Awal tahun 2020 ditandai dengan bencana banjir yang melanda sebagian wilayah Jabodetabek. Banyak kisah duka dalam peristiwa itu.
Oleh
I Gusti Agung Bagus Angga Putra/ Erika Kurnia/ Ayu Pratiwi/Ayu Pratiwi/Aditya Diveranta
·3 menit baca
Puluhan warga gelisah menanti di tepi Jalan Caman Raya, Jatiasih, Kota Bekasi, Jawa Barat, Rabu (1/1/2020) sore. Tinggi banjir telah mencapai dua meter, menggenangi perumahan mereka, tetapi evakuasi masih harus menunggu datangnya perahu mesin.
Di antara kerumunan warga, Budi Jauhari (56) bolak-balik menghampiri lima petugas. ”Apa perahunya sudah bisa jalan? Keluarga saya masih terjebak di sana,” ujarnya.
Petugas dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menggeleng. Banjir di Perumahan Dosen IKIP ini tak hanya tinggi, tetapi juga berarus deras. Petugas membutuhkan perahu bermesin agar dapat menembus banjir dan menyelamatkan 100-an warga.
Isi tabung oksigen adik saya sudah menipis. Harus cepat dievakuasi.
Kepanikan pun dirasakan Dian (28), warga Blok II perumahan yang sama. Empat orang terjebak banjir di dalam rumahnya. Salah satunya adik Dian yang mengidap asma. ”Isi tabung oksigen adik saya sudah menipis. Harus cepat dievakuasi. Kalau tidak, asmanya akan kumat,” ujarnya.
Kepala Unit Pengendalian Massa (Dalmas) 3 Kepolisian Resor Kota Bekasi Inspektur Dua Sungkowo menjelaskan, proses evakuasi berlangsung sejak Rabu pagi. Namun, arus yang deras menyebabkan satu dari tiga perahu karet penyelamat rusak. Perahu itu mestinya dapat menampung lima orang sekali angkut. Adapun dua perahu lainnya berukuran kecil. Hanya dapat mengangkut satu orang.
Hingga siang, baru sebagian warga dievakuasi. Bagi warga yang masih tertahan, petugas dan warga sukarelawan berupaya mengantar makanan dan obat-obatan dengan menggunakan perahu.
Merayakan tahun baru
Warga lain, Antoni Sihite (31), menceritakan, dirinya dan keluarga berjumlah 17 orang sempat berkumpul di ruang tengah untuk merayakan malam pergantian tahun. Sekitar pukul 01.00, air tiba-tiba menerobos ke dalam rumah. Hanya berselang 1,5 jam, tinggi banjir mencapai dua meter.
Saat rumah hampir sepenuhnya terendam, Antoni segera memindahkan keluarganya ke tanah kosong di sebelah rumah. Posisi tanah kosong itu lebih tinggi.
Menjelang siang, ia mulai resah karena banjir tak kunjung surut. Keluarganya kelaparan dan kehausan. ”Akhirnya saya nekat menerobos banjir mencari makanan,” katanya.
Pada sore harinya, petugas BNPB membawa satu perahu penyelamat cadangan lengkap dengan mesinnya. Namun, perahu tak bisa digunakan karena mesin bermasalah. Saat itu, matahari telah terbenam. Suasana perumahan gelap gulita karena listrik padam. Warga pun kian cemas.
Wanita hamil
Muhammad Fauzi (25) bergegas ke sumber suara seorang wanita yang berteriak minta tolong. Saat itu, Fauzi dan tiga warga di Kelurahan Kramatjati, Jakarta Timur, tengah mengevakuasi warga yang terjebak banjir. Dengan peralatan seadanya, mereka susuri banjir setinggi satu meter.
Saat sumber suara kian dekat di depan sebuah rumah, Fauzi melihat darah mengalir ke arahnya. Ia bergegas mendekat. Ternyata ada seorang wanita dalam kondisi hamil.
Kebetulan sekelompok remaja yang tengah menyusuri banjir membawa rangka kulkas. Melihat itu, Fauzi langsung menghentikan mereka, lalu meminjam rangka itu untuk menolong sang perempuan. ”Kami naikkan ibu yang sedang hamil itu ke atasnya,” ujar Fauzi.
Perjalanan menembus arus deras sepanjang 100 meter begitu berat, apalagi ibu hamil itu tampak menangis karena tak tahan dengan sakitnya. Namun, banjir dapat dilalui. Sesampainya di area yang tak tergenang, perempuan ini digendong dan dibawa ke pusat kesehatan terdekat.
Kami naikkan ibu yang sedang hamil itu ke atasnya.
Anindya Parameswari (28), warga Meruya Utara, menyayangkan tak ada informasi dan antisipasi yang diberikan pemerintah setempat saat muncul genangan. Ia panik memindahkan barang ke lantai dua rumahnya. ”Ini tahun baru yang sangat menegangkan,” ujarnya.
Di Kramat Jati, Jakarta Timur, warga berinisiatif membantu warga lain yang terjebak banjir meskipun harus melintasi gang-gang sempit.
Di Tanjung Duren, Jakarta Barat, warga berinisiatif mengevakuasi korban dengan beragam cara, termasuk memanfaatkan gerobak sampah.
Susiana, salah satu warga, kesulitan menyelamatkan diri karena menggunakan kursi roda. Oleh para sukarelawan, ia dievakuasi menggunakan pelampung dan gerobak sampah.
Susiana bersyukur karena masih ada orang yang berbaik hati menolong. Namun, ia tetap berharap pemerintah menuntaskan masalah banjir di Ibu Kota. ”Ini salah satu genangan terparah yang saya alami sejak 2006. Mudah-mudahan ada langkah jelas untuk penanganan ini,” ucapnya.