Pendatang Berkompetensi Masih Dibutuhkan
DEPOK, KOMPAS — Pemerintah Kota Depok diminta untuk mengantisipasi dan mempersiapkan diri dalam menyambut pendatang dari desa yang tiba bersamaan dengan berakhirnya libur Lebaran. Hal yang krusial untuk disiapkan adalah hunian dan lapangan pekerjaan untuk para pendatang. Kebutuhan tersebut perlu dibarengi dengan kualitas warga yang memiliki kompetensi.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Jawa Barat tahun 2018, Depok merupakan salah satu kota dengan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) tertinggi di Indonesia, yaitu 80,29. Angka tersebut naik jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya, yaitu 79,30.
Seperti yang dikatakan Wakil Wali Kota Depok Pradi Supriatna, pembangunan manusia di Depok meningkat sangat tinggi. ”Hal itu tidak lepas dari status Depok sebagai kota penyangga kota DKI Jakarta. Depok merupakan alternatif bagi warga. Seiring perjalanan waktu, Depok terus membangun dan semakin berkembang pesat. Tidak hanya menjadi kota penyangga, tetapi bisa menjadi kota besar seperti Jakarta,” katanya, Senin (10/6/2019).
Perkembangan pesat Kota Depok dalam usaha membangun manusia dan menunjang kebutuhan hidup warga terlihat dari pembangunan mal, apartemen, perumahan, hingga Jalan Tol Cinere-Jagorawi. Hingga saat ini, pembangunan kebutuhan warga terus berlangsung.
Hal ini pula yang kemudian menarik orang untuk datang ke Depok karena fasilitas dan akses yang mulai lengkap. Karena itu, setiap tahun penduduk di Depok juga terus meningkat.
Pradi mengatakan, tidak ada larangan bagi warga yang ingin tinggal di Depok. Namun, isu urbanisasi menjadi sangat penting di kota peyangga jika dilihat dari kualitas manusianya.
”Ada beban yang ditanggung pemerintah, yaitu memberikan pelayanan seperti rumah atau lapangan pekerjaan kepada warga yang tidak memiliki kompetensi dan keahlian. Sementara ada warga ber-KTP Depok yang perlu diperhatikan terlebih dahulu, terutama untuk menyerap tenaga kerja. Ini akan berimbas pada penghasilan mereka. Tentu ini menjadi PR besar kita. Saat ini masih dalam pembahasan,” kata Pradi.
Pradi menuturkan, warga pendatang tidak bisa serta-merta mendapatkan pelayanan hidup, terutama bagi yang tidak memiliki kompetensi. ”Menyediakan rumah dan lapangan pekerjaan untuk pendatang? Kami belum berpikir sampai situ. Warga asli Depok (KTP Depok) adalah prioritas. Oleh karena itu, penting bagi pendatang memiliki kompetisi. Ini jadi salah satu solusi menjaga kualitas kota agar tidak terjadi ledakan jumlah penduduk dan pengangguran yang lebih besar,” ujarnya.
Ia melanjutkan, saat ini Pemkot Depok membutuhkan tenaga-tenaga kerja kreatif dan produktif sesuai dengan tingkat kebutuhan sektor formal atau informal. Jika para pendatang memiliki kompetensi, tentu akan mampu bersaing dengan lapangan pekerjaan yang tersedia di Depok atau di Jakarta.
”Pekerjaan rumah besarnya, penambahan jumlah penduduk yang tidak disertai kemampuan dan tidak memiliki potensi dan keahlian tentu akan kalah bersaing dan menjadi beban urbanisasi di mana pun. Percuma menyediakan lapangan kerja, tetapi tidak berkompetensi. Bagaimana kemudian mereka bisa menabung untuk kebutuhan hidup dan rumah?” ujarnya.
Pengamat tata kota dari Universitas Indonesia, Hendricus Andy Simarmata, mengatakan, arus urbanisasi datangnya pendatang dari desa ke Kota Depok adalah keniscayaan yang selalu terjadi setiap berakhirnya Lebaran. Sebab, Depok sebagai kota penyangga ibu kota menawarkan fasilitas dan taraf ekonomi yang tidak kalah dengan DKI Jakarta.
Para pendatang itu, lanjut Andy, tidak dilarang untuk mencari penghidupan yang lebih baik di Kota Depok. Hanya saja, menurut Andy, pemkot harus mempersiapkan diri dan mengantisipasi para pendatang itu.
