Pastikan Integrasi Tarif dan Konektivitas
JAKARTA, KOMPAS - Menjelang operasional komersial Moda Raya Terpadu (MRT) Jakarta dan kereta ringan cepat light rail transit (LRT), Dinas Perhubungan DKI Jakarta memastikan kajian integrasi antarmoda terus dimatangkan. Dishub menargetkan bisa memunculkan integrasi tarif dan konektivitas antarmoda.
Sigit Wijatmoko, Pelaksana Tugas (plt) Dinas Perhubungan DKI Jakarta, Sabtu (02/02/2019) menjelaskan sejak penandatanganan nota kesepahaman atau MoU antara PT Mass Rapid Transit (MRT) Jakarta dengan PT Transportasi Jakarta akhir November 2018 tentang integrasi antarmoda, kajian integrasi masih berlangsung.
Yang sedang dilakukan saat ini dalam kaitan dengan kajian integrasi antarmoda adalah inventarisasi rute-rute eksisting Transjakarta dari Lebak Bulus ke Bundaran Hotel Indonesia. Selain itu juga menginventarisir stasiun-stasiun MRT dan pintu masuk stasiun (entrance).
Langkah itu, lanjut Sigit, dilakukan untuk mengetahui dan memastikan pola integrasi antarmoda. Itu karena stasiun MRT ada yang terletak di atas (stasiun layang) dan ada yang di bawah (stasiun bawah tanah).
"Bicara entrance maupun lokasi stasiun, lokasi stasiun ada yang layang ada yang bawah tanah. Kalau kita bicara titik layang berarti nanti titik integrasinya akan seperti apa dan bagaimana, demikian juga dengan yang titik bawah tanah. Sehingga pola integrasinya menjadi satu hal penting. Apakah nanti cukup dengan perubahan fisik di halte atau stasiun, atau dengan rekayasa teknis yang lain," jelas Sigit.
William P. Sabandar, Direktur Utama PT MRT Jakarta menyatakan, MRT Jakarta yang di fase 1 masih beroperasi di trek sepanjang 16 km, harus didukung oleh moda transportasi lain. Ke-13 stasiun MRTJ harus didukung baik oleh interkoneksi baik dengan transportasi umum lain utamanya Transjakarta.
"Oleh sebab itu hari-hari ini yang kita lakukan adalah melihat kembali satu per satu area stasiun-stasiun kita dan mencermati titik-titik dimana kita bisa melakukan integrasi dengan Transjakarta. Atau rute Transjakarta darimana yang bisa masuk ke stasiun MRT Jakarta," jelas William.
William menyontohkan satu pola integrasi di stasiun Fatmawati yang adalah stasiun layang. "Disana kita bisa melihat dimana drop off kendaraan pribadi, kendaraan umum atau feeder, Transjakarta, potensi titik-titik transfer, juga park and ride kendaraan bisa parkir lalu penumpang transfer ke MRTJ," jelas William.
Pola demikian bisa dilakukan di stasiun layang (elevated) yang ada di luar Jakarta, yaitu di luar koridor Sudirman-Thamrin. "Ini studi yang sedang kita lakukan dengan Transjakarta. Studi ini kita sampaikan ke gubernur sesegera mungkin," jelas William.
Sigit melanjutkan, integrasi antarmoda mesti dilihat sebagai sebuah kesatuan dari hulu ke hilir. "Kita pastikan integrasinya bukan hanya fisik tetapi juga konektivitas dan jadwal. Transjakarta sudah menggunakan aplikasi, MRT juga punya. Ini yang kita minta untuk disambungkan juga bersama-sama untuk integrasi," jelas Sigit.
DKI, Sigit melanjutkan, tidak ingin situasi di stasiun-stasiun kereta komuter (KCI) terulang. "Kita menghindari apa yang terjadi pada lokasi stasiun KRL. Sekarang ini pengguna KRL terus meningkat tetapi tidak dibarengi dengan konektivitas yang baik. Akibatnya ini jadi simpul kemacetan. Kita tidak mau itu semua," ujar Sigit.
Dalam kaitan integrasi MRT Jakarta - Transjakarta, ditambahkan Sigit, langkah itu juga menjadi penting karena bisa mendukung angka keterangkutan atau jumlah penumpang MRT.
Terkait konektivitas fisik, LRT Jakarta juga tengah menyelesaikan jembatan penghubung dari stasiun Velodrome ke halte Transjakarta, halte Pemuda. Jembatan itu akan memudahkan penumpang berpindah moda, dari LRT ke Transjakarta dan sebaliknya.
