BOGOR, KOMPAS — Tawuran di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi kembali memakan korban jiwa. Seorang pelajar SMP berinisial Y (13) tewas setelah terlibat tawuran di Jalan Raya Bogor, Cibinong, Bogor, Jawa Barat. Y tewas setelah dua hari sebelumnya pelajar SMK berinisial SV (15) di Bogor tewas terkena sabetan celurit di tengah ajang tawuran.
Peristiwa itu melibatkan siswa dari dua sekolah menengah kejuruan berbeda di Bogor. Kepala Kepolisian Resor Kabupaten Bogor Ajun Komisaris Besar AM Dicky Pastika Gading mengatakan, peristiwa ini berawal dari penyerangan salah satu kelompok pelajar terhadap kelompok pelajar lain.
Seusai bentrokan, Polres Bogor menangkap 18 pelajar yang diduga melakukan penyerangan. ”Karena pelaku masih di bawah umur (kurang dari 17 tahun), kami akan memakai ketentuan sistem peradilan anak,” ujar Dicky, Jumat (14/9/2018), di Bogor.
Menurut Dicky, peristiwa pada Rabu (12/9/2018) malam itu berawal dari adu gengsi antarsekolah. Aksi brutal ini juga mengakibatkan siswa berinisial FF (15) menderita luka sabetan pada bagian paha dan kaki.
Cipeng (24), saksi mata di lokasi kejadian, mengatakan, ada aksi saling meledek antardua kelompok pelajar. ”Awalnya mereka saling tantang. Tidak lama kemudian mereka mulai berkelahi. Ada yang pakai batu, kayu, dan ada yang bawa celurit,” ucap lelaki itu.
Warga tidak berani melerai tawuran itu karena takut terkena benda tajam. Situasi di lokasi kejadian saat itu sepi karena sebagian warga telah berhenti beraktivitas.
Empat korban
Catatan Kompas, akhir Juli hingga pertengahan September 2018, ada enam kali tawuran di tempat berbeda. Dari peristiwa itu, empat orang kehilangan nyawa dan sejumlah fasilitas warga serta milik umum rusak.
Selain antar-pelajar, rangkaian tawuran di Jabodetabek terjadi antargang, antarsuporter tim sepak bola, dan antarkampung. Dari lima kejadian ini, seorang siswa berinisial FF (17) dijatuhi hukuman 4 tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Tangerang, Senin (10/9/2018).
Terkait dengan rangkaian peristiwa itu, kepolisian meminta orangtua berperan mengawasi pergaulan anak-anaknya di luar sekolah. ”Kami juga akan terus melakukan pengawasan. Namun, langkah ini butuh kerja sama dari semua pihak,” tutur Dicky.
Asep Sudarsono, Kepala Cabang Dinas Pendidikan Jawa Barat Wilayah I, mengatakan, fenomena tawuran seakan diwariskan para alumnus di sekolah tertentu kepada siswa angkatan berikutnya.
Karena itu, orangtua perlu meningkatkan pengawasan terhadap anak-anaknya. ”Tawuran sebagian besar terjadi di luar lingkungan sekolah, bukan di saat jam pembelajaran,” kata Asep.
Pihaknya akan mengevaluasi izin operasional dan izin prinsip sekolah-sekolah yang siswanya sering terlibat tawuran. Langkah ini dilakukan agar pengelola sekolah makin serius mendidik siswa. Pemerintah Provinsi Jawa Barat juga akan melibatkan organisasi keagamaan untuk ikut membina siswa. (STEFANUS ATO)