”Migrasi untuk mencari penghidupan lebih baik itu tak hanya di Indonesia, tapi di seluruh dunia. Dunia kini menganut no one left behind, jadi semua orang berhak mencari penghidupan yang lebih baik. Maka dari itu pemerintah yang harus mempersiapkan diri dan mengantisipasinya,” ujar Andy yang dihubungi Minggu (9/6/2019).
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Depok, jumlah penduduk Depok pada 2017 mencapai 2.114.907 orang. Dengan luas wilayah 200,29 kilometer persegi, tingkat kepadatan penduduk Depok mencapai 10.559 jiwa per kilometer persegi.
Andy mengatakan, tingkat kepadatan penduduk itu sebetulnya masih berada dalam ambang batas rata-rata kepadatan suatu kota. Namun, Andy mempermasalahkan tidak meratanya kepadatan penduduk di wilayah-wilayah Kota Depok.
Jumlah penduduk terbanyak dan terpadat Kota Depok berada di Kecamatan Cimanggis 2017 yang mencapai 313.987 jiwa dan memiliki tingkat kepadatan penduduk 5.864 jiwa per kilometer persegi. Jumlah tersebut jauh lebih besar dibandingkan kecamatan Limo dengan jumlah penduduk 113.684 jiwa yang memiliki tingkat kepadatan penduduk 4.981 jiwa per kilometer.
”Jangan sampai pendatang ini membuat makin padat daerah yang sebelumnya sudah padat penduduk. Ini yang pemerintah perlu atur,” ujar Andy.
Antisipasi
Ia mengatakan, ada dua hal utama yang harus disiapkan Pemkot Depok, yaitu hunian dan lapangan pekerjaan bagi para pendatang. Dua hal ini, menurut Andy, belum diatur secara khusus oleh pemkot.
Pemkot seharusnya mengatur lahan khusus hunian untuk para pendatang. Bentuk hunian itu bisa berupa rumah susun dengan harga sewa yang sesuai dengan kalangan menengah ke bawah.
”Pendatang ini biasanya tinggal sementara bersama keluarga atau kerabatnya. Namun, lama-kelamaan mereka perlu tempat tinggal sendiri. Akibatnya, mereka membuat bangunan semipermanen. Selain membuat permukiman jadi tampak kumuh, hunian seperti ini juga jauh dari layak untuk mereka,” ujar Andy.
Ia mengatakan, pemkot yang bisa memanusiakan manusia itu bukan sekadar tidak melarang pendatang untuk mencari peruntungan di kota, melainkan juga mengaturnya. Andy mencontohkan di Jerman. Para pendatang diminta datang ke kantor pemerintah setempat untuk melaporkan kehadirannya, setelah itu pemerintah akan membantu mencarikan tempat tinggal yang layak.
Andy kembali mencontohkan, dirinya ke Jerman bersama keluarganya yang berjumlah empat orang. Mereka punya aturan, minimal hunian yang layak untuk empat orang itu 36 meter persegi dengan rincian satu orang punya ruang minimal 9 meter persegi.
Pemerintah Jerman akan membantu mencarikan hunian yang minimal seluas 36 meter persegi. Andy pun tidak diperbolehkan tinggal di hunian yang luasnya lebih kecil dari 36 meter persegi. Tidak hanya mengatur soal hunian, tapi pemkot juga harus bisa menyediakan hunian yang betul-betul layak.
”Aturan itu untuk memberi ruang bagi pendatang agar dimanusiakan oleh pemerintah,” ujar Andy.
Selain mengatur soal hunian, Andy juga meminta pemkot untuk mengatur soal pemberian lapangan kerja kepada para pendatang. Ia mengusulkan Dinas Tenaga Kerja Kota Depok bisa menyosialisakan lapangan kerja yang tersedia di Kota Depok.
”Para pendatang itu dari berbagai jenis kalangan, tetapi harus diakui banyak yang berkecimpung di sektor nonformal. Ini harus diantisipasi pemerintah kota agar cita-cita mereka meningkatkan derajat hidupnya bisa betul-betul terlaksana,” ujar Andy.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Depok, jumlah tingkat pengangguran terbuka pada 2015 mencapai 7,48 persen dari total penduduk yang mencapai 2,1 juta orang.
Ia mengatakan, Kota Depok sebetulnya memiliki banyak potensi kegiatan ekonomi yang bisa diberdayakan untuk menyerap tenaga kerja. Banyaknya kampus yang berlokasi di Depok membuat perekonomian kota didorong oleh daya beli mahasiswa. Hal ini menjadi peluang bagi pendatang untuk meningkatkan taraf ekonomi.