Sementara untuk tarif, Sigit memastikan, saat MRT dan LRT beroperasi, tarif akan terintegrasi dengan tarif moda eksisting. "Sekarang masih kita review, dalam 1-2 minggu ke depan sudah bisa ditetapkan. Untuk tarif sudah pasti memperhitungkan integrasi. Tapi untuk platform pembayaran, masih on progress karena pembahasan joint venture (JV) tiga BUMD transportasi juga masih terus berjalan. Semua satu tarif kita hitung nya," papar Sigit.
Masih terkait integrasi, PT Transjakarta, KAI, Dan KCI tengah menata ulang alur penumpang atau pejalan kaki di Tanah Abang. Dalam rilis resmi dari Transjakarta disebutkan mulai 7 Februari 2019 penumpang atau pejalan kaki yang akan menggunakan KRL melalui area gate di hall atas Stasiun Tanah Abang diarahkan untuk menggunakan akses Jembatan Penyeberangan Multiguna (JPM) untuk menuju stasiun Tanah Abang.
Penyesuaian itu telah dikordinasikan antara PT Transportasi Jakarta (Transjakarta), PT KAI Daop 1 dan PT Kereta Commuter Indonesia (KCI). "Jalan Jatibaru akan dibebaskan dari orang berjalan kaki, menyeberang sembarang, penurunan hingga penjemputan,” kata Direktur Utama Transjakarta Agung Wicaksono di Jakarta, Minggu (3/2).
Penumpang kereta yang ingin memanfaatkan layanan Transjakarta bisa menuju halte Tanah Abang dengan akses tangga. Begitu pula sebaliknya, pelanggan Transjakarta bisa mengakses stasiun Tanah Abang karena keduanya saling terintegrasi.
Halte Transjakarta Tanah Abang saat ini menyediakan sejumlah layanan, antara lain Tawakal-Tanah Abang (JAK7), Tanah Abang-Kota (JAK10) , Tanah Abang-Kebayoran Lama (JAK11), Tanah Abang-Pos Pengumben-Kebayoran Lama (JAK12), dan Tanah Abang-Meruya (JAK14). Serta Tanah Abang-Gondangdia (1H), Tanah Abang-Blok M (1N), Stasiun Tanah Abang-Stasiun Senen (1R), Kampung Melayu-Tanah Abang (5F) Tanah Abang-Kebayoran Lama (8C), Tanah Abang-Batusari (8K), Pasar Minggu-Tanah Abang (9D), dan History of Jakarta Explorer (12E).
Di Tanah Abang, Transjakarta juga menyediakan layanan gratis, Tanah Abang Explorer.
Masyarakat juga diminta menggunakan Jembatan Penyeberangan Multi Guna (JPM) di Tanah Abang yang merupakan kawasan berorientasi transit (Transit Oriented Development/TOD) hasil penataan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk aksesbilitas masing-masing.
Direktur Utama PT KCI Wiwik Widayanti menjelaskan, pihaknya mendukung integrasi antar moda di Stasiun Tanah Abang, salah satunya dengan penataan di jalan Jatibaru dan pemanfaatan fasilitas JPM. “Kami dukung upaya memanfaatkan JPM secara maksimal, salah satunya agar integrasi antar moda berjalan,” jelas Wiwik Widayanti.
Untuk mendukung program ini, PT KCI meminta pengguna menyesuaikan pilihan akses keluar dari Stasiun Tanah Abang sesuai dengan moda lanjutan yang hendak digunakan. Pengguna yang hendak melanjutkan perjalanan dengan menggunakan ojek daring, ojek, bajaj, taksi, maupun moda lainnya dapat keluar dari hall utara (bangunan baru) Stasiun Tanah Abang.
Sementara pengguna yang hendak melanjutkan perjalanan dengan Transjakarta, bus kota lainnya, maupun mikrolet dapat keluar dari hall selatan (bangunan lama) Stasiun Tanah Abang dan mengakses tangga di sisi kanan dan kiri bangunan sesuai petunjuk yang ada di lokasi. Bagi mereka yang hendak berjalan kaki ke kawasan Pasar Tanah Abang juga diarahkan hanya menggunakan JPM, tidak melintas maupun menyebrang sembarangan di Jalan Jatibaru.
Sebaliknya, saat hendak mengakses stasiun, para calon penumpang KRL yang menggunakan kendaraan bus TransJakarta maupun mikrotrans Jak Lingko agar dapat masuk melalui hall selatan (bangunan lama) Stasiun Tanah Abang sesuai lokasi perhentian bus. Sementara calon penumpang yang menggunakan moda lain dapat masuk melalui hall utara (bangunan baru) Stasiun Tanah Abang.