Rohim bin Sarman (49) menenteng magnet yang diikat kawat dan dikaitkan pada seutas tali. Ia menyusuri ruas Jalan Gatot Subroto, Jakarta Selatan, menuju ke arah Semanggi. Matanya awas melihat situasi jalan, secara perlahan Ia mengayunkan magnet seperti orang sedang mengail.
Di tengah ramainya arus lalu lintas, Senin (30/7/2018) pagi, Rohim mengail puluhan, bahkan ratusan ranjau paku dan potongan jari-jari payung yang bertebaran di sepanjang jalan itu. Rutinitas ini telah dilakoninya delapan tahun terakhir secara sukarela. Sembari mengail, Rohim juga memberi tanda kepada pengguna kendaraan bahwa ada ranjau paku yang bertebaran.
Rohim mengisahkan, awalnya dia mengalami peristiwa ban mobil gembos di kawasan Green Garden menuju ke Cengkareng, Jakarta Barat. Saat itu, dia menganggap kejadian tersebut hal yang lumrah. Lama-kelamaan, seiring seringnya kejadian ban gembos berulang, Rohim penasaran lalu mencari tahu penyebabnya.
”Saya, kan, sopir, waktu tahun 2010 sering tuh (ban gembos) setelah nganter bos. Saya masih awam, belum tahu kalau banyak ranjau paku di jalanan,” ujar Rohim, Senin.
Selama seminggu, sepulang kerja, Rohim menyusuri jalan untuk memungut paku-paku yang bertebaran di Jalan Daan Mogot, Taman Kota, Jakarta Barat. Bermodalkan tangan, dia mampu mengumpulkan paku sebanyak sebotol minuman kemasan. Saat itu, ia belum terpikirkan untuk menggunakan magnet.
Seiring berjalannya waktu, Rohim menggunakan magnet untuk efisiensi kerja mengail ranjau paku. Selama setahun, saban hari, setiap pagi mulai pukul 06.30-09.00 dan sepulang kerja pukul 20.00-23.00, Rohim seorang diri melakukan rutinitas mengail ranjau paku. ”Tahun 2010-2011, saya kerja sendirian. Belum kepikiran untuk membuat komunitas sapu bersih (saber) ranjau paku,” ujar Rohim.
Pada tahun 2011, bersama empat sukarelawan yang bergabung, lahirlah Komunitas Saber. Saat ini ada 35 sukarelawan yang tersebar di Jakarta Pusat, Jakarta Barat, dan Bekasi. Mereka terdiri dari berbagai profesi, yakni sopir, kurir, ojek, dan karyawan.
Selama 2012-2016, komunitas ini mampu mengail 3-7 kilogram ranjau paku per harinya dari berbagai lokasi. Saat ini, per harinya mereka mengail seperempat sampai setengah kilogram ranjau paku. Lokasi kerja mereka antara lain di Grogol, Permata Hijau, Pancoran, dan Cideng.
Hasil mengail ini dikumpulkan lalu dijual untuk biaya operasional. Biaya ini meliputi ongkos bahan bakar, makan, dan penggantian magnet untuk mengail ranjau paku. Selain itu, mereka juga melengkapi diri dengan rompi hijau, seperti polisi lalu lintas, handy talkie untuk berkomunikasi, dan lampu penerangan untuk keselamatan kerja di malam hari.
”Kami memanfaatkan ini (ranjau paku) untuk kepentingan bersama. Keselamatan kerja tetap jadi prioritas,” kata Rohim.
Suka-duka
Rohim mengatakan, ranjau paku dari potongan jari-jari payung sangat berbahaya. Ranjau ini dapat merobek ban dalam bahkan ban tubeless yang dirancang tanpa ban dalam dapat gembos jika terkena. Oleh karena itu, ia bersama rekan-rekan di komunitas bersemangat untuk terus mengail ranjau paku.
Meski demikian, ada risiko yang harus diwaspadai ketika mengail ranjau paku. Lalu lintas yang padat dapat menyebabkan tertabrak, khususnya ketika melakukan pembersihan di lajur tengah. Belum lagi intimidasi dari oknum-oknum yang merasa dirugikan oleh aktivitas mengail ranjau paku.
”Senang rasanya dapat membantu masyarakat di jalanan. Apalagi mendapat tanggapan positif dari pengguna jalan meski tidak sedikit risiko yang harus dihadapi,” ujar Rohim.
Di era perkembangan teknologi saat ini, komunitas Saber memanfaatkan sosial media, seperti Twitter dan Instagram, untuk menginformasikan tentang aktivitas mereka kepada masyarakat. Hal ini dilakukan agar pengendara selalu waspada dan dapat terhindar dari ranjau paku.
”Penting untuk masyarakat tahu kalau ranjau paku ada di jalanan dan disebar oknum-oknum nakal,” ujar Rohim. (FRANSISKUS WISNU WARDHANA DANY)