Realisasi TOD Masih Terkendala
Delapan lokasi ditetapkan untuk pengembangan kawasan berorientasi transit. Namun, baru Dukuh Atas yang terwujud. Sejumlah kendala masih ditemukan untuk mewujudkan TOD itu.
JAKARTA, KOMPAS Kawasan berorientasi transit atau TOD ini sudah masuk dalam rencana tata ruang dan wilayah DKI Jakarta. Pelaksana Tugas Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Sigit Wijatmoko di Jakarta, Selasa (11/12/2018), mengatakan, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tengah merancang rencana tata ruang dan wilayah (RTRW) DKI Jakarta terbaru. Namun, dalam Peraturan Daerah DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2014 tentang Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) dan Pengaturan Zonasi, terdapat delapan lokasi yang direncanakan menjadi TOD.
Lokasi-lokasi tersebut adalah kawasan Harmoni, Kecamatan Senen, kawasan Grogol, Blok M, Segitiga Emas Setiabudi, Dukuh Atas, Manggarai, Terminal Pulo Gebang, dan Stasiun Jatinegara. Sejauh ini, baru TOD Dukuh Atas yang mulai dibangun dengan PT MRT sebagai pelaksana pembangunan.
Selain peraturan itu, pengembangan TOD di DKI juga didasarkan pada Peraturan Gubernur (Pergub) DKI Jakarta Nomor 44 Tahun 2017 tentang pengembangan kawasan berorientasi transit (transit oriented development/TOD) dan Pergub DKI Jakarta Nomor 140 Tahun 2017 yang menunjuk PT MRT sebagai operator utama kawasan TOD.
Kawasan yang ditetapkan sebagai kawasan TOD untuk dikelola oleh PT MRT Jakarta sebagai tahap awal hanya pada beberapa kawasan TOD dalam koridor MRT Jakarta, yakni kawasan TOD Bundaran HI, Dukuh Atas, Setiabudi, Bendungan Hilir, Istora, Senayan, Blok M, dan Lebak Bulus (jalur layang) Koridor Utara-Selatan Fase I.
Direktur Pemanfaatan Ruang dari Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional Dwi Hariyawan mengatakan, masih ada sejumlah kendala untuk mewujudkan TOD sebagai sistem penataan kota.
Salah satunya adalah pemahaman konsep TOD yang masih keliru, yaitu anggapan bahwa semua stasiun atau halte adalah TOD. Padahal, kata Dwi, TOD tidak hanya pengembangan transportasi, tetapi juga pengembangan kawasan.
Sasaran pembangunan properti di lokasi di kawasan TOD pun sebagian besar hanya menyasar kalangan menengah ke atas dan tidak menyediakan perumahan terjangkau bagi masyarakat menengah ke bawah.
Hal ini terjadi karena lokasi yang diperuntukkan untuk kawasan TOD umumnya berada di lokasi strategis yang harga lahannya saja sudah mahal. Selain itu, fasilitas publik di lokasi yang dipilih pun kurang memadai.
Dwi mengatakan, secara ideal, kawasan TOD juga menyediakan hunian untuk warga berpenghasilan rendah juga. Ada juga masalah klasik minimnya lahan yang tersedia. ”Namun semahal-mahalnya harga lahan di Jakarta, masih terjangkau untuk pengembangan TOD,” kata Dwi.
Associate Director PDW Architect Gito Wibowo mengatakan, masalah lain adalah belum adanya sosialisasi insentif untuk warga yang mempunyai lahan di kawasan yang ditetapkan untuk pengembangan TOD.
Transjakarta siap dukung
PT Transportasi Jakarta siap mendukung operasional saudara muda, moda raya terpadu (MRT) Jakarta yang dijadwalkan beroperasi komersial Maret 2019. Empat halte transjakarta di Koridor 1 akan direvitalisasi demi kenyamanan dan kemudahan pergerakan penumpang berganti moda. Dijadwalkan semester I 2019 semua sudah berjalan.
Wijanarko, Direktur Teknik dan Fasilitas PT Transportasi Jakarta dalam forum Temu Jurnalis Transjakarta, Selasa (11/12), menjelaskan, revitalisasi halte dilakukan di halte yang berimpitan dengan stasiun MRT.
