Polisi kembali menangkap terduga teroris di wilayah Bekasi, Jawa Barat. Sebagian dari mereka memanfaatkan rumah kontrakan sebagai tempat persembunyian.
Oleh
Stefanus Ato
·4 menit baca
BEKASI, KOMPAS — Wilayah Bekasi, Jawa Barat, masih menjadi tempat persembunyian terduga terorisme yang terkoneksi dengan Jamaah Ansharut Daulah Bandung. Sebagian terduga teroris memanfaatkan rumah kontrakan sebagai tempat persembunyian untuk merencanakan aksi amaliyah.
Hanya dalam waktu satu hari, Tim Detasemen Khusus 88 Antiteror Kepolisian Republik Indonesia menangkap tujuh dari sembilan terduga teroris di wilayah itu.
Berdasarkan pengamatan, pada Senin (23/9/2019), salah satu lokasi yang digerebek polisi merupakan sebuah rumah kontrakan di wilayah RT 002 RW 004, Desa Karangsatria, Tambun Utara. Tempat itu merupakan tempat persembunyian terduga teroris berinisial AR (26) dan S (19). Keduanya merupakan pasangan suami istri yang tinggal di sana sekitar satu bulan.
Karmin (36), tetangga para terduga teroris itu, mengatakan, warga selama ini tidak mengenal penghuni kontrakan itu, lantaran penghuninya tertutup dan tidak pernah berkomunikasi dengan warga sekitar. Warga bahkan tidak pernah mengenal nama dan pekerjaan kedua terduga teroris itu.
"Dia tinggal dengan istrinya, sudah sekitar satu bulan. Kami tidak tahu kerjaan mereka apa, karena pagi sudah keluar nanti masuknya malam," katanya.
Ketua RT 002 RW 004, Desa Karangsatria, Ahmad Qurtubi menambahkan, pihak RT belum sempat meminta identitas penghuni rumah kontrakan itu karena mereka tinggal di sana belum sampai satu bulan. Bahkan, pemilik kontrakan belum sempat meminta identitas penghuni kontrakan untuk diserahkan ke pihak RT.
"Penghuni belum melapor, karena setelah kasih uang, dua tiga hari dia masuk. Karena orangnya tertutup dan susah ditemui, identitas dirinya belum sempat diminta," ucapnya.
Tim Densus 88 Antiteror Polri juga menangkap satu terduga teroris lain dengan inisial ASH (26) di RT 007 RW 002, Kelurahan Aren Jaya, Bekasi Timur, Kota Bekasi. Meskipun ASH tinggal bersama orangtuanya hampir 10 tahun, namun warga tidak begitu mengenal sosok ASH karena jarang bersosialisasi.
Ketua RT 007, RW 002 Kelurahan Aren Jaya, Denny Suwarto mengatakan, mereka mengenal orangtua ASH sebagai sosok yang ramah dan sangat akrab dengan warga sekitar. Namun, warga tidak menyangka anaknya terafiliasi kelompok terorisme. "Anaknya memang tertutup, setiap kali pulang kerja tidak pernah keluar rumah. Anak itu mengajar di salah satu yayasan di Babelan," ucap Denny.
Sembilan orang ditangkap
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal (Pol) Dedi Prasetyo, dihubungi terpisah mengatakan, Tim Densus 88 Anti Teror Polri menangkap 9 terduga teroris di wilayah Bekasi dan Jakarta. Dari jumlah itu, sebanyak 7 teroris dengan inisial AZ (28), H (21), IG (19), AR (23), S (19), SP (18), ASH (26) di tangkap di wilayah Bekasi. Adapun dua lainnya, dengan inisial MA (20) dan IG di tangkap di Clincing, Jakarta Utara, dan Jakarta Barat.
"Rencana aksi terorismenya tetap sasaran utama mereka untuk melakukan amaliyah. Sasaran mereka itu aparat dan kantor kepolisian," katanya.
Dedi menambahkan, dari sembilan orang tersangka yang ditangkap itu, Tim Densus 88 Antiteror Polri menyita sejumlah bahan peledak berdaya tinggi atau high eksplosif. Bahan peledak itu ditemukan di rumah MA (20) di Clincing, Jakarta Utara. "Cukup banyak ini. Dan ini sudah direncanakan untuk dirakit dan nanti akan dilakukan pada saat amaliyah," katanya.
Kelompok Antapani
Operasi Tim Detasemen Khusus Polri menangkap komplotan teroris JAD di wilayah Bekasi bukan yang pertama kali. Medio Mei 2019, Tim Densus 88 Anti Teror Polri juga melakukan penggerebekan dan penangakapan 6 terduga teroris di wilayah Bekasi Raya.
Pengamat terorisme Al Chaidar mengatakan, terorisme yang tumbuh di Bekasi masih terkoneksi dengan JAD Bandung. Namun, pergerakan dan persebaran mereka kian sulit dilacak sejak peristiwa peledakan bom di Kelurahan Antapani Kidul, Antapani, Kota Bandung, tahun 2017.
"Dulunya itu, ada di Antapani. Cuma sekarang mereka mengalami perpecahan dan setelah peristiwa tahun 2018 di Mako Brimob, mereka terpisah sama sekali dengan kelompok Bandung," katanya.
Chaidar mengatakan, keunikan dari kelompok ini, yakni mereka dapat melakukan amaliyah kapan saja, tanpa menunggu momentum. Cara perekrutan juga masih bersifat tradisional melalui pertemuan-pertemuan tertutup.
"Jadi, bukan rekruitmen yang bagus. Kalau jaringan lain biasanya kadang lewat media sosial. Aksi mereka juga kadang aneh, karena didekat rumah mereka juga bisa mereka ledakan bom," ucapnya.