DKI Diminta Tegas
Pengelolaan parkir masih menjadi pekerjaan rumah yang belum terselesaikan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
JAKARTA, KOMPAS Dewan Transportasi Kota Jakarta mendesak Pemerintah Provinsi DKI menindak tegas praktik parkir liar di Ibu Kota. DTKJ menyebutkan, regulasi, pengawasan, dan penegakan hukum yang lemah membuat preman leluasa menarik tarif parkir di tempat ilegal.
Ketua Dewan Transportasi Kota Jakarta (DTKJ) Iskandar Abubakar, Jumat (14/12/2018), mengatakan, hukum pernah mulai ditegakkan pada era pemerintahan sebelumnya. Pengendalian dilakukan untuk meningkatkan pendapatan daerah serta mencegah aksi premanisme atas nama parkir liar.
Upaya itu terlihat pada beberapa kebijakan, seperti penerapan mesin parkir meter, pemasangan kamera pemantau (CCTV), dan pendataan potensi pendapatan parkir di kantong-kantong parkir.
Namun, Iskandar melihat saat ini tidak ada keberlanjutan dari program terdahulu. Justru, pengawasan dan penegakan hukum di lapangan kendur sehingga semakin banyak kantong parkir liar.
Meskipun tidak memiliki izin resmi, preman yang mengelola parkir liar itu menjadi raja-raja kecil yang menguasai wilayah tertentu. Padahal, mereka tidak memiliki wewenang untuk menarik tarif parkir di lokasi yang tidak berizin.
”Pemerintah harus tegas, atur dan batasi parkir liar. Apalagi ada banyak preseden buruk bentrokan ormas karena lahan parkir, ataupun yang terbaru bentrokan juru parkir dengan anggota TNI di Ciracas,” ujar Iskandar.
Iskandar mengatakan, momentum ini bisa dijadikan Pemprov DKI untuk mengatur ruang parkir di Jakarta. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2011 tentang Manajemen dan Rekayasa, Analisa Dampak, serta Manajemen Kebutuhan Lalu Lintas sudah mengatur tentang pembatasan parkir, baik dari sisi waktu, durasi, tarif, kuota, maupun lokasi parkir.
Parkir liar bisa dijerat dengan Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum. Dalam Pasal 7 Ayat 1 dan 2 disebutkan, setiap orang atau sekelompok orang yang tidak memiliki kewenangan dilarang melakukan pengaturan lalu lintas pada persimpangan jalan, tikungan, atau putaran jalan dengan maksud mendapatkan imbalan jasa.
Wewenang atau izin pengelolaan parkir diberikan oleh gubernur atau pejabat yang ditunjuk. Pelaku bisa diganjar hukuman pidana 20-90 hari penjara atau denda minimal Rp 500.000 dan maksimal Rp 30 juta.
Ivan Valentino dari Humas Unit Pengelola Perparkiran mengatakan, pihaknya sedang mengkaji penertiban parkir liar bersama dengan satuan polisi pamong praja (satpol PP). Sebab, satpol PP berwenang menegakkan aturan Perda Ketertiban Umum.
”Kami berwenang mengurus parkir yang diatur dalam Peraturan Gubernur Nomor 188 Tahun 2016. Di luar itu, bukan kewenangan kami,” kata Ivan.
Saat itu, parkir yang dikelola oleh UP Parkir sebanyak 401 ruas jalan dan zona campuran. Pendapatan parkir dari 401 ruas jalan yang dikelola itu secara berturut-turut terus meningkat.
Tahun 2015, pendapatan parkir mencapai Rp 39,2 miliar, lalu pada 2016 mencapai Rp 52 miliar, dan pada 2017 mencapai Rp 107,8 miliar. Hingga awal Desember 2018, pendapatan parkir mencapai Rp 100 miliar.
”Siapa pun yang menarik parkir di luar zona dan tepi jalan yang diatur dalam Pergub Nomor 188 Tahunn 2016 itu ilegal,” kata Ivan.
Berkaitan dengan pengawasan parkir liar, Pelaksana Tugas (Plt) Dinas Perhubungan DKI Jakarta Sigit Widjatmoko meminta masyarakat melaporkan temuan parkir liar ke kanal aduan milik DKI, seperti Qlue, Facebook, dan Twitter.
Sigit mengklaim setiap hari Dishub menertibkan parkir liar, baik berupa Operasi Cabut Pentil, pengangkutan, dan penderekan. Sejak 2 Januari-13 Desember 2018, ada 196.307 kendaraan yang ditilang, distop pengoperasiannya, diderek, Operasi Cabut Pentil, diproses ke polisi, terkena operasi polisi, dan diangkut petugas Dishub.
”Jika masyarakat menemukan parkir liar, silakan dilaporkan. Dishub akan menindaklanjutinya,”" kata Sigit.
Diminati
Parkir liar umumnya dibuka di dekat pusat keramaian ataupun pusat belanja. Pengendara lebih suka parkir liar karena mudah diakses dan murah.
Di kawasan Pasar Tanah Abang, Jakarta Pusat, misalnya, tersebar beberapa titik parkir liar. Dua di antaranya berada di pinggir jalan bawah Jembatan Penyeberangan Multiguna (JPM) Tanah Abang menuju Blok F dan di tanah kosong samping JPM arah ke Jalan KS Tubun.
Di parkiran liar bawah JPM arah ke Blok F, pengendara sepeda motor dipungut Rp 2.000 sekali parkir tanpa karcis. Di parkiran liar di tanah kosong samping JPM, pengendara sepeda motor dipungut Rp 5.000.
Parkir tak berkarcis juga jamak ditemukan di depan minimarket. Salah satunya di minimarket dekat Pasar Palmerah, Jakarta Barat. Menurut Suwarno (60), juru parkir, selain digunakan oleh pengunjung minimarket, parkiran juga dimanfaatkan oleh pengemudi taksi daring. (DEA/E04)