Gagal di Uji Coba Pertama, Sistem 2-1 di Puncak Kembali Dicoba Sabtu Ini
Rekayasa lalu lintas dengan sistem kanalisasi lajur 2-1 akan sulit mengatasi kemacetan di Puncak selama badan jalan masih diokupasi pedagang kaki lima dan hilir-mudik orang keluar/masuk pasar.
Oleh
WISNU WARDHANA/STEFANUS ATO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Gagal mengurai kemacetan di uji coba pertama, rekayasa lalu lintas dengan sistem kanalisasi lajur 2-1 akan kembali diujicobakan di kawasan Puncak, Bogor, Jawa Barat, akhir pekan ini, Sabtu (7/12/2019). Uji coba kedua disebut akan berbeda dengan yang pertama. Namun, rekayasa lalu lintas itu diyakini belum cukup untuk bisa mengatasi kemacetan di Puncak.
Kanalisasi lajur 2-1 diuji coba oleh Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan (Kemenhub), bersama Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) Kemenhub, kepolisian, serta Pemerintah Kabupaten Bogor.
Untuk diketahui, uji coba pertama digelar pada 27 Oktober 2019. Saat itu, uji coba dilakukan sejak pagi hingga sore hari. Namun, rekayasa lalu lintas tersebut belum memenuhi ekspektasi. Kemacetan di jalur Simpang Gadog hingga Taman Safari tak ada bedanya dengan rekayasa lalu lintas yang kerap dipraktikkan di kawasan Puncak selama ini, yaitu sistem satu arah.
Pada uji coba kedua, Kepala Bidang Humas Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) Budi Rahardjo, di Jakarta, Rabu (4/12/2019), mengatakan, sistem 2-1 hanya akan diberlakukan mulai pukul 12.00 hingga 16.00.
Dua lajur diperuntukkan bagi kendaraan yang turun dari Puncak ke Simpang Gadog karena dalam rentang waktu itu, arus kendaraan bakal lebih banyak dari Puncak. Satu lajur lagi untuk arah sebaliknya.
Sebelum penerapan sistem 2-1, sistem yang diterapkan seperti yang berlaku selama ini, yaitu sistem satu arah. Mulai pukul 07.00 hingga pukul 12.00, satu arah akan bergantian diterapkan, dari arah Simpang Gadog atau sebaliknya.
Baris kerucut dikurangi
Yang berbeda di uji coba kedua ini, menurut Budi, baris kerucut lalu lintas pemisah jalur akan dikurangi.
Jika pada uji coba pertama ditempatkan dua baris kerucut untuk pemisahan tiga lajur, pada uji coba kedua ini hanya menempatkan satu baris kerucut untuk memisahkan lajur yang menuju Simpang Gadog dan Puncak.
”Hal ini dilakukan untuk dapat lebih memaksimalkan kapasitas jalan,” tambahnya.
Bupati Bogor Ade Munawaroh Yasin mengatakan, pada uji coba pertama, titik kemacetan terjadi di Pasar Cisarua, simpang Taman Safari, Tanjakan Selarong, dan simpang Megamendung. Di Pasar Cisarua, misalnya, kendaraan hanya bisa melaju pelan dengan kecepatan 10-15 kilometer per jam. Untuk menempuh jarak sekitar 1 kilometer, setidaknya dibutuhkan waktu 1 jam.
Ditambah lagi, tidak ada tempat bagi angkutan kota (angkot) untuk menepi saat menaikkan-menurunkan penumpang. Alhasil, angkot yang berhenti di badan jalan membuat laju kendaraan di belakangnya kerap kali tersendat.
Selain itu, laju kendaraan juga kerap kali tersendat saat kendaraan pribadi berhenti untuk membeli makanan/minuman di pedagang kaki lima. Sama seperti angkot, kendaraan pribadi terpaksa berhenti di badan jalan.
Bersifat sementara
Pengamat perkotaan dari Universitas Trisakti, Yayat Supriatna, melihat, sistem 2-1 akan sulit untuk bisa mengurai kemacetan selama badan jalan masih diokupasi pedagang kaki lima dan hilir-mudik orang keluar/masuk pasar. Ini seperti terlihat di persimpangan Megamendung dan Pasar Cisarua saat uji coba pertama.
Dia pun mengingatkan bahwa sistem 2-1 hanya solusi temporer untuk mengatasi kemacetan di Puncak. ”Ke depan, pemerintah harus siap menyediakan jalur alternatif bagi warga yang menuju kawasan puncak,” kata Yayat.
Solusi jangka pendek lainnya yang bisa ditempuh berupa program wisata ke puncak dengan angkutan umum massal, sosialisasi jalur alternatif (menjelang keluar Tol Cibubur), percepatan pelebaran jalan dari Gadog-Puncak, serta percepatan pembangunan tempat peristirahatan di Gunung Mas.
Sementara solusi jangka menengah yang bisa diambil berupa penyediaan jalur alternatif melalui Sentul (poros tengah timur) dan pembangunan jembatan penyeberangan orang. Kemudian solusi jangka panjang adalah pengembangan alternatif transportasi massal berbasis rel dari Kota Bogor menuju kawasan Puncak.