Penataan Utilitas Belum Menyeluruh
Kabel-kabel yang masih semerawut di hampir seluruh penjuru Jakarta menunjukkan ibu kota ini belum memikirkan keseluruhan penataan utilitas.
Kabel-kabel yang masih semerawut di hampir seluruh penjuru Jakarta menunjukkan ibu kota ini belum memikirkan keseluruhan penataan utilitas.
JAKARTA, KOMPAS - Berbagai jenis kabel masih banyak ditemukan menggelantung tidak teratur di hampir seluruh penjuru wilayah Jakarta. Pemerintah Provinsi DKI memastikan penertiban dan penataan utilitas dimulai triwulan I tahun 2019.
Hari Nugroho, Kepala Dinas Bina Marga DKI Jakarta, Rabu (23/1/2019), membenarkan kesemrawutan utilitas itu.
Pada Desember 2018, ada Instruksi Gubernur DKI Jakarta Nomor 126 Tahun 2018 tentang Penataan dan Penertiban Jaringan Utilitas. Ingub mengatur supaya seluruh kabel yang menggantung diturunkan.
Melalui Ingub tersebut, lanjut Hari, sudah diatur klaster penataan dan penertiban utilitas. Ia menyebutkan, di Jakarta Timur penertiban dilakukan di 17 titik lokasi, Jakarta Selatan 15 titik, Jakarta Pusat 15 titik lokasi, Jakarta Barat di 20 titik lokasi, dan di Jakarta Utara 13 lokasi.
Hari melanjutkan, sesuai Ingub, penertiban dilakukan bertahap, mulai triwulan pertama sampai akhir 2019. Namun diakui Hari, penurunan utilitas tidak bisa asal dilakukan.
Pihak Bina Marga mesti menyurati sekitar 20 pemilik jaringan. "Isi suratnya meminta mereka merapikan utilitas milik mereka. Kami memberi mereka waktu satu bulan. Apabila dalam satu bulan belum beres, kami yang memotong-motong," jelas Hari.
Muhammad Ikhsan Asaad, General Manager PLN Disjaya, menjelaskan, ia sudah menerima surat edaran dari Pemprov DKI terkait penataan dan penertiban utilitas tersebut. "Kami akan mengikuti surat edaran mengenai jadwal penataan itu. Di triwulan I (penertiban) ada di mana, sampai dengan di triwulan IV di mana," jelas Ikhsan.
Hanya saja, ia menilai, penataan itu belum sampai membuat ducting di trotoar di DKI Jakarta. "Yang dibuat Pemprov dalam proses revitalisasi trotoar bukan ducting, tetapi main hole (lubang untuk menurunkan utilitas)," jelas Ikhsan.
Para pemilik utilitas juga mesti mengebor sendiri untuk memasukkan utilitas ke jaringan bawah tanah. Langkah ini diyakini tidak efisien.
PLN akan mengusulkan kepada Pemprov untuk menunjuk satu kontraktor yang menjadi pelaksana untuk menurunkan utilitas itu.
"Akan sangat tidak efisien bila misalnya hari ini kami PLN mengebor, besoknya Telkom mengebor sendiri. Betapa repotnya dan itu justru akan merusak kabel atau utilitas," jelas Ikhsan.
Untuk itu, ia berharap para pemilik utilitas dan Pemprov DKI duduk bersama dan menentukan waktu untuk serentak menurunkan kabel. Para pemilik utilitas tinggal membayar jasa mengebor hingga menurunkan utilitas kepada kontraktor.
Begitu kabel itu diturunkan, kata Ikhsan, PLN tidak bisa langsung memberi pelayanan, namun harus menunggu sampai kabel di bawah terpasang atau tertanam.
"Kami menunggu semua tertanam dulu baru dialiri listrik supaya tidak ada yang padam. Setelah itu, baru kabel-kabel udara diturunkan. Sebetulnya, untuk kabel tegangan 20 volt sudah di bawah tanah. Tinggal kabel udara tegangan rendah untuk mengirim ke rumah-rumah (yang masih menggelantung)," jelas Ikhsan.
Ikhsan juga menambahkan, untuk menurunkan utilitas itu, PLN tidak bisa asal menurunkan kabel namun juga mesti mengganti dengan kabel baru. Standar PLN selama ini berupa kabel udara.
Namun karena ada upaya menata dengan menurunkan utilitas maka PLN mesti mengadakan kabel baru yang sesuai dengan penempatan di bawah tanah. Harga kabel bawah tanah ini cukup mahal. "Kabel di udara itu sekitar Rp 50.000 per meter. Kalau di bawah Rp 500.000 per meter," kata dia.
Sesuai surat edaran yang diterima PLN, utilitas yang mesti diturunkan adalah yang berada di jalan protokol saja. Artinya, itu belum mencakup semua jaringan kabel udara PLN yang mencapai 13.500 km di seluruh DKI. Pekan ini, PLN masih menghitung perencanaan penataan utilitas itu.
Belum menyeluruh
Nirwono Joga, pengamat tata kota, mengungkapkan, Dinas Bina Marga DKI Jakarta tidak memiliki peta jaringan utilitas eksisting dan rencana induk jaringan utilitas. Apabila kedua hal itu ada, saat ada pemasangan baru, para pemilik tinggal mengikuti peta dan rancangan induk itu.
"Ini memang pekerjaan rumah untuk Pemprov DKI Jakarta. Di trotoar DKI Jakarta, setidaknya ada 10 instansi (yang terlibat)," ujar Nirwono.
Tambahan lagi, trotoar di Jakarta belum dilengkapi ducting. Ia menyayangkan penataan trotoar yang tidak langsung menyertakan ducting itu.
Belajar ke negara lain, untuk trotoar selebar lima meter, maka tiga meter di antaranya langsung dibagi untuk saluran air. Lalu satu meter di kiri untuk pemasangan jaringan kabel yang diatur yakni lapisan atas untuk kabel listrik, lapisan berikutnya untuk kabel lainnya.
Sedangkan satu meter di kanan untuk jaringan perpipaan, mulai pipa air bersih, air kotor, dan gas.
Nirwono menambahkan, apabila Pemprov DKI mau mengatur secara menyeluruh, tidak ada lagi penggalian berulang-ulang di trotoar.
Ia menyangsikan penataan trotoar di Sudirman-Thamrin sudah diikuti penataan utilitas.