JAKARTA, KOMPAS — Tawuran antarpelajar terjadi lagi dan memakan korban jiwa. DR, siswa SMP Al Mansyuriah, tewas akibat luka pukul dari tongkat golf saat tawuran dengan siswa MTs Saadad Tuddarain di Jalan Kembangan Raya, Kembangan, Jakarta Barat, Senin (19/11/2018).
Itu merupakan tawuran antarpelajar keenam sepanjang tahun ini di DKI Jakarta. Lima tawuran sebelumnya, yaitu pertama, tawuran di Jalan Gudang Air dan Jalan Puskesmas Ciracas, Jakarta Timur, dengan dua pelajar tewas (11/2/2018). Kedua, tawuran melibatkan beberapa siswa SMK Tri Arga, Kebon Jeruk, Jakarta Barat, mengakibatkan R (16) kritis (30/8/2018).
Ketiga, AH (15) siswa kelas X SMA Muhammadiyah 15, Slipi, Jakarta Barat, tewas karena sabetan senjata tajam dan siraman air keras akibat tawuran antarpelajar di kawasan jembatan layang Permata Hijau, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan (1/9/2018).
Keempat, lima siswa SMA diamankan polisi dari Polsek Makasar akibat tawuran di Jalan Raya Pondok Gede, Makasar, Jakarta Timur (22/10/2018). Kelima, MK (17) tewas akibat tawuran di kolong Tol Deplu Raya, Bintaro, Jakarta Selatan, yang melibatkan SMA Sasmita Jaya 2, SMK Averus Pondok Pinang, dan SMK Negeri 12 Tangerang.
Polisi dari satuan Reserse Kriminal Umum Polres Metropolitan Jakarta Barat mengatakan, polisi telah menangkap oknum siswa yang diduga melakukan pemukulan dengan tongkat golf. Selain itu, terduga pelaku melakukan aksinya secara bergerombol terdiri dari siswa dan alumni.
”Mereka bergerak bersama, ada 10 orang,” ucap petugas tersebut, Selasa (20/11/2018) di Polres Metropolitan Jakarta Barat, Jakarta.
Kepala Unit Reskrim Polsek Kembangan Inspektur Satu Dimitri Mahendra mengatakan, sekitar pukul 14.00, saksi mata melihat tawuran antarpelajar yang saling kejar-kejaran dengan sepeda motor. Diduga, korban dipukul menggunakan tongkat golf sebelum sepeda motor menabrak sebuah mobil.
”Masih dilakukan penyelidikan terkait tewasnya korban tawuran dan mencari keterangan saksi serta mengumpulkan bukti-bukti yang ada,” ucap Dimitri.
Eksistensi diri
Tawuran antarpelajar memiliki tujuan tertentu. Salah satunya adalah eksistensi diri.
Sosiolog kriminalitas Universitas Gadjah Mada, Soeprapto, menjelaskan, terdapat struktur atau tingkatan pelajar yang terlibat tawuran. Ada ketua, wakil, dan anggota serta alumni yang turut bergabung dalam struktur tersebut. Saat ini, preman juga memanfaatkan struktur tersebut untuk masuk guna menjaring anggota.
”Ada berbagai tujuan tawuran. Eksistensi diri berkaitan dengan ingin diakui, mendapat kebanggaan ketika melakukan aksi atau ikut tawuran. Lebih jauh lagi, tawuran juga terjadi karena balas dendam, rivalitas dalam pertandingan, dan lainnya,” ucap Soeprapto.
Soeprapto menjelaskan, dalam perekrutan anggota baru, ada proses pembuktian diri dengan terlibat tawuran. Semakin nekat perbuatan yang dilakukan, maka mendapat pengakuan yang tinggi dalam lingkaran tersebut (struktur). Untuk memutus lingkaran tersebut, perlu kontrol sosial yang kuat.
”Perlu integrasi keluarga, lembaga pendidikan, lembaga ekonomi, pemerintah dan masyarakat serta lembaga agama untuk mewujudkan hal tersebut,” katanya.
Keluarga berperan penting karena jadi tempat anak menghabiskan sebagian besar waktu. Lembaga pendidikan memantau perkembangan dan perilaku anak, lembaga ekonomi menghadirkan iklan dan tayangan yang positif, dan pemerintah memfasilitasi anak menyalurkan minat dan bakat serta lembaga agama menjalankan atau memperkuat lagi bimbingan rohani.
Jika integrasi tersebut berjalan dengan baik, diyakini mampu menekan perilaku menyimpang, termasuk tawuran antarpelajar. (FRANSISKUS WISNU WARDHANA DHANY)