Kemunculan ular, terutama kobra, meresahkan warga Jabodetabek. Tiga warga di Depok bahkan terluka akibat digigit ular. Ratusan kasus konflik ular dan warga terjadi tahun ini.
Oleh
Dian Dewi Purnamasari / Helena F Nababan / Aditya Diveranta / Aguido Adri
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Sepanjang Minggu (15/12/2019), ular muncul di permukiman warga Jakarta dan Bekasi. Di Depok, tiga orang menjadi korban gigitan ular. Di Kelurahan Joglo, Kembangan, Jakarta Barat, sejumlah 18 ular kobra ditangani petugas Suku Dinas Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan Jakarta Barat. Di Kelurahan Duren Jaya, Bekasi, tim Rescue Dinas Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan menemukan 30 telur ular yang telah menetas.
Ketua tim Rescue Dinas Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan Kota Bekasi Eko Budi mengatakan, tim telah menangani ular di delapan wilayah di Bekasi Timur, Bekasi Barat, dan Jatiwarna. ”Di Kelurahan Duren Jaya, Bekasi Timur, kami menangkap lima anak ular dan dua ular dewasa,” ujarnya.
Di Kota Depok, satu dari tiga orang yang digigit ular kobra masih dirawat intensif di RSUD Kota Depok. Adapun dua orang lainnya menjalani rawat jalan. Kepala Dinas Pemadam Kebakaran Kota Depok Gandara Budiana, Senin, mengatakan, pada bulan Desember ini ada 6-8 laporan kemunculan ular kobra di Depok ke petugas pemadam kebakaran. Laporan pada bulan ini lebih banyak dibandingkan dengan bulan-bulan sebelumnya. Adapun selama satu tahun ini ada 25 laporan terkait kemunculan ular kobra.
Ular ditemukan di pekarangan rumah, kebun, dan tanah kosong di dekat permukiman warga. Bahkan, ular kobra juga ditemukan di lapak pedagang di Pasar Kemiri Muka, Depok. Pedagang yang sedang membersihkan lapaknya itu digigit dan hingga kini masih dirawat di RSUD Depok.
”Kebanyakan ditemukan di kebun yang banyak tumpukan batu bata, sampah, dan kardus. Dulu, kan, di Depok banyak lahan kosong, kemudian dibuka dan menjadi permukiman semua sekarang,” ujar Gandara. Melihat kemunculan ular kobra yang semakin masif, Pemerintah Kota Depok mengimbau warga segera melaporkan kejadian serupa kepada petugas pemadam kebakaran.
Sebab, petugas pemadam kebakaran dibekali keahlian khusus menangkap ular kobra. Saat bertemu dengan ular, warga juga diharapkan tidak panik atau membuat gerakan mengejutkan. Lebih baik diam dan menunggu hingga ular tersebut pergi.
”Kalau memang tidak tahu bagaimana menangkap ular kobra, lebih baik segera memanggil petugas kami. Sebagian besar petugas sudah dibekali keterampilan menangkap dan mengevakuasi ular kobra,” ujar Gandara.
230 kasus
Taman Belajar Ular (Tabu) Indonesia mencatat, selama 2019, ada 230 konflik manusia dengan ular di Jabodetabek yang ditangani Tabu. Kasus paling banyak terjadi di Bekasi, Jakarta Barat, Jakarta Selatan, dan Depok.
Ligar Sonagar Risjony dari Tabu Indonesia mengatakan, dua minggu terakhir, 60 bayi kobra ditangani Tabu dari Jabodetabek. Pada minggu pertama Desember, Tabu Indonesia menangani enam bayi kobra di Lebak Bulus, Jakarta Selatan. ”Tiap malam kami mendapat laporan dari Cibubur, Jatiasih, Jatiwangi, Pekayon, dan Kranggan,” katanya.
Menurut peneliti reptil dari Pusat Penelitian Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Amir Hamidy, ada dua faktor yang memengaruhi ekosistem ular. Hal tersebut berkaitan dengan kawasan permukiman yang dahulu merupakan habitat ular dan sistem rantai makanan yang tidak bekerja pada ular.
Hewan tersebut memiliki daya adaptasi yang tinggi.
Amir menjelaskan, sebagian kawasan permukiman seperti di Citayam, Bogor, diketahui sebagai lokasi yang dekat dengan habitat ular. ”Pengamatan saya, lokasi di sana adalah rawa-rawa atau persawahan yang menjadi habitat alami ular. Saat dibangun permukiman, mereka sedikit bergeser dari habitat, tetapi kemudian menyesuaikan diri dan tetap ada di sana,” katanya.
Tiga bulan sebelum memasuki musim hujan, ular telah mengincar lokasi untuk meletakkan telur. Mereka umumnya mencari lokasi lembab. Amir mencontohkan, rumah kosong atau saluran pembuangan yang tidak terurus menjadi lokasi strategis bagi ular. Selain itu, permukiman juga riskan menjadi sarang persembunyian tikus, yakni mangsa ular. Hal ini membuat ular semakin beradaptasi masuk ke tempat tikus bersembunyi.
”Sejumlah faktor tersebut menjadi alasan ular berada di sekitar warga saat ini. Hewan tersebut memiliki daya adaptasi yang tinggi, apalagi di kawasan human modified habitat, seperti permukiman dan persawahan warga,” tutur Amir.