BEKASI, KOMPAS - Pelayanan publik terhadap warga Kota Bekasi, Jawa Barat terganggu sejak akhir pekan lalu. Layanan di semua kantor camat dan kantor lurah tertutup untuk warga. Meski sudah kembali beroperasi Selasa (31/7/2018) kemarin, layanan belum bisa lancar seperti sedia kala.
Tim Ombudsman Republik Indonesia (ORI) turun ke Kota Bekasi beberapa hari terakhir untuk menggali akar persoalan yang terjadi. Kepala Perwakilan ORI Jakarta Raya Teguh Nugroho penghentian layanan di 56 kelurahan dan 12 kecamatan akhir pekan lalu telah merugikan warga. Pengurusan dokumen yang dibutuhkan warga tidak dapat berjalan selama penutupan layanan berlangsung.
"Selanjutnya ORI menyelidiki untuk mencari tahu motif penghentian layanan. Aktor intelektual di balik persoalan ini harus mendapatkan sanksi setimpal," kata Teguh Nugroho, di Bekasi, Selasa (31/7/2018).
Karena terhenti sejak Jumat (27/7) lalu, layanan pada hari Selasa kemarin menjadi menumpuk. Pengurusan sejumlah dokumen yang seharusnya bisa dilakukan cepat, menjadi lebih lama.
Temuan tim ORI, kata Teguh, persoalan ini diduga berakar pada konflik elit di Kota Bekasi. Terkait persoalan ini, ORI membentuk tiga tim memeriksa penyebab penghentian layanan itu. “Berdasarkan keterangan penjabat wali kota, tidak ada instruksi dari Pemerintah Kota untuk menutup layanan,” kata Teguh.
Asisten Komisioner Komisi ASN Bidang Monitoring dan Evaluasi Irwansyah mengatakan jika ada kesengajaan meninggalkan tugas, KASN bisa berikan rekomendasi wali kota untuk memberikan sanksi ASN yang mogok kerja sesuai aturan kepegawaian.
Politis
Lurah Margahayu Andi Widyo Suyono mengatakan, penghentian layanan itu merupakan bentuk protes kepada penjabat wali kota yang tidak pernah menggelar rapat koordinasi dengan camat dan lurah. Tanpa koordinasi, mereka merasa bekerja tanpa arahan.
Ketua Program Studi Ilmu Administrasi Negara Universitas Islam 45 Bekasi Adi Susila berpendapat tindakan ASN di Kota Bekasi bersifat politis. Sebab, penghentian layanan dilakukan secara serempak. Sebagai pekerja profesional, seharusnya ASN tidak boleh berpolitik.
Secara terpisah, Penjabat Wali Kota Ruddy Gandakusumah menampik tudingan bahwa dia tidak pernah melakukan koordinasi dengan lurah dan camat. “Sejak dilantik menjadi penjabat sementara dan penjabat wali kota, saya sudah dua kali melaksanakan rapat koordinasi,” kata Ruddy.
Ruddy merasa ada masalah koordinasi setelah dia menerima informasi ajakan dari pejabat Kota Bekasi agar para kepala satuan kerja perangkat dinas tidak mengikuti perintahnya. “Sejak saat itu, tidak ada pertemuan dengan SKPD,” kata Ruddy.
Setelah itu, sebagian warga Bekasi demonstrasi meminta Ruddy mundur dari jabatannya juga terjadi. Salah satunya dari forum tokoh agama yang menganggap Ruddy tidak mengindahkan undangan untuk menghadiri acara mereka. Sementara pada hari yang sama, dia menghadiri undangan Presiden di Istana Bogor, Jawa Barat.
Saling lapor
Terkait persoalan ini, Ruddy melaporkan Sekretaris Daerah Rayendra Sukarmadji ke Badan Reserse Kriminal Polri. Ruddy menuduh Rayendra telah melakukan pencemaran nama baik, penghasutan, dan penyebaran ujaran kebencian kepadanya.
Sementara itu, Kepala Bagian Humas Pemkot Bekasi Sayekti Rubiah melaporkan kondisi terakhir di Kota Bekasi kepada Penjabat Gubernur Jawa Barat M Iriawan. Laporan itu berisi, penjabat wali kota dianggap tidak bisa menciptakan lingkungan birokrasi yang kondusif dan ketentraman di masyarakat.
“Laporan tersebut Pemkot Bekasi itu ditandatangani Sekretaris Daerah Rayendra Sukarmadji,” kata Sayekti dalam konferensi pers di kantor Humas. Pada kesempatan itu, hadir sejumlah kepala dinas untuk menyatakan dukungan dan solidaritas atas isi laporan.
Pada saat yang sama, Rayendra tidak bisa dihubungi dan ditemui. Statusnya sebagai ASN pun akan berakhir pada Rabu (1/8/2018), karena sudah memasuki usia pensiun. Menurut petugas administrasi di depan ruang kerjanya, Rayendra sedang ke luar kota.
Mengambil keuntungan
Meski layanan warga tutup, sebagian aparatur sipil negara (ASN) justru menawarkan pungutan ke warga. "Ada ASN yang justru menawarkan warga agar membayar Rp 500.000 jika ingin dilayani. ASN itu juga bersedia memberikan nomor kontak yang bisa dihubungi,” kata Kepala Perwakilan ORI Jakarta Raya Teguh Nugroho.
Menurut Teguh, praktik tersebut sungguh sangat disayangkan. Sebab sebagian besar warga Kota Bekasi sedang kebingungan mencari layanan.
Sukarna, warga Kecamatan Bekasi Barat, kecewa saat datang ke kantor kecamatan namun tidak bisa mengurus balik nama surat tanahnya. Ia sudah beberapa kali datang ke kantor kecamatan karena berkas-berkas yang dibawa kerap tidak lengkap. Namun, ketika sudah melengkapi dokumen yang dibutuhkan petugas, layanan di kantor kecamatan justru tutup.
“Saya tidak tahu apa alasannya kantor kecamatan tutup di hari kerja,” kata Sukarna.