DEPOK, KOMPAS – Kepolisian Resor Kota Depok, Jawa Barat, menetapkan lima tersangka pengeroyokan terhadap anggota brigade mobil Inspektur Dua Ishak, Kamis (27/12/2018). Mereka adalah anggota Badan Pembina Potensi Keluarga Besar atau BPPKB. Mereka bagian dari 13 orang yang ditangkap polisi pasca pengeroyokan Ipda Ishak di Jalan Juanda, Depok.
Lima tersangka itu antara lain AS (53), W (38), DH (38), RH (30), dan JF (26). Sementara delapan anggota BPPKB yang lain berstatus sebagai saksi. Pelaksana Tugas Kepala Subbagian Humas Polres Depok Ajun Komisaris Firdaus mengatapan bentrokan warga dengan anggota ormas itu terjadi saat mereka menggalang dana korban tsunami Selat Sunda, Selasa (25/12/2018).
Penggalangan dana itu menyebabkan kemacetan sepanjang 1—2 kilometer di sekitar lokasi. “Para anggota ormas ini mengutamakan pengendara yang mau putar balik dari arah Jalan Margonda Raya untuk menyumbangkan uang ke kotak mereka. Akibatnya, pengendara dari arah Tol Cijago tidak dapat prioritas. Jalan yang seharusnya dua lajur menjadi satu lajur, sehingga terjadi kemacetan,” kata Firdaus.
Inspektur Dua (Ipda) Ishak, saat itu mengenakan pakaian sipil dan menggunakan mobil pribadi ikut terjebak dalam kemacetan kendaraan. Melihat kegiatan para anggota ormas, ia menegur anggota ormas dari dalam mobil agar kegiatan penggalangan dana tidak mengganggu arus lalu lintas.
Anggota ormas tidak mengindahkan teguran tersebut. Seorang dari mereka berinisial W malah menendang mobil Ishak setelah ditegur. Spontan pemilik mobil turun untuk menghampiri para penggalang dana serta menanyakan siapa yang menendang mobilnya.
Adu mulut tak terhindarkan, lima dari tiga belas anggota BPPKB itu mengeroyok Ishak. Kepala Polres Depok Komisaris Besar Didik Sugiarto mengatakan, para tersangka menarik baju korban hingga koyak kemudian memukulnya. Baju Ishak dijadikan barang bukti. Kepolisian menyatakan, Ishak tidak melayangkan pukulan balasan.
Bentrokan antara aparat dan sipil seperti ini bukan hal baru. Dua pekan lalu, Kapten Komarudin, anggota TNI AL, dikeroyok sembilan juru parkir liar di Cibubur, Ciracas, Jakarta Timur, Senin (10/12/2018). Saat itu, seorang juru parkir memindahkan motor Komarudin tanpa mengetahui sang pemilik sedang memeriksa knalpot. Akibatnya, teguran aparat berujung pada bentrokan.
Terkait pengeroyokan terhadap Ishak, Firdaus mengatakan, anggota Brimob tersebut memang tidak sedang berdinas. Namun, dorongan untuk menegur muncul dari tanggung jawab moralnya sebagai anggota Polri.
“Ini adalah kepedulian aparat. Kan, (Ishak) tidak membubarkan secara arogan, melainkan mengingatkan agar kegiatan menggalang dana tidak mengakibatkan macet panjang. Tapi, ketika yang ditegur merasa lebih kuat karena jumlahnya banyak, terjadilah percekcokan seperti ini,” kata Firdaus.
Kriminolog Univeritas Indonesia Adrianus Meliala mengatakan, persebaran kekuasaan untuk menggunakan kekerasan di ruang publik telah tersebar lebih luas. Akibatnya, penggunaan kekerasan tidak lagi dimonopoli aparat penegak hukum seperti anggota Polri dan TNI.
“Ormas, kelompok etnis, dan kelompok moralis sekarang sudah bisa jadi kekuatan baru di ruang publik. Massa berkumpul saja pun bisa menjadi kekuatan yang dapat memproduksi kekerasan. Di sisi lain, masyarakat juga semakin egaliter, tidak lagi memandang ada perbedaan antara sipil dengan aparat,” kata Adrianus.
Perubahan ini tidak diimbangi oleh perubahan sikap anggota aparat penegak hukum yang masih percaya atribut dan status mereka dapat membuat warga sipil tunduk dan takut. Menurut Adrianus, Ishak bertindak kurang tepat dengan menegur para anggota ormas ketika tidak mengenakan seragam maupun mengendarai mobil dinas
“Artinya, dia merasa diri aparat, tetapi orang tidak tahu. Padahal, saat ini, masyarakat semakin berani malawan aparat jika terjadi konflik. Di kasus Ciracas saja, TNI yang sudah jelas pakai baju loreng tetap dikeroyok. TNI dan Polri perlu menyesuaikan diri dengan perubahan di masyarakat,” ujar Adrianus.
Saat ini, keadaan Ishak sudah membaik. “Korban mengalami memar di kepala dan luka lecet di dada. Tapi kini beliau sudah kembali masuk dinas dan beraktivitas,” ujar Didik.
Atas perbuatannya, para tersangka terancam hukuman lebih dari lima tahun penjara sesuai pasal 170 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan/atau Pasal 335 KUHP dan/atau Pasal 358 KUHP juncto Pasal 55 KUHP ayat (1) yang mengatur tentang penggunaan kekerasan.
Koordinasi
Untuk menghindari percekcokan di jalan, masyarakat diimbau untuk berkoordinasi dengan dinas terkait serta kepolisian dalam pelaksanaan kegiatan apa pun yang menggunakan fasilitas publik seperti jalan. Didik mengatakan, masyarakat bebas melakukan kegiatan spontan seperti penggalangan dana di jalan selama tidak ada menggangu ketertiban umum serta arus lalu lintas.
“Penggalangan dana seperti ini hendaknya dikoordinasikan dengan instansi terkait, mungkin Dinas Sosial atau dinas lainnya yang membidangi. Domain kepolisian adalah harkamtibmas (pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat), jadi aktivitas apa pun boleh saja dilakukan selama tidak mengganggu ketertiban umum. Kita tentunya berharap arus lalu lintas di Depok ini lancar sehingga masyarakat tidak terganggu,” kata Didik.
Sementara itu, Firdaus menyayangkan kegiatan penggalangan dana oleh BPPKB ini tidak dikoordinasikan terlebih dahulu dengan kepolisian. Menurut dia, masyarakat memang tidak memerelukan izin dari kepolisian untuk menggelar kegiatan serupa, namun koordinasi dengan kepolisian dapat menghindarkan orang-orang yang terlibat dari ketidaktertiban.
“Kalau mereka lapor bahwa ada kegiatan, kami kan pasti bisa mendampingi, menjaga keselamatan mereka, serta menghindarkan dan melindungi mereka dari bentrokan seperti yang sudah terjadi. Intinya, masyarakat boleh berkegiatan selama tidak mengganggu dan merugikan masyarakat lainnya, apalagi sampai melakukan tindak pidana,” kata Firdaus.
Kepolisian membuka kesempatan koordinasi ini melalui izin keramaian yang meliputi izin keramaian, izin keramaian dengan kembang api, serta perizinan penyampaian pendapat di muka umum. (Kristian Oka Prasetyadi)