Musim hujan tiba. Jakarta dan sekitarnya masih berpotensi mengalami bencana banjir. Untuk itu, sejumlah antisipasi dikerjakan, antara lain menjaga dan membersihkan 118 titik kritis penumpukan sampah agar aliran sungai lancar.
JAKARTA, KOMPAS Derasnya hujan mendorong naik volume air serta arus sungai-sungai yang mengaliri Jakarta. Tiap aliran sungai turut menggelontorkan sampah yang terbawa dari hulu di Bogor dan Depok juga limbah buangan di wilayah Ibu Kota. Agar tumpukan sampah yang terbawa arus tidak menghalangi aliran serta memicu banjir, ada 118 titik kritis yang dijaga selama 24 jam.
Di Pintu Air Manggarai, petugas menangani tumpukan sampah yang bisa mencapai puluhan kali lipat dari volume harian di musim kemarau sebanyak rata-rata 2 truk. Pada 20-22 Oktober lalu, petugas Unit Pelaksana Kebersihan (UPK) Badan Air Provinsi DKI Jakarta mengerahkan 78 truk sampah. Pada 23-24 Oktober, 102 truk sampah. Senin (29/10/2018), ada 69 truk sampah.
Para petugas UPK Badan Air DKI terus mengangkut sampah dari pintu air menggunakan alat berat. Sebagian besar sampah terdiri dari kayu, pohon, kemasan minuman dan makanan, serta perabot rumah tangga, seperti sofa.
Pelaksana Tugas Kepala UPK Badan Air Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta Andono Warih mengatakan, 118 titik kritis dari lebih kurang 1.800 titik di badan sungai dijaga 24 jam agar sampah tak menghalangi aliran air. Sebanyak 118 titik itu merupakan pintu air dan rumah pompa.
Memasuki musim hujan ini, sekitar 4.000 petugas UPK Badan Air DKI Jakarta diminta siaga. ”Para petugas umumnya orang sekitar lingkungan setempat. Jadi, bisa terus-menerus siaga,” kata Andono.
Volume sampah yang diangkut dari sungai-sungai di Jakarta saat ini rata-rata 200-300 ton per hari. Sampah dari sungai juga bermuara di tempat pembuangan akhir Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang, Kota Bekasi.
Untuk akhir tahun ini, 26 saringan sampah robotik di pintu-pintu air besar sudah dapat berfungsi. Perbaikan dilakukan tahun ini dengan anggaran Rp 77 miliar. Sebelumnya, pintu-pintu air robotik ini rusak.
Kepala Dinas Sumber Daya Air (SDA) Provinsi DKI Jakarta Teguh Hendarwan mengatakan, pada hujan Minggu sore hingga Senin dini hari, ada 23 titik genangan di lima wilayah kota. Genangan terbanyak ada di Jakarta Barat sebanyak 8 titik, diikuti Jakarta Selatan 6 genangan. ”Dalam dua jam, genangan surut,” katanya.
Sebagai antisipasi, saat ini, dinas sumber daya air tengah mengejar perawatan 27 pompa stasioner atau sekitar 6 persen dari jumlah total 453 pompa stasioner di 153 rumah pompa yang ada. Perbaikan ini ditargetkan selesai paling lambat pada akhir November.
Menurut Teguh, dinas SDA akan membangun bronjong batu kali di Kali Sunter di Kelurahan Cipinang Melayu, Jakarta Timur. Pada Februari 2018, kawasan itu banjir parah selama beberapa hari dan membuat ratusan warga mengungsi.
”Di sana masalahnya karena normalisasi belum selesai. Jadi, sementara dipasang kantong pasir dan akan dibronjong dulu, secepatnya akan dilakukan,” ujar Teguh.
Kepala Humas Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Hary Tirto Djatmiko saat dihubungi menjelaskan, khusus wilayah Jakarta, puncak musim hujan diperkirakan pada Januari hingga Februari. ”(Tapi) Bukan berarti sebelum puncak (musim hujan) tidak perlu melakukan antisipasi,” ucapnya.
Direktur Eksekutif Walhi Jakarta Tubagus Soleh Ahmadi mengatakan, Jakarta tetap dalam ancaman potensi banjir. ”Karena ini merupakan masalah laten yang penyebab utamanya adalah alih fungsi kawasan serapan menjadi kawasan terbangun,” kata Tubagus.
Sudah biasa
Sebagian warga di Kampung Tanah Rendah, Kebon Pala, Kampung Melayu, Jakarta Timur, Senin pagi, sudah mulai mengalami banjir. Namun, genangan air yang mulai memasuki rumah sebagian warga itu surut pada siang harinya.
Sejumlah warga menanggapi biasa peristiwa itu. Mereka sekadar memindahkan sejumlah barang berharga ke lantai dua rumah masing-masing.
Jika memang banjir pada akhirnya menenggelamkan nyaris seluruh rumah, sebagian warga tetap memilih bertahan. Ini diutarakan Chasiyadi, yang melakukan hal serupa ketika banjir besar melanda kawasan tersebut beberapa tahun lalu. Diyakini oleh sebagian warga, rumah yang ditinggal dalam keadaan kosong akan lebih mudah ambruk apabila diterjang banjir.
Bentuk kepercayaan seperti ini yang sering kali menyulitkan evakuasi kala banjir datang.
Pengerukan
Di Kota Depok, pengerukan sungai dan situ dilakukan sebagai antisipasi bencana banjir. Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kota Depok Manto mengatakan, beberapa lokasi yang tengah dikeruk adalah di Kali Pesanggrahan, saluran tersier Ciliwung Katulampa 13, Situ Bojongsari, Situ Universitas Indonesia, dan Situ Pedongkelan.
”Kami percepat pengangkatan sedimen kali dan situ, mengingat saat ini intensitas hujan mulai tinggi,” kata Manto.
Selain titik-titik lokasi tersebut, Manto mengatakan, pengerukan juga dilakukan oleh Balai Besar Sungai Ciliwung Cisadane di Situ Pangarengan, Situ Cilangkap, dan Situ Citayam. ”Sebelum air sampai ke Jakarta, mudah-mudahan Kota Depok bisa lebih maksimal menampung air,” ujar Manto.