Kenaikan tarif ojek daring membuat sebagian pengguna beralih memakai alternatif angkutan lain. Penyebabnya, tarif baru itu dianggap terlalu memberatkan.
Oleh
Maria Clara Wresti
·3 menit baca
Kenaikan tarif ojek daring membuat sebagian pengguna beralih memakai alternatif angkutan lain. Penyebabnya, tarif baru itu dianggap terlalu memberatkan.
JAKARTA, KOMPAS — Kenaikan tarif ojek daring yang berlaku per 1 Mei dikeluhkan sebagian besar penumpang. Dari 3.000 penumpang dari lima kota yang disurvei Research Institute of Socio-Economic Development, 75 persen di antaranya menolak kenaikan itu. Akibatnya, banyak konsumen yang mulai berpikir untuk mencari alternatif transportasi lain.
Sebesar 75,2 persen konsumen ojek daring berasal dari masyarakat berpendapatan menengah ke bawah. Akibatnya, banyak konsumen yang mulai berpikir untuk mencari alternatif transportasi lain.
”Pengguna ojek daring sangat sensitif terhadap perubahan tarif. Bagi yang mempunyai alternatif kendaraan lain, seperti angkot, mereka akan berpindah. Jadi, kenaikan tarif yang tujuannya untuk menaikkan pendapatan pengemudi, tidak terwujud karena jumlah penumpang menurun,” kata Ketua Tim Peneliti Research Institute of Socio-Economic Development (Rised), Rumayya Batubara, di Jakarta, Senin (6/5/2019).
Menurut Rumayya, tarif yang diatur pemerintah ini tidak mencerminkan tarif yang harus dibayarkan oleh konsumen. Konsumen harus membayar lagi tarif untuk aplikator yang besarnya 20 persen.
”Contohnya untuk konsumen di Jabodetabek harus membayar Rp 2.500 per km. Sementara yang ditetapkan Kemenhub adalah Rp 2.000 per km. Tarif ini tarif bersih yang diterima oleh pengemudi,” kata Rumayya.
Menurut dia, rata-rata konsumen bersedia tarif naik hingga Rp 5.200 per hari untuk di wilayah Jabodetabek. Sementara di luar Jabodetabek sekitar Rp 4.900 per hari. Namun, kenyataannya kenaikan mencapai Rp 6.000 per hari di Jabodetabek dan di luar Jabodetabek mencapai Rp 5.000 per hari.
Rumayya mengatakan, kenaikan pengeluaran itu ditolak oleh 47,6 persen kelompok konsumen yang mau menambah alokasi maksimal Rp 4.000-Rp 5.000 per hari. Bahkan sebenarnya ada pula 27,4 persen kelompok konsumen yang tidak mau menambah pengeluaran sama sekali. Totalnya menjadi 75 persen secara nasional.
Sementara ekonom Universitas Indonesia, Fithra Faisal, menyayangkan kenaikan tarif ojek daring ini dilakukan saat bulan Ramadhan, ketika pengeluaran masyarakat cukup tinggi. Akibatnya, kenaikan tarif ini akan berdampak pada inflasi juga.
”Pengeluaran transportasi sehari-hari berkontribusi sekitar 20 persen bagi pengeluaran konsumen setiap bulan,” kata Fithra.
Menurut Fithra, selain berdampak inflasi, kenaikan tarif ini juga bisa menyurutkan orang untuk menggunakan jasa ojek daring. Padahal, ojek daring ini terkait pada bisnis rumah makan, e-dagang, dan sebagainya. ”Jadi, yang akan terdampak banyak sekali,” ujarnya.
Sementara itu, Direktur Angkutan Jalan Ditjen Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan Ahmad Yani mengatakan, pihaknya telah berbicara dengan lembaga konsumen dan juga pengemudi mengenai tarif baru itu.
”Saya mendengar ada konsumen yang mengeluh tarifnya naik gila-gilaan. Oleh karena itu, kami bersama tim independen akan melakukan survei tarif ini. Ada sekitar 10.000 yang akan kami data. Jadi bisa dipertanggungjawabkan hasilnya karena menggunakan data,” kata Yani.
Dikatakannya, survei ini akan dilakukan dalam waktu 10 hari. Hasilnya akan digunakan untuk menentukan, apakah tarif akan tetap atau akan diturunkan. ”Kita lihat nanti hasilnya bagaimana,” ujarnya.
Sela (20), warga Tangerang Selatan, keberatan dengan kenaikan tarif yang diberlakukan melalui aplikasi ojek daring, Senin. Dari Stasiun Palmerah, Jakarta Pusat, ia terbiasa menggunakan ojek daring menuju Universitas Esa Unggul di Duri Kepa, Jakarta Barat. Biaya perjalanan itu lebih mahal sekitar Rp 3.000 hingga Rp 4.000, yakni menjadi Rp 17.000.
”Kalau setiap hari pergi dengan harga segitu, saya terpikir untuk bawa kendaraan sendiri. Biar lebih mahal, tapi bisa lebih mengatur mobilitas,” kata Sela.
Di lain pihak, Yudi Prayudi (41), salah satu pengemudi ojek daring, merasa diuntungkan. Dulu, dalam sehari, ia mendapat sekitar Rp 350.000 dengan 20 kali perjalanan. Dengan tarif baru, hingga pukul 18.00, ia mendapat sekitar Rp 400.000 dengan jumlah perjalanan yang sama. (AGUIDO ADRI/ADITYA DIVERANTA)