Kartu dan Pemberhentian Bus Menjadi Kendala OK Otrip
Oleh
Dian Dewi Purnamasari
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sejalan dengan evaluasi yang sedang dilakukan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, pelaksanaan program OK Otrip mengalami sejumlah kendala. Sejak diuji coba awal 2018, OK OTrip di Jakarta Selatan terkendala ketersediaan mesin pemindai kartu uang elektronik yang lamban.
Alat ini baru bekerja setelah beberapa detik membaca kartu pengguna. Akibatnya, transaksi ini memakan waktu ketika penumpang hendak turun angkutan. Pada kesempatan lain, pengemudi sering lupa tap out kartu saat penumpang turun. Hal itu penting untuk memetakan rute mana saja yang paling banyak dilewati pelanggan.
Kepala Seksi Angkutan Jalan Suku Dinas Perhubungan Jakarta Selatan Afrinda Tri Wardhani menyatakan, OK Otrip yang sudah resmi beroperasi adalah rute Lebak Bulus-Pondok Labu atau OK 3. Pada Agustus lalu, jumlah penumpang rute tersebut mencapai 1.000 per hari.
Jumlah penumpang terbanyak mencapai 2.024 orang per hari. Pada Agustus, OK Otrip Lebak Bulus-Pondok Labu masih diuji coba sehingga tarifnya masih gratis. Namun, penumpang tetap diwajibkan membeli kartu uang elektronik untuk tap in dan tap out. Saat ini, kartu uang elektronik itu baru bekerja sama dengan satu bank, yaitu Bank BNI.
”Untuk rute Lebak Bulus-Pondok Labu ini, penumpangnya rata-rata anak-anak sekolah, ibu-ibu, ataupun warga permukiman. Tetapi, paling banyak anak sekolah,” kata Afrinda.
Saat ini, jumlah operator yang bergabung dalam OK Otrip di Jaksel juga masih terbatas, yaitu Koperasi Wahana Kalpika (KWK) dan Budi Luhur. Untuk rute OK Otrip 3, Lebak Bulus-Pondok Labu ada 15 kendaraan, rute OK OTrip 18 Kuningan-Kalibata baru 7 armada, OK Otrip 31 Pondok Labu-Blok M 31 kendaraan, dan OK OTrip 32 Lebak Bulus-Petukangan Utara 30 kendaraan.
Di rute OK 31, Pondok Labu-Blok M, misalnya, kendala di lapangan adalah masih banyak penumpang urung naik karena tidak memiliki kartu (uang elektronik). Selain itu, penumpang juga tidak bisa sembarangan naik. Mereka harus menyetop di tempat pemberhentian bus yang ditentukan.
Di Taman Sepeda Melawai, misalnya, meskipun banyak angkot KWK mengetem, jika ingin naik OK Otrip, harus berjalan sekitar 50 meter ke tempat pemberhentian bus. Pengemudi juga akan menolak apabila penumpang tidak punya kartu. Penumpang diminta membeli kartu di Terminal Blok M. ”Maaf, tidak bisa kalau tidak ada kartu,” ujar Ahmad (35), pengemudi OK OTrip 31.
Sri Purwati, warga Pondok Labu yang bekerja di kawasan Dharmawangsa, mengaku terbantu dengan adanya angkutan OK Otrip. Ia dapat menghemat ongkos pengeluaran transportasi. Jika biasanya ia mengeluarkan Rp 7.000 sekali perjalanan, kini ia hanya perlu merogoh Rp 3.500. Setiap hari, ia naik bus transjakarta lalu disambung OK Otrip.
”Lumayan dengan ini bisa membantu orang kecil seperti saya. Nunggu-nya juga enggak terlalu lama,” kata Sri Purwati.
Tasyana (12), siswi SMPN 12 Jakarta, juga setiap hari naik OK Otrip 31. Rumahnya berada di daerah Cipete, sedangkan sekolahnya di daerah Melawai. Ia senang naik angkutan OK Otrip karena masih gratis selama uji coba. ”Harus beli kartunya, tetapi enggak kepotong karena masih gratis,” kata Tasyana.
Afrinda menambahkan, setelah seluruh angkutan umum massal beroperasi di Jakarta Selatan seperti kereta cepat (MRT), keberadaan angkutan pengumpan, seperti OK Otrip, akan sangat membantu. Warga diharapkan mau beralih dari ojek daring ke angkutan penumpang. Apalagi, angkutan penumpang itu juga melewati permukiman warga sehingga lebih memudahkan pelanggan.
”Kami juga terus menyurvei kira-kira rute mana saja yang masih bisa dikembangkan. Pelan-pelan OK Otrip kami jalankan untuk menghilangkan ketergantungan terhadap ojek online,” kata Afrinda.
Editor:
Bagikan
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
Tlp.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.