Sejong, ibu kota baru Korea Selatan, mampu menjadi ibu kota yang ramah lingkungan. Namun di sisi lain, keberadaan Sejong belum mampu menyelesaikan permasalahan di Seoul, salah satunya kepadatan penduduk.
Oleh
Ayu Pratiwi
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Indonesia bisa memetik banyak pelajaran dari pemindahan ibu kota Korea Selatan dari Seoul ke Sejong. Di satu sisi, Sejong mampu menjadi ibu kota yang ramah lingkungan dan ditopang oleh teknologi informasi. Namun di sisi lain, keberadaan Sejong belum mampu menyelesaikan permasalahan di Seoul, salah satunya kepadatan penduduk.
“Sejong itu adalah ibu kota termuda yang ada saat ini dan bisa dijadikan sebagai benchmark Ibu Kota baru Indonesia di Kalimantan Timur. Kecepatan pembangunannya sesuai dengan target dan planning-nya cukup luar biasa,” kata Mikhail Gorbachev, Juru Bicara Bidang Lingkungan Hidup dan Perkotaan Partai Solidaritas Indonesia (PSI) dalam diskusi yang membahas tentang ibu kota baru Indonesia, di Kantor Yayasan Madani Berkelanjutan, Jakarta, Senin (9/9/2019).
Selain Mikhail, hadir pula sebagai narasumber, pengamat tata kota dari Institut Teknologi Kalimantan Farid Nurrahman.
Sejong sudah diwacanakan menjadi ibu kota baru Korea Selatan sejak 2002. Namun baru pada 2012, Sejong diresmikan menjadi ibu kota baru.
Sejong dinilai Mikhail bisa jadi contoh karena pembangunan ibu kota baru itu sama seperti yang diinginkan pemerintah Indonesia dari ibu kota baru di Kalimantan Timur, yaitu ramah lingkungan.
Dia mencontohkan pengelolaan sampah. Di Sejong, tak ada lagi truk sampah yang malang melintang untuk memungut sampah. Sampah telah dialirkan langsung ke tempat pembuangan akhir sampah melalui jaringan pipa. "Instalasi seperti ini harus dipertimbangkan dari awal,” ujarnya.
Selain itu, pasokan listrik sudah bertumpu pada pembangkit listrik tenaga surya. Ibu kota baru Indonesia di Kalimantan Timur yang berada dekat dengan garis khatulistiwa, seharusnya juga memanfaatkan tenaga surya untuk memasok kebutuhan listrik.
Mengutip laporan US News & World Report, Juni 2019, Sejong telah menjadi kota yang ramah lingkungan. Ruang terbuka hijau cukup luas, sistem pengelolaan sampahnya ramah lingkungan, listrik dipasok dari pembangkit listrik tenaga surya, dan kota memanfaatkan teknologi informasi.
Sejak diresmikan sebagai ibu kota baru, 10 dari 18 kementerian Korea Selatan telah pindah ke Sejong.
Namun, menurut laporan, keberadaan ibu kota baru itu belum berhasil mengatasi isu kepadatan penduduk di Seoul. Jumlah penduduk di Seoul sebanyak 25 juta orang sedangkan di Sejong baru sebesar 325.000 orang. Padahal salah satu tujuan pemindahan untuk mengurangi kepadatan penduduk di Seoul.
Selain itu, Kim Kab-sung, Profesor dari Departemen Perencanaan dan Rekayasa Perkotaan Universitas Yonsei, melihat jumlah pusat perbelanjaan, sekolah, ruang budaya, klinik medis, dan hotel di Sejong belum memadai. Sistem transportasi di Sejong juga masih jauh tertinggal dari Seoul.
Kota hutan
Sementara Farid Nurrahman mempertanyakan konsep kota hutan dari ibu kota baru di Kalimantan Timur. Sebab seringkali konsep ramah lingkungan itu hanya menjadi jargon. Saat mulai dibangun, konsep itu dilupakan.
Oleh karena itu, dia meminta pemerintah untuk betul-betul memetakan, berapa banyak dari areal seluas 180.000 hektar yang bakal menjadi ibu kota, yang akan menjadi zona hijau.
"Daripada bicara mengenai kota hutan, lebih baik diperjelas tanah seluas 180.000 hektar ini berapa yang boleh dibangun dan yang tidak boleh dibangun. Misalkan komitmen pemerintah dari 180.000 hektar, yang boleh dibangun hanya 30.000 hektar saja atau bisa dizonasi agar menjadi lebih jelas mana yang boleh dan tidak,” tutur Farid.