JAKARTA, KOMPAS - Bangkai seekor penyu terekam mengapung di laut dekat Pulau Pari, Kabupaten Kepulauan Seribu, Selasa (27/11/2018). Kematian hewan yang berada di antara sampah itu belum diketahui penyebabnya. Limbah minyak atau pek terpantau menempel pada sampah.
“Kematian penyu direkam warga Pulau Pari bernama Suryadi alias Ondoy dalam perjalanan ke pulau,” ucap Ketua RT 001 RW 004 Kelurahan Pulau Pari Edi Mulyono, Selasa (27/11/2018). Warga menduga penyu mati karena terdapat minyak di sekitar kumpulan sampah.
Sebagian warga menyebut sampah mengapung terlihat sejak dari Pulau Pramuka. Edi mengatakan, sampah awalnya masih di laut, berlokasi sekitar 7 kilometer dari Pulau Pari. Lalu, “kiriman” sampah bercampur minyak itu mencapai pantai sekitar pukul 09.00 atau 10.00.
“Sampah terdampar hampir di sekeliling pulau. Pantai Bintang dan Pantai Pasir Perawan pun kena,” ujar Edi. Sampah itu berupa kantong plastik, botol minuman, serta kayu. Limbah minyak atau pek menempel pada sampah-sampah itu.
Petugas dari Suku Dinas Lingkungan Hidup Kepulauan Seribu beserta pengelola Pantai Bintang dan Pasir Perawan bekerja sama menyingkirkan sampah bercampur minyak itu. Karena belum ada kapal pembawa sampah ke daratan Jakarta, sampah ditumpuk dahulu di tempat pembuangan akhir Pulau Pari.
Karena volumenya besar, sampah terlihat berceceran di pantai hingga sore. Bahkan, sampah yang masih mengapung di laut belum terurus akibat belum ada kapal pengangkut sampah.
Direktur Nasional Eksekutif Koalisi Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Kawali) Puput TD Putra mengatakan, pencemaran limbah minyak serta sampah di laut dan pesisir pulau kecil sering terjadi. “Dampak pencemaran minyak merusak kondisi ekosistem lingkungan laut di Kepulauan Seribu,” ucapnya.
Catatan Edi, limbah minyak dari laut mencapai pesisir Pulau Pari bukan sekali ini saja terjadi pada tahun 2018. Peristiwa serupa terjadi April dan Juli lalu.
Endapan minyak selama bertahun-tahun, ditambah adanya sampah, diduga berkontribusi merusaka terumbu karang di selatan dan timur laut pulau. Padahal, sebagian besar warga bergantung pada pariwisata, termasuk wisata menyelam dan selam permukaan (snorkeling).
Kepala Loka Pulau Pari Pusat Penelitian Oseanografi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Indra Bayu Vimono mengkhawatirkan kiriman sampah bercampur minyak berwarna hitam dari arah timur tersebut menutup pantai dan terumbu karang di sisi selatan Pulau Pari. Di bagian situ terdapat ekosistem terumbu karang dan lamun.
“Kalau sampah dan minyak menutup reef flat sisi selatan Pulau Pari bisa mati itu terumbu karang dan lamun serta ikan-ikan kecil serta hewan-hewan lain di pasir,” kata dia.
Menurut rencana, jajarannya bersama masyarakat setempat akan mengecek kondisi terumbu karang dan lamun di sisi selatan Pulau Pari pada Rabu ini. Yang jelas laporan terakhir sore kemarin yang diterimanya, sebagian sampah terdampar 20 meter dari bibir pantai dan telah dibersihkan petugas. Namun, sampah dan minyak yang terapung-apung masih banyak sehingga berpotensi mengotori pantai kembali.
Terkait video penyu yang mati terapung-apung, ia belum mendapatkan bangkainya. Ia belum bisa menjustifikasi kematian penyu tersebut karena sampah dan atau minyak.
Indra mengatakan kiriman sampah kerap melanda Pulau Pari tanpa mengenal musim. Hanya saja, kiriman kemarin dinilainya jauh lebih banyak dan masif dibandingkan kejadian-kejadian sebelumnya.
Kepala Sudin LH Kepulauan Seribu Yusen Hardiman mengakui ada pencemaran minyak, namun jumlahnya sangat sedikit. Ia juga sudah meminta staf membersihkan perairan yang tercemar itu.
Selain sampah berbahan plastik dan kayu, sampah yang terbawa hingga Pulau Pari juga turut menghanyutkan eceng gondok. Menurut Yusen, itu menunjukkan kiriman sampah berasal dari darat mengingat habitat eceng gondok bukan di laut.
Meski demikian, asal sampah belum bisa dipastikan dari daratan Jakarta. "Tergantung arah arus angin, kalau angin barat bisa jadi dari Banten, kalau angin timur bisa dari Jawa Barat," ujarnya.
Sampah yang dikumpulkan staf Sudin LH sepanjang Selasa kemarin, mencapai hampir 10 meter kubik.