Polisi Ungkap Sindikat Tekfin Ilegal di Ruko Pluit Village
Polisi mengungkap sindikat usaha pinjaman daring ilegal di sebuah ruko kawasan Pluit Village, Penjaringan, Jakarta Utara, yang kerap memasang bunga tinggi dan menagih uang secara paksa kepada nasabah.
Oleh
Aditya Diveranta
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Polisi mengungkap sindikat usaha pinjaman daring ilegal di sebuah ruko kawasan Pluit Village, Penjaringan, Jakarta Utara, yang kerap memasang bunga tinggi dan menagih uang secara paksa kepada nasabah. Sindikat yang bergerak di bidang teknologi finansial atau tekfin itu selama ini bersembunyi dan kerap berganti nama untuk mengelabui pihak berwajib.
Dalam penangkapan yang dilakukan pada Senin (23/12/2019), polisi menetapkan tiga tersangka, yakni seorang warga negara China bernama Li serta dua warga Indonesia berinisial DS dan AR. Kepala Polres Metro Jakarta Utara Komisaris Besar Budhi Herdi Susianto mengatakan, ketiga tersangka dianggap sebagai pihak yang beraksi berkaitan dengan pemerasan dan pengancaman melalui media elektronik.
Budhi menjelaskan, sindikat tekfin yang terdiri atas dua perusahaan, yakni PT Barracuda Fintech dan PT Vega Data, berganti nama hampir sepuluh kali sejak beroperasi pada 2018. Dalam bisnis tersebut, kedua perusahaan menjalankan masing-masing fungsi sebagai pembuat aplikasi dan penagihan, sedangkan yang satu lagi sebagai pihak pendata nasabah.
”Jadi, selama setahun ini mereka sempat berganti nama hingga sepuluh kali, mulai dari Gagahijau, Uangberes, hingga Dompetkartu. Ketika berganti nama, salah satu perusahaan itu menyalin data nasabah ke nama aplikasi tekfin yang baru. Saat kami telusuri, seluruh nama tekfin, berikut perusahaan mereka tidak ada yang terdaftar di lembaga Otoritas Jasa Keuangan,” kata Budhi dalam konferensi pers, Senin.
Menurut Kepala Unit Kriminal Khusus Polres Metro Jakarta Utara Inspektur Satu Dharma Adi Waluyo, sindikat tekfin ini mulanya menjaring pelanggan dari SMS iklan yang dikirim secara acak. Dari situ, pelanggan yang berminat akan dikirimi tautan untuk mengunduh aplikasi.
”Setelah mengunduh aplikasi, pelanggan diminta mengisi informasi yang syaratnya boleh diakses oleh pihak pengelola. Aplikasi yang ditawarkan ini tidak ada dalam penyedia aplikasi konvensional seperti Playstore atau sejenisnya,” ujarnya.
Jadi, selama setahun ini mereka sempat berganti nama hingga 10 kali, mulai dari Gagahijau, Uangberes, hingga Dompetkartu. Ketika berganti nama, salah satu perusahaan itu menyalin data nasabah ke nama aplikasi tekfin yang baru
Dari akses aplikasi itu, perusahaan mendapat data pribadi pelanggan. Jika terlambat mengembalikan pinjaman, perusahaan melalui seorang petugas akan meneror pelanggan lewat telepon untuk menagih uang. Tidak hanya itu, mereka juga akan meneror kerabat dekat lewat telepon jika tidak kunjung mengembalikan pinjaman.
Dengan batas pinjaman mulai Rp 500.000 hingga Rp 2,5 juta, pelanggan dibebani bunga senilai Rp 50.000 setiap hari. Selagi pinjaman bunga terus naik, petugas kolektor akan menelepon setiap hari dengan mengucap kata-kata kasar kepada si pelanggan.
DS, salah satu tersangka yang menjadi pemimpin petugas kolektor, menyebut dirinya kerap mengatai pelanggan dengan sebutan ”anjing” dan ”setan”. Hal tersebut dilakukan kepada ratusan pelanggan yang telat membayar setiap hari.
Budhi menyampaikan, kegiatan usaha tekfin ini bermasalah karena melakukan aksi pengancaman, penyebaran fitnah melalui sarana elektronik, dan tindak pidana perlindungan konsumen. ”Ada hampir 500.000 nasabah yang tercatat melakukan pinjaman sejak 2018. Aksi kejahatan ini mereka lakukan kepada hampir semua pelanggan mereka,” kata Budhi.
Atas kejahatan tersebut, polisi menyita barang bukti berupa 100 unit komputer, 3 unit laptop, 10 ponsel, akta pendirian perusahaan, buku rekening bank, 18 kartu sim ponsel, serta 18 kartu identitas karyawan. Polisi juga masih menyelidiki dua warga negara China yang masih buron.
Budhi mengatakan, para tersangka terancam penjara paling lama lima tahun. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Nomor 19 tentang Informasi Transaksi Elektronik (ITE), Pasal 368 juncto Pasal 310 juncto Pasal Kitab Hukum Undang-undang Pidana, serta Undang-Undang nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.