Warga Khawatir Dilanda Banjir
BOGOR, KOMPAS - Sungai dangkal karena sedimentasi berupa lumpur dan sampah juga tanggul yang keropos membuat warga di perbatasan Bogor-Bekasi khawatir akan kebanjiran.
Sampah yang dibuang seenaknya ke sungai dan perawatan minim terhadap lingkungan sungai kembali berdampak langsung kepada warga, khususnya mereka yang tinggal di dekat aliran sungai.
Warga di sekitar pertemuan Sungai Cikeas dan Cileungsi tengah mewaspadai ancaman banjir. Wilayah tersebut mengalami sendimentasi sungai dan pengeroposan tanggul.
Setidaknya ada 16 perumahan yang terancam dampak banjir di wilayah yang merupakan perbatasan antara Bogor dan Bekasi. Di Kabupaten Bogor yang terancam banjir antara lain Vila Nusa Indah 1, 2, 3, dan Vila Mahkota Pesona. Di Bekasi antara lain Pondok Gede Permai, Puri Nusaphala, dan Muara Gembong.
Ketua Komunitas Peduli Sungai Cileungsi-Cikeas (KP2C), Puarman mengatakan, perawatan sungai dengan pengerukan serta memperkuat tanggul atau tebing sungai amat dibutuhkan di wilayah tersebut. ”Saat ini pendangkalan sudah luar biasa karena terakhir dikeruk tahun 1973,” katanya, Rabu (7/11/2018).
Tanggul di sekitar wilayah tersebut dari pengembang perumahan dan sudah keropos. ”Ada yang miring dan bocor, rawan roboh,” ujar Puarman.
Berdasarkan informasi dari warga setempat, kawasan Vila Nusa Indah 1 dan Pondok Gede Permai disebut paling rawan banjir. Dua perumahan itu berada di pertemuan Cileungsi dan Cikeas. Pertemuan kedua sungai membentuk Kali Bekasi.
Kewaspadaan meningkat
Kewaspadaan warga terhadap banjir juga meningkat karena area di sebelah timur perumahan yang biasa menjadi tempat buangan air sekarang berubah menjadi pabrik dan pul taksi. ”Ada juga persawahan yang sekarang jadi perumahan,” kata Mulyadi, Komandan Regu Pos Pengamanan Perguruan Islam Al Fajar yang berbatasan langsung dengan Vila Nusa Indah 1.
Elok Kusniah, warga Jatirasa, Jatiasih, Bekasi, sebelumnya mengontrak lima tahun di Vila Nusa Indah 1, Bojong Kulur, Kabupaten Bogor. Ia memutuskan pindah karena kewalahan menghadapi banjir. ”Banjirnya sehari, capeknya sebulan. Saya akhirnya pindah ke tempat yang tidak banjir biar tenang,” katanya.
Kepala Bidang Irigasi dan Sumber Daya Air Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kabupaten Bogor Edy Mulyadi mengatakan, perbatasan memang menjadi daerah rawan. Selain pertemuan aliran air yang cukup besar, kontur permukiman di situ cenderung menurun.
”Memang hampir setiap tahun terjadi. Penting untuk menerapkan peringatan dini karena bisa terjadi kapan pun,” katanya di ruang kerjanya, kemarin.
Menurut Edy, pertemuan dengan warga sudah dilakukan. Upaya penanganan, antara lain, meninggikan dinding turap.
Belum total
Di Jakarta, Kepala Satuan Pelaksana Prasarana dan Sarana Unit Pelaksana Kebersihan Badan Air Dinas Lingkungan Hidup DKI Richard Jeremia mengatakan, pihaknya tengah memperbaiki delapan saringan sampah sungai yang rusak. Kedelapan saringan itu adalah saringan Grogol-Palmerah, Grogol-Golkar, Setiabudi Barat, Angke Pesing, Mookervart, Cengkareng Drain, Teluk Gong, dan PGC Cililitan.
Sebelumnya, Jakarta Open Data pada laman data.jakarta.go.id mencantumkan ada 10 saringan sampah sungai rusak pada 2018 dari total 27 saringan di DKI. Saat ini, dua saringan sudah diperbaiki.
Selain perbaikan saringan, pemerintah kembali berkampanye mendorong warga mendaur ulang sampahnya sendiri. Kepala Suku Dinas Lingkungan Hidup Jakarta Barat Edy Mulyanto mengatakan, pihaknya membangun sejumlah fasilitas pengolahan sampah rumah tangga. Antara lain di kompleks Rumah Susun Kebersihan Bambu Larangan, Cengkareng Barat.
Namun, di luar rusun, kasatmata sampah di Jakarta Barat juga belum tertangani dengan baik.
Di Kota Tangerang Selatan, Kepala Bidang Persampahan Dinas Lingkungan Hidup Wisman Syah menyebutkan, dalam Perda Kota Tangerang Selatan Nomor 13 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Sampah diatur pemilahan sampah dilakukan sejak di tingkat rumah tangga. Namun, praktiknya hal itu sulit dilakukan.
”Memang seharusnya ada sanksi bagi yang tidak melakukannya. Tetapi bagaimana kami bisa menerapkan sanksi, sementara kami sebagai pemerintah belum dapat berbuat banyak. Masih banyak yang belum siap,” ujar Wisman. (INK/UTI/E06/E21)