Wisata dengan Jalan Kaki, Asyik Juga
Menikmati perjalanan biasa dengan cara berbeda akan terasa istimewa. Ternyata banyak cerita menarik di tempat yang sering terlewati dalam keseharian. Cerita-cerita inilah yang semakin menghidupkan sebuah tempat yang Anda kunjungi. Petualangan menjadi lengkap jika Anda melakoninya dengan mencicipi kuliner legendaris di rute blusukan. Hati-hati, Anda bisa ketagihan.
Melancong bukan lagi soal tempat, melainkan tentang cerita yang mengesankan. Anda bisa menemukan petualangan baru dengan jalan kaki dan menguak cerita yang tersembunyi di sepanjang rute perjalanan. Barangkali banyak cerita yang belum Anda ketahui, justru di tempat yang sering Anda lewati.
Blusukan dengan cara ini menjadikan tempat-tempat itu semakin bermakna. Petualangan ini yang kami dapatkan saat blusukan ke kawasan Menteng, Jakarta Pusat, yang sering dikenal sebagai kawasan elite. Ternyata ada banyak kisah jika menelusuri kawasan ini dengan jalan kaki.
Salah satu yang kami temukan di Menteng adalah Bakso Cendana yang berada di Jalan Cendana, Kelurahan Gondangdia, Kecamatan Menteng, Jakarta Pusat. Kami menikmati bakso yang menjadi langganan keluarga presiden ke-2 RI, Soeharto, ini Jumat (10/8/2018) siang dalam paket Wisata Kreatif Jakarta.
Andi (67), pemilik warung yang berjualan sejak 1968 itu, ikut menjadi saksi ketika jalan itu begitu disegani selama Soeharto berkuasa. Sampai sekarang, keluarga Pak Harto masih suka membeli baksonya dengan harga Rp 20.000 per porsi. Bakso ini tersedia di gerobak kayu, terlindung bangunan semipermanen tanpa dinding.
Dari museum
Sebelum bertemu Bakso Cendana, kami memulai perjalanan dari Museum Perumusan Naskah Proklamasi di Jalan Imam Bonjol, Menteng.
Supri, pemandu kami, menjelaskan, naskah Proklamasi Kemerdekaan RI di tempat itu dirumuskan pada 16 Agustus malam-17 Agustus 1945 dini hari.
Menurut Supri (25), rumah itu aslinya merupakan tempat peristirahatan orang Belanda. Waktu Kota Tua menjadi pusat Kota Batavia, Menteng merupakan wilayah pinggiran. Museum ini memiliki bungker buatan Belanda yang dipakai untuk tempat penyelamatan diri jika terjadi kekacauan. Pengunjung museum masih bisa masuk ke dalam bungker yang konon terhubung dengan bangunan sebelahnya, Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB) Paulus.
Seusai menelusuri Museum Perumusan Naskah Proklamasi, Supri mengajak kami menyeberang jalan menuju Sekolah Dasar Negeri Menteng 01 di Jalan Besuki, Menteng. Sekolah ini pernah menjadi tempat belajar presiden ke-44 Amerika Serikat, Barack Obama, tahun 1969-1971. Kondisi sekolah itu tampak terawat baik sampai sekarang.
Kami melanjutkan perjalanan ke Taman Suropati, yang kerindangannya terasa menyegarkan raga. Berseberangan jalan dengan taman ini, pengunjung bisa melihat Rumah Dinas Gubernur DKI Jakarta serta kantor Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas).
Gedung Bappenas ternyata memiliki julukan ”Gedung Setan” karena pernah menjadi markas organisasi rahasia Freemason. Anggota organisasi ini kerap mengenakan jubah hitam dan melakukan ritual penyembahan, tetapi bukan kepada Tuhan. Itulah asal muasal julukan ”Gedung Setan” yang tidak banyak diketahui orang.
Sebelum bertemu Bakso Cendana, kami singgah di Taman Situ Lembang yang posisinya lebih ”tersembunyi” dibanding Taman Suropati. Meski di pusat kota, berada di situ ini tidak begitu terdengar deru mesin kendaraan bermotor.
Tidak hanya tentang keindahan situ, daya pikat taman ini adalah makanan dan minuman yang dijajakan para pedagang kaki lima. Sebungkus batagor seharga Rp 5.000 dengan saus kacang, saus sambal, dan kecap mampu memuaskan indera pencecap. Barangkali ini efek setelah berjalan kaki sekitar 1,5 kilometer.
Legenda Tangkiwood
Tidak hanya Menteng, blusukan menantang juga dapat dilakukan di kawasan Mangga Besar, Jakarta Barat. Petualangan di kawasan ini dapat dimulai dari Kafe Kong Djie dan mi Atep khas Belitung, di Jalan Mangga Besar. Kawasan ini tidak hanya menyimpan kekayaan kuliner, tetapi juga lokasi-lokasi legenda, seperti Taman Hiburan Rakyat (THR) Lokasari.
Pada tahun 1920-1950-an, THR ini dipakai sebagai taman budaya Prinsen Park. Tempat itu dikenal sebagai pusat hiburan tontonan era Kota Batavia. Prinsen Park merupakan tempat kumpulnya seniman untuk berbagi ide dan latihan sandiwara. Karena minimnya transportasi umum, seniman mendirikan tempat tinggal semipermanen sebagai tempat menginap seusai pertemuan. Beberapa seniman pada era itu antara lain Tan Tjeng Bok; Fify Young; dan Idris Sardi (ayah aktor Lukman Sardi) dan istrinya, Hadidjah.