Seperti diketahui, fase I koridor selatan-utara MRT Jakarta dari Lebak Bulus ke Bundaran Hotel Indonesia beririsan dengan Koridor 1 Transjakarta dari Blok M ke Kota. Dari rute itu, Halte Bundaran Hotel Indonesia akan diintregrasikan dengan Stasiun Bundaran Hotel Indonesia.
Halte Tosari dengan Stasiun Dukuh Atas. Halte CSW dengan Stasiun Sisingamangaraja. Lalu halte Lebak Bulus dengan Stasiun Lebak Bulus.
Integrasi itu bertujuan membuat pergerakan penumpang dan mendekatkan penumpang dengan angkutan umum. Untuk itu, revitalisasi halte yang mendukung kemudahan dikerjakan.
Untuk Halte Bundaran Hotel Indonesia, saat ini sudah ada penyeberangan yang sejajar dengan jalan (at grade), yaitu penyeberangan pelican crossing di depan Wisma Nusantara dan Plaza Indonesia. Penyeberangan itu menghubungkan orang ke halte transjakarta di tengah juga dengan pintu masuk dan keluar stasiun Bundaran Hotel Indonesia.
Lalu di Halte Tosari juga akan dibuat pelican crossing yang menghubungkan penumpang dari gedung-gedung di sekitarnya ke halte juga stasiun Dukuh Atas. ”Halte Tosari akan dibuatkan pelican crossing yang dekat ke arah Bundaran Hotel Indonesia sehingga penumpang lebih mudah pergerakannya,” ujar Wijanarko.
Transjakarta juga berharap para penumpang yang turun di Halte CSW akan mudah berganti moda MRT di Stasiun Sisingamangaraja. ”Halte yang ada di ketinggian 20 meter dari permukaan tanah itu akan dilengkapi eskalator atau lift menuju Stasiun Sisingamangaraja,” papar Wijanarko.
Untuk Lebak Bulus, transjakarta menilai perlunya tempat pengendapan bus-bus. Supaya headway atau jarak antarbus bisa lebih rapat saat jam sibuk. Melihat desain atau rancangan revitalisasi halte, penumpang memang masih perlu berjalan kaki dengan jarak tertentu untuk mencapai halte transjakarta atau stasiun MRT.
Wijanarko melanjutkan, untuk revitalisasi itu dijadwalkan Halte Bundaran Hotel Indonesia bisa dioperasikan Maret 2019. Halte Tosari dioperasikan akhir Desember 2018, semantara Halte CSW di semester I-2019.
Agung Wicaksono, Direktur Utama PT Transportasi Jakarta, menjelaskan, untuk integrasi antarmoda memang yang menjadi sasaran adalah bagaimana memudahkan penumpang berganti moda. Dalam integrasi antarmoda angkutan umum di Jakarta, transjakarta menjadi pengumpan penumpang bagi MRT.
Wijanarko melanjutkan untuk mendukung fase I MRT yang segera beroperasi, ke depannya transjakarta perlu melakukan pengembangan rute non-bus rapid transit (BRT atau nonkoridor. Tujuannya untuk bisa melayani lebih banyak lagi penumpang. Adapun untuk pengembangan rute itu dilakukan dengan mempertimbangkan demand.
Selain dengan MRT, transjakarta juga tengah menyiapkan integrasi dengan kereta ringan (LRT) yang dibangun PT Jakarta Propertindo dan juga dengan PT Kereta Commuter Indonesia (KCI). ”Halte-halte juga tengah disiapkan untuk integrasi itu,” jelas Wijanarko.
Agung menambahkan, adapun integrasi juga akan menyentuh integrasi pembayaran. Saat ini baik transjakarta ataupun nantinya MRT dan LRT masih menggunakan kartu masing-masing meski bermerek JakLingko. Namun, Pemprov DKI tengah menggodok cara supaya ketiga perusahaan yang mengelola angkutan bisa disatukan.
”Akan ada joint venture antara transjakarta, MRT, dan LRT untuk mengelola sistem pembayan yang terintegrasi,” ujar Agung. (HLN/IRE)