Ancaman Narkoba terhadap Anak Indonesia Mengkhawatirkan
Oleh
Khaerudin
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Ancaman narkoba terhadap generasi penerus bangsa berada pada tahap yang mengkhawatirkan. Hal ini karena penggunaan dan peredaran narkoba melibatkan banyak anak-anak Indonesia.
Sesuai data Komisi perlindungan Anak Indonesia (KPAI), dari 87 juta populasi anak di Indonesia (maksimal 18 tahun), 5,9 juta adalah pengguna narkoba. Artinya, 7 persen anak Indonesia saat ini menjadi pencandu narkoba.
Data KPAI menyebutkan, dari 2.018 kasus yang ditangani terkait masalah kesehatan dan napza, terdapat 15,69 persen anak yang merupakan pencandu narkoba. Adapun anak yang terlibat kasus pengedaran narkoba sebesar 8,1 persen.
”Dua puluh tahun lalu Indonesia hanya sebagai negara tempat transit narkoba yang dikirim antarnegara. Saat ini, Indonesia menjadi pasar terbesar peredaran narkoba di Asia dan menyusup hingga ke anak-anak,” kata Mayjen (Pol) I Gusti Made Putera Astaman, Ketua Umum Badan Kerja Sama Sosial Usaha Pembinaan Warga Tama (Bersama), saat menyampaikan sambutannya pada peringatan HUT Ke-40 Bersama, Sabtu (4/8/2018) di Jakarta Selatan.
Data Badan Narkotika Nasional (BNN) menyebutkan, penyalahgunaan narkoba di Indonesia terus meningkat dan saat ini diperkirakan mencapai 2,2 juta jiwa.
Deputi Pencegahan BNN Ali Johardi mengatakan, untuk mengatasi peredaran narkoba yang mengancam anak-anak, pihaknya mengutamakan pembinaan kepada keluarga dan lembaga pendidikan.
”Orangtua kita berikan pemahaman tentang bahaya narkoba pada anak-anak sehingga anak-anak harus diawasi dan dijaga agar jangan sampai terjerumus dalam penyalahgunaan obat terlarang tersebut. Selain itu, anak-anak juga diedukasi untuk tidak mudah menerima pemberian dari orang yang tidak dikenal,” tuturnya.
Secara umum, kata Ali, untuk menekan tingginya kasus penyalahgunaan narkoba di Indonesia, BNN melakukan tindakan pencegahan, rehabilitasi, dan penindakan. Pencegahan dilakukan melalui sosialisasi pada empat segmen, yaitu komunitas sosial, dunia kerja, lembaga pendidikan, dan keluarga.
”Kita punya relawan di seluruh Indonesia yang setiap saat memberikan pendidikan kepada masyarakat umum tentang bahaya narkoba,” ucapnya.
Upaya rehabilitasi, lanjut Ali, diberikan kepada korban yang terjerumus dalam penggunaan narkoba dan secara sadar ingin sembuh dan berhenti. Adapun upaya penindakan dilakukan dengan memutus rantai pengedaran narkoba di Indonesia.
Putera mengatakan, upaya pemberantasan dan pencegahan yang dilakukan aparat dengan sistem drug demand reduction belum berhasil menekan peredaran dan penyalahgunaan narkoba. Padahal, bangsa Indonesia telah menghabiskan triliunan rupiah untuk upaya penindakan, pencegahan, dan rehabilitasi sosial setiap tahun.
Oleh karena itu, lanjut Putera, Bersama mengimbau kepada pemerintah untuk menggelar gerakan nasional melawan narkoba dengan melibatkan peran serta masyarakat sebagaimana amanat Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
”Melalui forum ini, kami serukan kepada seluruh masyarakat terutama anak-anak bangsa yang bergabung dalam gerakan pramuka, mahasiswa, pelajar, dan pemuda untuk terlibat dalam gerakan perang melawan narkoba,” ujarnya.
Incaran
Wakil Presiden Republik Indonesia periode 1993-1998 Try Sutrisno mengimbau seluruh anak bangsa siap dan waspada terhadap segala ancaman yang mengancam keberlangsungan bangsa Indonesia.
”Apa pun yang menjadi ancaman, harus disikapi dengan sikap perjuangan. Narkoba merupakan international crime yang memiliki jaringan kuat dan bisa saja dimanfaatkan pihak tertentu untuk menghancurkan suatu bangsa,” katanya.
Di satu sisi, lanjut Sutrisno, kekayaan sumber daya alam yang dimiliki Indonesia menjadi daya tarik bagi pihak lain untuk menguasai sumber daya tersebut. Salah satu taktik yang digunakan untuk menghancurkan bangsa Indonesia adalah melalui narkoba.
”Banyak strategi politik yang digunakan untuk menghancurkan suatu bangsa. Bangsa Indonesia diincar karena kita bangsa yang kaya. Jadi, tetap siap dan waspada,” lanjutnya. (STEFANUS ATO)