Sedang Bertransaksi, Seorang Mucikari Ditangkap di Bekasi
Oleh
Kurnia Yunita Rahayu
·3 menit baca
BEKASI, KOMPAS — Polisi menggagalkan transaksi prostitusi di Hotel Aston, Kota Bekasi, Jawa Barat. Seorang mucikari ditangkap dan ditetapkan sebagai tersangka.
Wakil Kepala Kepolisian Resor Metro Bekasi Kota Ajun Komisaris Besar Eka Mulyana mengatakan, mucikari bernama SN (28) itu ditangkap saat bertransaksi di Hotel Aston, Kota Bekasi, Kamis (31/1/2019). SN menjajakan tiga perempuan untuk dijadikan pekerja seks komersial (PSK).
”SN mengaku menjajakan para PSK melalui media daring dengan biaya Rp 1 juta per pemesanan,” kata Eka di Bekasi, Sabtu (2/2/2019). Biaya itu belum termasuk uang sewa hotel dan honor untuk SN.
Eka menambahkan, SN ditetapkan sebagai tersangka karena mengambil keuntungan pribadi dari praktik prostitusi tersebut. Ia dijerat dengan Pasal 296 dan atau Pasal 506 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dengan ancaman hukuman 1 tahun penjara.
Dari transaksi tersebut, polisi menyita tanda terima pembayaran sewa kamar hotel seharga Rp 1.191.051 atas nama SN dan dua kartu akses kamar sebagai barang bukti. Selain itu, polisi juga menyita uang Rp 3,5 juta, telepon seluler, dan 11 bungkus alat kontrasepsi.
Prostitusi di apartemen
Selain di hotel, Kamis lalu polisi juga menggagalkan transaksi prostitusi di apartemen. Eka mengatakan, transaksi itu diketahui dari hasil patroli siber.
NB (30), pelaku yang menawarkan layanan jasa seks lewat aplikasi pesan daring, ditangkap di apartemen Kemang View, Kota Bekasi. Ia ditetapkan sebagai tersangka sebagaimana diatur dalam Pasal 45 Ayat (1) juncto Pasal 27 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Ia diancam dengan hukuman penjara paling lama 6 tahun.
Sebagai barang bukti, polisi menyita uang tunai sebesar Rp 600.000 dan tiga telepon seluler. Selain itu, disita pula empat bungkus alat kontrasepsi.
Penangkapan tersebut menambah daftar praktik prostitusi di apartemen. Sebelumnya, pada Oktober 2018, Polres Metro Bekasi Kota menangkap 24 orang yang terlibat dalam prostitusi daring di apartemen Grand Centerpoint. Polisi menetapkan tiga tersangka yang berperan sebagai mucikari. Polisi juga menahan 20 PSK dan satu pengguna jasa seks komersial (Kompas, 13/10/2018).
Ketiga mucikari tersebut mengaku memasarkan PSK melalui media sosial Twitter, Whatsapp, dan Facebook dengan harga Rp 500.000-Rp 800.000 sekali pelayanan. Pengelola media sosial mendapatkan imbalan Rp 100.000 per transaksi, sedangkan penyedia kamar mendapat Rp 300.000-Rp 350.000 per transaksi. Sisanya diberikan kepada PSK.
Ketua Komisi I DPRD Kota Bekasi Chairoman Juwono Putro mengatakan, praktik prostitusi di apartemen merupakan kejadian berulang sejak 2016. Hal itu terjadi karena pemanfaatan unit yang tak sesuai ketentuan. ”Padahal, izin apartemen itu sebagai permukiman, bukan hotel,” ujarnya.
Di Apartemen Grand Centerpoint, misalnya, data pengurus menunjukkan, dari sekitar 900 unit di sana, hanya sekitar 100 unit yang digunakan untuk tempat tinggal. Unit-unit lainnya disewakan, baik langsung oleh pemilik maupun melalui agen.
Chairoman menyebutkan, peraturan daerah mengenai penggunaan unit apartemen perlu segera dibuat. Tanpa aturan yang jelas, fungsi apartemen rentan dipakai untuk bisnis prostitusi.