”Nama Tangkiwood diberikan almarhum Bing Slamet. Sebab, Amerika punya pusat hiburan dan perfilman Hollywood, India juga punya Bollywood, nah ini di sini diplesetkan Tangkiwood,” ujar Mochi, pemandu wisata Jakarta Food Traveler.
Saat ini, jejak bangunan lama Prinsen Park sudah hilang. Untuk membawa pengunjung ke masa lalu, Mochi menunjukkan foto arsip gedung lama di Prinsen Park yang megah. Kini, kawasan taman budaya itu sudah berubah total. Bagian dalam THR Lokasari dipenuhi hotel baru, diskotek, serta kios-kios.
Petualangan ke Mangga Besar makin lengkap dengan mencicipi kue Henis. Toko kue ini menjual aneka roti, kue kering, dan camilan. Bagi yang ingin kuliner ekstrem, pemandu menawarkan sate ular kobra yang tersedia di trotoar Jalan Mangga Besar. Namun, siang itu, tak ada yang bernyali mencoba kuliner ekstrem ini.
Kami memilih makan di Vietnam Pho Saigon Restoran. Restoran ini menyajikan aneka makanan khas Vietnam, seperti lumpia basah, lumpia kering, dan tentu saja kwetiau dari tepung beras Pho. Tidak perlu khawatir menyantap Pho di sini, karena semua masakan halal.
Linda Pat (38), pemilik restoran yang juga warga Vietnam, memastikan kualitas rasa pho terjamin. Kaldu sapi pho di tempat ini terasa gurih dengan lemak tipis. Menyesap kuah pho terasa menyegarkan seusai jalan sekitar tiga kilometer. Kwetiau putih ini makin sempurna disantap dengan tauge dan kemangi mentah. Sulit menggambarkan kenikmatan semangkuk Pho Bo Rp 55.000 ini.
”Numpang” lewat
Peserta tur terkesan, sebagian kaget, ternyata banyak hal yang belum mereka tahu. Padahal mereka sering melewati tempat- tempat itu dalam keseharian. Hapsari (57), warga Jakarta ini, tidak mengira petualangannya ke kawasan Mangga Besar ternyata asyik.
Perempuan yang sudah 30 tahun tinggal di Jakarta itu tak pernah membayangkan bisa blusukan di kawasan yang lebih dikenal sebagai kawasan ”dunia malam”. Tidak terbayang sebelumnya di balik kawasan ini menyimpan cerita seru saat dia jalan kaki ke sana. Selama ini, ia hanya kerap menumpang lewat saja di kawasan ini.
”Rasanya beda kalau datang ke sini dengan jalan kaki. Saya bisa mengenal suasana, mencium bau wilayah setempat, dan ada bermacam-macam pemandangan yang saya bisa lihat langsung. Dari gang-gang sempit, kali, got kotor, orang-orang memasak di antara gang. Ini pemandangan Jakarta banget,” ujar Hapsari.
Kesan serupa dirasakan Yayuk (67), salah satu peserta tur. Sejak merantau ke Jakarta tahun 1978, baru kali itu ia melihat rumah mantan Presiden Soeharto. Karena terkesan, Yayuk berniat ikut tur jalan kaki di Jakarta lagi. Siang itu, ia mengajak dua anaknya sudah ikut duluan tur Wisata Kreatif Jakarta sebelumnya, yaitu ke tempat- tempat peninggalan Belanda di Depok serta di Gambir.
Wisata tidak biasa
Komunitas Wisata Kreatif Jakarta sengaja membidik paket wisata ini untuk cerita tentang Ibu Kota. Komunitas ini mengelola dan memandu perjalanan ke lokasi-lokasi yang tidak biasa menjadi tujuan tempat wisata. Adapun perjalanan dikemas dengan tema wilayah tertentu, salah satunya Food Tour Garden City di Menteng dan Tangkiwood Town di Mangga Besar.
Jika tertarik mengikuti tur ini, Anda bisa mengecek jadwalnya di akun Instagram @JakartaFoodTraveler. Tur tersedia setiap akhir pekan Sabtu dan Minggu dengan harga paket Rp 60.000 untuk turis lokal dan Rp 100.000 untuk turis mancanegara. Harga ini di luar menu makanan yang dikunjungi selama tur.
Ira Latief, pendiri Wisata Kreatif Jakarta, mengatakan paket tur terdiri dari 30 paket berbeda. Tak hanya paket kuliner, ada pula tema-tema lain yang menarik untuk diikuti di antaranya wisata kebinekaan, wisata ceria, wisata warisan Ahok, wisata taman dan pekuburan, hingga wisata bersepeda.
”Banyak orang Jakarta yang enggak tahu banyak hal di kotanya atau perkembangan di kota sendiri. Kalau liburan pun lebih sering ke luar kota atau luar negeri. Dari situ aku tercetus bikin wisata khusus untuk orang lokal yang ingin lebih kenal dekat kotanya dengan cara yang menyenangkan, yaitu dengan cara berwisata jalan kaki,” terang Ira.
Paket wisata ini berjalan sejak 4 Agustus hingga 31 Agustus. Bulan ini, tidak hanya di Jakarta, wisata jalan kaki ini juga tersedia untuk tur di Kota Bogor. Adapun paket wisata lain yang tersedia berupa Wisata Bineka di sekitar Kawasan Gambir, Jakarta Pusat, dan wisata Food Tour Portuguese Village, di Kawasan Kampung Tugu, Jakarta Utara.
Sebagian peserta tur merasa lebih kenal Jakarta setelah mengikutinya. Mereka merasa jenuh dengan jalan-jalan di pusat perbelanjaan atau tempat wisata populer lain. Daya pikat Jakarta baru terkuak setelah blusukan ke tempat itu. Yukkk!