Hampir dua pertiga ibu kota tergenang air; banjir masih mengancam ibu kota; banjir pasti akan terjadi di ibu kota; Jakarta belum bebas dari ancaman banjir. Kalimat-kalimat tersebut atau kalimat yang senada menjadi judul-judul berita yang menghiasi Kompas pada 1960-an.
Berbagai upaya pun dilakukan pemerintah agar Jakarta tidak tergenang saat musim hujan. Presiden Soekarno bahkan menerbitkan surat keputusan yang menyatakan segala proyek terkait pencegahan banjir di Jakarta adalah proyek vital. Selain mengganggu aktivitas ekonomi dan dapat menyebabkan gangguan kesehatan, banjir juga dikhawatirkan merendahkan martabat Jakarta sebagai ibu kota negara.
Dalam surat keputusan yang ditandatangani Presiden Soekarno pada 22 Juni 1965, disebutkan bahwa proyek pencegahan banjir dinilai vital. Vital karena menyangkut prestise ibu kota Republik Indonesia dan kepentingan martabat negara dan bangsa Indonesia.
Gubernur Ali Sadikin menanggapi surat keputusan presiden tersebut dengan membentuk Komando Proyek Pencegahan Banjir, disingkat Kopro Banjir. Hingga kini di kawasan Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, bahkan terdapat nama jalan: Jalan Kopro Banjir. Salah satu tugas Kopro Banjir adalah membuat waduk untuk menampung air, serta sistem pengendalian dan penyaluran air.
Jakarta kemudian membangun Waduk Pluit, Melati, dan Setiabudi. Waduk Pluit menampung air dari Kali Cideng, Waduk Setiabudi menampung air dari kawasan Setiabudi, sementara Waduk Melati menjadi penampungan air dari kawasan Menteng dan Jalan Thamrin. Selain tiga waduk itu, juga dibangun Waduk Sunter di Jakarta Utara dan Waduk Lebak Bulus di Jakarta Selatan.
Sejak zaman Belanda, Jakarta sudah memiliki sistem makro drainase kota yang disebut kanal banjir. Fungsinya, untuk mengalirkan air langsung ke laut sehingga mengurangi genangan di dalam kota.
Tidak hanya dengan proyek infrastruktur, Ali Sadikin juga memanfaatkan banyak kesempatan untuk menyadarkan masyarakat agar tidak membuang sampah ke kali, dan memelihara saluran-saluran air di lingkungan masing-masing. Jika ada genangan, Ali Sadikin meminta warga melapor ke pos-pos pengawasan banjir atau kantor wali kota atau bila perlu datang langsung ke gubernur. Ia juga mengingatkan salah satu penyebab banjir adalah alih fungsi daerah resapan air menjadi permukiman.
Merujuk kawasan Setiabudi, Ali Sadikin mengatakan, ”Daerah ini memang wilayah waduk, tempat katak-katak segala jenis bersenang-senang. Jadi tidak wajar bila manusia-manusia yang mengokupasi daerah katak itu mengeluh karena tergenang air.”