Usaha Rintisan Didorong Jadi Rantai Pasok Industri Besar
Oleh
Sucipto
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Inovasi yang dikembangkan menjadi usaha rintisan didorong menjadi rantai pasok industri besar yang sudah berpengalaman dalam dunia usaha. Hal ini dilakukan agar akses pasar produk usaha rintisan terbuka luas.
Selama 2014-2019, Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi telah membina lebih dari 1.300 inovasi yang berkembang menjadi usaha rintisan. Usaha rintisan itu didanai antara Rp 300 juta - Rp 600 juta. Setelah didampingi untuk mengembangkan inovasi selama dua tahun, mereka diharapkan bisa berkembang dan berkolaborasi dengan industri besar.
Direktur Jenderal Peguatan Inovasi, Kementerian Ristek Dikti, Jumain Appe, Kamis (28/3/2019) di Jakarta, mengatakan, kolaborasi diperlukan antara industri besar dan usaha rintisan. Usaha rintisan tidak mungkin berjuang sendiri di tengah pasar yang baru dijajaki usaha rintisan.
"Usaha rintisan bisa menjadi supply chain bagi industri besar karena yang bermain di pasar adalah industri besar," katanya dalam acara "Indonesia Start Up Summit".
Sebagai contoh, salah satu inovasi yang sudah menjadi usaha rintisan adalah Anggur Laut Bulung Bali. Anggur laut dapat ditemukan di sekitar perairan Bali. Namun, penjualannya terkendala kebersihan dan kandungan yang belum terjamin.
Tiga anak muda Bali akhirnya mengembangkan budidaya anggur laut di dalam bak terkontrol. Mereka bermitra dengan distributor makanan segar ke hotel, restoran, dan katering di Bali. Kolaborasi semacam itu membantu usaha rintisan agar tidak sulit membuka pasar baru.
Penggunaan riset
Menteri Ristek Dikti, Mohamad Nasir, mengatakan, kuantitas dan kualitas inovasi anak bangsa perlu terus ditingkatkan di masa depan. Hal itu dilakukan dengan membangun komunikasi antara Kementerian Ristek Dikti, usaha rintisan, dan industri swasta.
Ia mengatakan, beberapa industri besar sudah memanfaatkan inovasi yang sudah berkembang menjadi usaha rintisan. Ke depannya, diharapkan usaha-usaha rintisan itu terus berinovasi dengan mengandalkan riset.
Nasir mengatakan, saat ini jumlah publikasi ilmiah Indonesia terbanyak kedua di ASEAN dengan jumlah 32.159 publikasi. Pada 2013, Indonesia hanya ada di urutan keempat.
Nasir berharap, angka publikasi ilmiah indonesia terus meningkat. Hal itu dapat dipacu oleh geliat industri dan usaha rintisan. Berdasarkan pengamatannya di banyak negara, jumlah publikasi ilmiah seiring dengan pemanfaatan hasil riset oleh industri.
"Di beberapa negara, riset berkembang cepat karena industri memanfaatkan riset," kata Nasir.