Kanalisasi Jalur 2-1 Jadi Solusi Memperlancar Mobilitas Warga Puncak
Mobilitas warga di kawasan Puncak, Bogor, terganggu akibat pemberlakuan sistem satu arah yang sejak beberapa tahun terakhir ini. Mereka berharap bisa mendapatkan kembali akses normal terutama dengan kanalisasi jalur 2-1.
Oleh
Aditya Diveranta
·3 menit baca
BOGOR, KOMPAS — Mobilitas warga di kawasan Puncak, Bogor, Jawa Barat, terganggu akibat pemberlakuan sistem satu arah yang diterapkan sejak beberapa tahun terakhir ini. Mereka berharap bisa mendapatkan kembali akses normal terutama dengan diberlakukannya kanalisasi lajur 2-1.
Ungkapan tersebut disampaikan sejumlah warga sehari setelah berlakunya uji coba kedua kanalisasi lajur 2-1 di kawasan Puncak, Minggu (8/12/2019). Edi Santoso (42), warga Cisarua, kesulitan menyesuaikan aktivitas dengan waktu pemberlakuan satu arah yang tidak menentu saat akhir pekan.
Seperti pada Minggu siang, saat menuju ke Gadog dari Cisarua, Edi kesulitan untuk kembali pulang ke rumah. Sebab, kepadatan kendaraan akibat sistem satu arah mulai terjadi.
Saat satu arah berlaku mulai pukul 14.00. Ratusan kendaraan dari Arah Puncak menuju Gadog seketika melintasi Jalan Raya Puncak dalam hitungan menit. Jika menunggu naik seusai satu arah berlaku, Edi harus menunggu hingga pukul 20.00.
Kadang, waktu pemberlakuan satu arah itu pun kerap mundur karena kepadatan masih terjadi. ”Kalau sudah pukul 14.00, kendaraan dari arah Gadog sudah tidak punya kesempatan ke arah Puncak. Daripada rugi waktu, saya mending melawan arus,” ujar Edi.
Pilihan melawan arus juga dilakukan Ari (32), warga Ciawi, meski harus bersenggolan dengan kendaraan yang turun. Di Jalan Raya Puncak, ia hanya bisa mengandalkan sepeda motor untuk menyelinap di pinggir jalan yang sedang dibuat satu arah.
Kalau sudah pukul 14.00, kendaraan dari arah Gadog sudah tidak punya kesempatan ke arah Puncak. Daripada rugi waktu, saya mending melawan arus.
”Dari rumah saya, Ciawi, ke Pasar Cisarua jaraknya hampir enam kilometer. Mau naik angkot jurusan Cisarua saja harus nunggu satu jam lebih baru sampai,” kata Ari.
Sistem satu arah juga merugikan angkutan kota (angkot) trayek Sukasari-Cisarua. Fitroh (46), sopir angkot trayek tersebut, kerap mengurangi rute Sukasari-Cisarua dari empat kali putaran menjadi dua kali saja. Hal ini juga berdampak pada penghasilannya yang kurang dari Rp 250.000.
Terkait dengan kerugian waktu dan materiel, warga berharap rencana kanalisasi lajur 2-1 Puncak yang sedang diuji coba dapat menjadi solusi kepadatan jalur Puncak. Rencana kanalisasi diatur dengan membagi dua lajur naik (menuju Puncak) dan satu lajur turun (dari arah Puncak), serta berlaku kebalikannya.
Warga berharap rencana kanalisasi lajur 2-1 Puncak yang sedang diuji coba dapat menjadi solusi kepadatan jalur Puncak.
Sistem yang telah dua kali diuji coba, yakni pada 27 Oktober dan 7 Desember, masih akan dirapatkan bersama Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ), Pemerintah Kabupaten Bogor, dan kepolisian setempat.
Kepala Bidang Pengendalian dan Operasional Dinas Perhubungan Kabupaten Bogor Bisma Wisuda menuturkan, sistem ini belum maksimal karena pelebaran jalan belum rampung.
”Ada sebagian jalan yang lajurnya belum selesai. Selain itu, ada juga masalah pedagang kaki lima di kawasan Pasar Cisarua yang berjualan di badan jalan,” ujarnya.
Camat Cisarua Deni Humaedi mengakui, Pemerintah Kecamatan Cisarua hanya bisa menampung keluhan warga untuk sementara waktu. ”Jalur Puncak, kan, jalan nasional. Penanganannya ada di pemerintah. Sementara ini, saya hanya bisa memaksimalkan petugas di lapangan, salah satunya, yakni polisi lingkungan warga (polingga),” kata Deni.
Kepala Satuan Lalu Lintas Kepolisian Resor Bogor Ajun Komisaris Fadli Amri menyatakan, evaluasi dari uji kanalisasi akan dibawa ke rapat analisis dan evaluasi bersama BPTJ dan Pemkab Bogor. Berdasarkan data Pemkab Bogor, ada sekitar 19.000 kendaraan yang memadati kawasan Puncak saat akhir pekan.
”Evaluasi akan disampaikan saat rapat analisis dan evaluasi. Namun, intinya, pemerintah dan kepolisian berusaha mengakomodasi agar kepadatan kendaraan di Puncak tidak semakin membengkak,” ujarnya.