Realisasi Shelter Bukit Duri Menunggu Status Lahan
Oleh
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Realisasi pembangunan hunian sementara (shelter) untuk warga Bukit Duri korban penggusuran masih menunggu kejelasan status lahan milik swasta. Rencananya, hunian sementara itu akan dihuni oleh 62 orang warga Bukit Duri. Shelter akan dibangun di lahan seluas 1,6 hektare di lahan milik PT Setia Tjiliwung.
Pemerintah Kota Jakarta Selatan dan beberapa pemangku kepentingan, Rabu (7/11/2018), kembali merapatkan kelanjutan program hunian sementara itu. Pemkot Jaksel mengundang beberapa pihak di antaranya Badan Pertanahan Negara (BPN), ahli waris PT Setia Tjiliwung, Ciliwung Merdeka, Biro Tata Pemerintahan, camat, lurah, serta Badan Pajak dan Retribusi Daerah (BPRD).
Kepala Suku Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman Jaksel Yaya Mulyarso menuturkan, pembahasan masih berkutat di status lahan milik PT Setia Tjiliwung. Perjanjian Kerja Sama (PKS) belum bisa dilakukan dengan perusahaan itu karena status tanah masih sengketa antara ahli waris. Selain itu, Badan Hukum PT Setia Tjiliwung juga sudah tidak aktif sejak tahun 1980-an.
“Kami tidak bisa membuat perjanjian kerja sama (PKS) kalau perusahaan itu tidak ada badan hukumnya. Semuanya harus clean and clear dulu,” kata Yaya.
Di sisi lain, anggaran pembangunan shelter untuk warga Bukit Duri sudah disetujui senilai Rp 5,9 miliar dalam APBD Perubahan 2018. Meskipun demikian, tidak semua warga Bukit Duri mau tinggal di hunian sementara. Ada pula warga yang ingin meminta ganti rugi dari hasil putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) terkait pelaksanaan program normalisasi kali pada tahun 2016.