Terhitung per tanggal 10 Agustus 2018, Sandiaga Salahuddin Uno resmi mengundurkan diri sebagai Wakil Gubernur DKI Jakarta. Posisi itu ia lepas karena terpilih sebagai calon wakil presiden mendampingi calon presiden Prabowo Subianto yang maju dalam Pemilihan Umum 2019 melawan petahana Joko Widodo dan KH Ma’ruf Amin.
Sesuai perundang-undangan, pemilihan pengganti wakil kepala daerah sudah diatur dalam Undang-Undang Pemerintahan Daerah. Menurut prosedur berdasarkan Pasal 26 Ayat 6 UU Nomor 12 Tahun 2008 tentang Pemerintahan Daerah, akan diisi melalui proses pemilihan di DPRD. Jika mengacu pada ketentuan perundang-undangan tersebut, partai pengusung Anies Baswedan-Sandiaga Uno di Pilkada DKI Jakarta 2017 adalah Partai Gerindra dan Partai Keadilan Sejahtera. Kedua partai itu dapat mengirimkan dua nama calon pengganti wakil gubernur.
Pada posisi wakil gubernur, tak ada istilah pelaksana tugas sehingga partai pengusung akan menyerahkan dua nama pengganti kepada Anies dan selanjutnya Gubernur menyerahkan nama-nama tersebut kepada DPRD DKI Jakarta. Dari dua calon itu, DPRD akan memilih salah satunya melalui forum paripurna. Artinya, tidak ada opsi di luar partai pengusung tersebut. Gubernur Anies harus mengikuti aturan UU tentang Pemerintahan Daerah, suka atau tidak suka.
Namun, terlepas dari ketentuan tersebut, Gubernur Anies tetap dapat memiliki keleluasaan kepada kedua partai pengusung untuk menyediakan orang terbaik. Dalam arti, Anies sebagai gubernur terpilih punya hak mutlak menentukan seseorang untuk menduduki posisi strategis tersebut.
Minimal calon tersebut punya visi kenegaraan dan tidak mengumbar kebencian kepada pihak mana pun mengingat ia adalah Wakil Gubernur DKI Jakarta yang punya kewajiban mengayomi semua warga Jakarta. Siapa pun ia, dengan beragam latar belakang ekonomi, agama, pendidikan, ataupun sukunya.
Kedua, calon pengganti Sandiaga harus memiliki visi ekonomi yang kuat karena janji terbesar Anies-Sandi saat terpilih adalah pengentasan rakyat dari kemiskinan dan menyejahterakan warga Ibu Kota dengan program OK OCE. Mau tidak mau, wakil gubernur yang ditugaskan dalam posisi strategis harus memahami soal perkembangan dan jalan keluar mengangkat ekonomi Jakarta yang memiliki APBD lebih dari Rp 7 triliun.
Ketiga, hal paling mendasar adalah calon wakil gubernur harus memiliki rekam jejak politik, ekonomi, dan hukum yang baik. Minimal ia tak pernah tersangkut kasus kriminal, korupsi, apalagi pernah terbukti melanggar hukum dan dipenjara. Seorang aparat sipil negara yang bersihlah yang tepat mendampingi gubernur.
Apalagi Gubernur Anies selama ini dikenal tegas, berani, dan jujur dalam menjalankan kebijakannya mengelola Jakarta. Paling tidak, di awal jabatannya, ia telah menghentikan kegiatan reklamasi sesuai janjinya, memberikan ruang bagi pengusaha kecil dan pedagang kaki lima, membuka Tanah Abang untuk PKL, dan rutin melakukan kajian terhadap berbagai izin yang melibatkan pejabat DKI.
Terpenting lagi, sesuai dengan Anies, seorang wakil gubernur berarti berani mendukung penutupan aktivitas-aktivitas yang dinilai tidak pantas. Pendek kata, siapa pun pengganti Sandiaga bagi publik tidak masalah selama ia memiliki rekam jejak yang baik. Putih seputih seragam resmi Pemprov DKI.
Publik berharap Gubernur Anies berani melakukan itu untuk kemaslahatan masyarakat DKI. Semua menunggu keputusan Gubernur.