Profesionalitas dan Netralitas ASN di Bekasi Dipertanyakan
Oleh
Kurnia Yunita Rahayu
·4 menit baca
BEKASI, KOMPAS — Netralitas dan profesionalitas aparatur sipil negara di Kota Bekasi, Jawa Barat, dipertanyakan. Semua kelurahan dan kecamatan menghentikan pelayanaan kepada masyarakat secara serempak pada Jumat(27/7/2018). Ombudsman RI akan meminta keterangan dari Penjabat Wali Kota Bekasi dan Sekretaris Daerah pada Selasa (31/7/2018).
Kepala Perwakilan Ombudsman RI Jakarta Raya Teguh Nugroho saat dihubungi dari Bekasi, Senin (30/7/2018), mengatakan, pertemuan dengan Penjabat Wali Kota Bekasi Ruddy Gandakusumah dan Sekretaris Daerah Rayendra Sukarmadji dilakukan untuk menindaklanjuti pemogokan pelayanan terhadap masyarakat. Sebanyak 56 kelurahan dan 12 kecamatan di Kota Bekasi tidak melayani masyarakat pada Jumat lalu.
Teguh mengatakan, pertemuan dilakukan untuk memastikan bahwa pelayanan terhadap masyarakat tidak boleh terganggu karena situasi politik. Selain itu, pihaknya juga akan menyelidiki pemogokan pelayanan tersebut berdasarkan perintah pejabat atau inisiatif para lurah dan camat.
”Dari hasil pertemuan tersebut, kami akan menentukan, jika pemogokan didasarkan pada kebijakan pemerintah setempat, maka hal tersebut merupakan pelanggaran sistematis,” ujar Teguh. Hasil penyelidikan tersebut juga menentukan jenis maladministrasi dan tindakan korektif yang perlu dilakukan.
Lurah Margahayu Andi Widyo Suyono membenarkan bahwa kelurahannya tidak melayani warga selama sehari penuh. Kantor kelurahan tidak tutup, berkas pelayanan yang diajukan warga tetap diterima. ”Namun, semua berkas baru kami urus pada Senin,” ujar Andi.
Ia mengatakan, selama itu, terdapat dua petugas yang menerima pengajuan masyarakat. Sementara itu, seluruh staf dan dirinya pergi merayakan kepindahan beberapa staf ke satuan kerja perangkat daerah (SKPD) lain.
Sekretaris Kelurahan Marga Jaya Bima Dana Praja mengatakan, kantornya juga tidak melayani warga selama sehari. Di kantor kelurahan, dipasang pengumuman tertulis bahwa pelayanan ditutup. Pengumuman itu disertai dengan nomor telepon yang bisa dihubungi warga jika membutuhkan pelayanan.
Baik Andi maupun Bima mengatakan, aksi tersebut merupakan protes kepada penjabat wali kota karena tidak pernah membuat rapat koordinasi dengan para lurah dan camat. ”Dengan pemerintah sebelumnya, kami selalu melaksanakan rapat koordinasi setidaknya sebulan sekali. Jika tidak ada rapat, kami merasa tidak ada arahan dan tidak diayomi,” ujar Andi.
Bima mengaku sadar, penghentian layanan merugikan masyarakat. Di wilayahnya yang terdiri dari enam rukun warga, dalam sehari setidaknya ada lima pengajuan layanan. Meski demikian, ia siap menanggung risiko hukum. ”Saya siap, insya Allah,” kata Bima.
Kepala Bagian Humas Pemerintah Kota Bekasi Sayekti Rubiyah mengatakan, berdasarkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, tim investigasi Inspektorat Kota Bekasi bekerja mulai hari ini. Mereka melaksanakan fungsi Aparat Pengawas Internal Pemerintah untuk menginvestigasi pemogokan tersebut.
Netralitas
Ruddy Gandakusumah mengatakan, sejak dilantik menjadi penjabat sementara dan penjabat wali kota, ia telah melaksanakan dua kali koordinasi. Namun, setelah koordinasi terakhir, permasalahan mulai muncul. Ia menerima tangkapan layar (screenshot) dari grup pesan daring yang menunjukkan bahwa Sekretaris Daerah Rayendra Sukarmadji mengajak para kepala SKPD untuk tidak mengikuti perintah penjabat wali kota.
Rayendra pun terlibat kasus netralitas ASN karena saat menjelang Pilkada 2018, ia terbukti memihak dan mengajak seluruh ASN di Pemkot Bekasi untuk memilih salah satu pasangan calon wali kota. Dari kasus tersebut, Komisi ASN (KASN) telah mengirimkan rekomendasi hukuman untuk Rayendra ke Kementerian Dalam Negeri.
”Saat ini, rekomendasi tersebut sudah diproses oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat, saya sedang menunggu keputusan hukuman yang akan diberikan kepada Sekda,” kata Ruddy.
Menurut Ruddy, rapat dengan para lurah dan camat tidak berlangsung karena koordinasinya dengan Sekda juga terhambat. ”Saya tidak bisa mengadakan rapat koordinasi ketika Sekda tidak mengoordinasikannya dengan kepala SKPD, lurah, dan camat,” kata Ruddy.
Selama menjabat sebagai penjabat wali kota, Ruddy juga dua kali diminta turun oleh masyarakat melalui demonstrasi.
Laporan ke polisi
Ruddy menduga, ajakan Sekda kepada para ASN berpengaruh pada kerja pelayanan masyarakat. Oleh karena itu, ia pun melaporkan tangkapan layar ajakan untuk tidak mematuhinya ke Badan Reserse Kriminal Polri. ”Laporan saya buat bukan atas nama pribadi, melainkan sebagai penjabat wali kota,” kata Ruddy.
Kuasa hukum Penjabat Wali Kota Bekasi E Rohendi mengatakan, laporan tersebut bernomor LP/B/927/VII/2018/Bareskrim tanggal 30 Juli 2018. Ruddy melaporkan Rayendra atas tuduhan pencemaran nama baik dan penyebaran ujaran kebencian.
Rayendra dituduh melanggar Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Selain itu, Rayendra juga dituduh melanggar Pasal 27 Ayat (3), 160, 310, dan 311, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.