Bayangkan kota metropolitan tanpa pohon. Betapa gersang abu-abu, panas, dan pengap karena tak ada peneduh ataupun produsen alami oksigen. Namun, di Jakarta, tiap musim hujan tiba, pohon yang jumlahnya kurang dari ideal itu juga membuat resah karena ancaman tumbang dan sempal. Ironi pohon ini terus berulang dan sepertinya tak akan selesai selama perawatan pohon masih tambal sulam saja.
Memasuki puncak musim hujan 2018 ini, pohon-pohon di Jakarta terus bertumbangan dan sempal di DKI Jakarta. Sejak November hingga tulisan ini disusun, Rabu (12/12/2018) sore, pohon tumbang terdata 192 buah. Jumlah yang sempal setidaknya sudah 192 pohon. Dalam sehari saja jumlah pohon tumbang bertambah dari 187 buah.
Puluhan kendaraan, kabel listrik, dan bangunan tertimpa menimbulkan kerugian yang tak sedikit. Hujan dan angin kencang yang terus melanda berbagai kawasan di DKI Jakarta sepekan ini membuat pohon-pohon besar itu tak mampu menahan bebannya sendiri.
Sepanjang 2017 tercatat 245 pohon tumbang dan 157 pohon sempal. Tak kurang dari 154 asuransi pohon diajukan karena kerusakan kendaraan, bangunan, serta korban luka. Jumlah yang disalurkan cukup besar, sekitar Rp 500 juta.
Kepala Bidang Pemberdayaan Masyarakat dan Penegakan Hukum Dinas Kehutanan DKI Jakarta Henri Perez mengatakan, selama sekitar tiga tahun terakhir, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengalokasikan anggaran ganti rugi untuk korban pohon tumbang dan sempal sekitar Rp 750 juta setiap tahunnya. Sepanjang tahun anggaran 2018 ini sudah lebih kurang 20 klaim asuransi pohon tumbang dikucurkan dengan nilai sekitar Rp 250 juta. ”Biasanya puncak pengajuan klaim November sampai Januari,” katanya.
Tambal sulam
Namun, pohon hanya tumbang dan sempal saat kondisinya merana. Akar rapuh, batang keropos, ataupun akar rusak oleh galian. Kendati kejadian sudah berulang setiap tahun, tak ada perubahan dalam pencegahan pohon tumbang dan sempal masih sama saja.
Selama 10 tahun terakhir, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta masih saja mengulang langkah yang terbukti belum efektif mencegah pohon tumbang dan rapuh, yaitu pemangkasan dan penyediaan ganti rugi saja.
Pelaksana Tugas Kepala Dinas Kehutanan DKI Jakarta Susi Marsitawati mengatakan, untuk antisipasi pohon tumbang dan sempal ini, sebanyak 57.229 pohon dipangkas.
Pengamat tata kota Nirwono Joga mengatakan, pemangkasan dan penyediaan ganti rugi saja tak cukup. ”Langkah antisipasi ini seperti langkah tambal sulam saja. Ibaratnya, kalau sakit, baru mengobati, belum mencegah,” katanya.
Jakarta belum mempunyai pemetaan pohon ataupun rencana induk pohon. Rencana induk pohon ini seharusnya memuat data jumlah, jenis, lokasi, kondisi pohon, hingga rencana penanaman pohon hingga jenis yang sesuai. Data ini penting guna membuat langkah selanjutnya, yaitu merawat pohon kota, mulai dari pemilihan pohon yang kuat terhadap cuaca dan sesuai kebutuhan kota, pembibitan, hingga penggantian pohon tua.
”Kalau diperhatikan, daerah-daerah yang banyak mengalami pohon tumbang itu daerah yang pohon-pohonnya sudah lama sejak era Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin. Dulu dia menanam banyak pohon batang memang untuk mempercepat penghijauan yang akarnya memang tidak kuat. Waktu itu dia juga sudah memperingatkan bahwa dalam 25-30 pohon sudah harus disiapkan penggantian dengan pohon bibit,” katanya.
Mewajibkan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta segera menyusun rencana induk pohon, mulai dari penyiapan pembibitan untuk kebutuhan pohon 10 tahun mendatang, serta langkah terpenting adalah audit se-DKI Jakarta untuk mengetahui kondisi pohon.
Kepala Seksi Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Jalur Hijau Dinas Kehutanan DKI Arwin Adlin mengatakan, pendataan pohon, penomoran jenis dan kondisinya baru dalam rencana akan dilakukan ke depannya.
Pendataan pohon, penomoran jenis dan kondisinya baru dalam rencana akan dilakukan ke depannya.
Nirwono mengatakan, jumlah pohon di DKI Jakarta sendiri masih kurang dari ideal. Dengan jumlah penduduk sekitar 10 juta orang, jumlah terakhir pohon di Jakarta sekitar 6 juta saja. Idealnya, satu warga satu pohon. Artinya, masih ada kekurangan 4 juta pohon.
Dalam buku Komedi Lenong: Satire Ruang Terbuka Hijau, Nirwono dan Yori Antar mengatakan, pembangunan kota yang mengabaikan keberlanjutan lingkungan hidup telah diganjar dengan berbagai bencana alam dan non-alam yang datang silih berganti melanda Jakarta. Bencana yang dimaksud mulai dari banjir, kehilangan sumber daya air, hingga polusi udara.
Satu hektar lahan dengan pepohonan mampu menghasilkan 0,6 ton oksigen untuk kebutuhan bernapas 1.500 orang per hari, menyerap 2,5 ton karbon dioksida per tahun, menyimpan 900 meter kubik air tanah per tahun, dan mentransfer air 4.000 liter per hari.
Selain itu, pepohonan juga menurunkan suhu 5-8 derajat celsius, meredam kebisingan 25-80 persen, serta mengurangi kekuatan angin 75-80 persen.
Setiap mobil mengeluarkan gas emisi yang bisa diserap oleh empat pohon dewasa setinggi 10 meter ke atas, diameter lebih dari 10 sentimeter, serta bertajuk lebar dan berdaun lebat.
Betapa penting keberadaan pohon demi mewujudkan kota yang layak huni. Oleh karena itu, seharusnya diperlakukan seperti sahabat, bukan menjadi sumber kecemasan. (IRE)