer Ring Road (JORR) yang disiapkan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Integrasi ini diyakini dapat mempercepat arus logistik barang dari dan ke Pelabuhan Tanjung Priok.
Di mata pengusaha truk, solusi untuk mengurai kepadatan arus lalu lintas di sekitar Tanjung Priok perlu diwujudkan segera. Wakil Ketua Umum Aptrindo Kyatmaja Lookman berpendapat, integrasi jalur ke pelabuhan dengan Tol JORR memainkan peran penting, terutama dalam hal tarif. Integrasi tarif dari Tol JORR ke pelabuhan menyederhanakan sistem pembayaran yang berkali-kali menjadi satu kali saja.
Sayangnya, integrasi seperti ini belum terwujud. Padahal, pelaku usaha logistik sangat mengharapkan langkah ini bisa dijalankan secepatnya. ”Namun, sampai sekarang belum terwujud,” kata Kyatmaja Lookman.
(JOG/ARN/NDY)