JAKARTA, KOMPAS — Faisal Syafrudin, Kepala Badan Pajak dan Retribusi Daerah atau BPRD DKI Jakarta, menjelaskan, berkenaan dengan kebijakan perluasan penerima pembebasan Pajak Bumi dan Bangunan, potensi kehilangan penerimaan pajak DKI sebesar Rp 27 miliar. Namun, potensi kehilangan itu akan bisa ditutupi dengan pendapatan pajak dari bangunan komersial yang tingkat pertumbuhannya tinggi.
”Kisaran seluruhnya hampir Rp 27 miliar. Itu termasuk dari guru, dosen, atau tenaga pendidik,” kata Faisal, Jumat (26/4/2019).
Dijelaskan Faisal, pertumbuhan kawasan komersial di DKI Jakarta lebih cepat dibandingkan dengan pertumbuhan kawasan residensial. Hal itu dinilai sebagai keuntungan yang akan menopang pembebasan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) DKI bagi kelompok khusus tersebut.
BPRD juga memetakan kembali data wajib pajak yang sesuai dengan kondisi di lapangan. Tujuannya, supaya pembebasan pajak tepat sasaran dan adil.
Perluasan pembebasan PBB di Jakarta diberlakukan setelah Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan merevisi peraturan gubernur terkait pembebasan PBB untuk memperluas sasaran penerima.
BPRD memetakan kembali data wajib pajak yang sesuai dengan kondisi di lapangan. Tujuannya, supaya pembebasan pajak tepat sasaran dan adil.
Melalui Peraturan Gubernur Nomor 42 Tahun 2019, Anies membebaskan PBB untuk veteran pejuang kemerdekaan, veteran pembela kemerdekaan, penerima tanda jasa bintang gerilya, mantan presiden dan mantan wakil presiden, mantan gubernur dan mantan wakil gubernur, purnawirawan TNI/POLRI, serta pensiunan pegawai negeri sipil, guru, dosen, dan tenaga kependidikan, atau janda/dudanya.
Untuk pembebasan itu, kata Anies, pada hari Jumat, di kantor dinas teknis, Pemerintah Provinsi DKI masih perlu mengumpulkan informasi dan obyek pajak bangunan untuk perkotaan dan perdesaan secara komprehensif. Proses yang disebut fiscal cadaster itu diharapkan bisa selesai pada 2019 supaya bisa menjangkau seluruh Jakarta.
”Dengan begitu, pada tahun depan kebijakan pajak kita berdasarkan kenyataan di lapangan,” kata Anies.