Sistem Peringatan Dini Banjir Jabodetabek Masih Lemah
Akibat lemahnya sistem peringatan dini banjir, saat banjir menerjang seperti yang terjadi pada Rabu (1/1/2020), banyak orang tidak siap. Bahkan, hingga Jumat (3/1/2020), jumlah korban meninggal mencapai 46 orang.
Oleh
Ayu Pratiwi
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sistem peringatan dini banjir di kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi masih lemah. Akibatnya, saat banjir menerjang seperti yang terjadi Rabu (1/1/2020), banyak orang tidak siap. Bahkan, hingga Jumat (3/1/2020), jumlah korban meninggal mencapai 46 orang.
Kepala Pusat Data Informasi dan Komunikasi Kebencanaan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Agus Wibowo, Jumat (3/1/2020), di Gedung Graha BNPB, Jakarta, mengungkapkan bahwa sistem peringatan dini banjir baru ada di Sungai Ciliwung.
”Sistem warning yang ada itu di jalur Sungai Ciliwung di Katulampa. Berkat itu, orang paham kalau di Katulampa Siaga 1, airnya berapa lama sampai di Jakarta. Kalau sungai di daerah Bekasi, Cikeas, dan Angke itu belum ada. Saat Tahun Baru kemarin, kan, kita fokus memantau Sungai Ciliwung dan ternyata (tinggi airnya) baik-baik saja. Jadi, orang santai saja. Ternyata, yang banjir itu dari Bekasi,” tutur Agus.
Berangkat dari kejadian itu, menurut Agus, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) akan membangun sistem peringatan dini di sungai-sungai lain yang kerap banjir di Jabodetabek.
Lemahnya peringatan dini itu disampaikan pula oleh sejumlah korban banjir di Jakarta Barat.
Anindya (28), warga Kelurahan Meruya Utara yang rumahnya sempat kebanjiran, tidak menyangka hujan deras bakal mengakibatkan banjir dengan ketinggian sekitar 1 meter.
”Tahun Baru yang sangat menegangkan. Tidak ada peringatan sama sekali dari RT, RW, atau kelurahan. Kami semua harus berusaha sendiri menghadapi banjir,” katanya.
Hal serupa dinyatakan oleh Melinda (25), warga kompleks perumahan Green Garden. Saat bangun, dia dikejutkan dengan banjir yang sudah merendam rumahnya. Ketinggian air juga sekitar 1 meter.
”Hujan memang deras banget saat malam Tahun Baru, tapi enggak kira bakal banjir. Saya bangun pukul 07.00 tiba-tiba banjir sudah tinggi,” ujar Melinda.
46 korban jiwa
Pada bencana banjir di Jabodetabek yang terjadi sejak Rabu, Bekasi merupakan wilayah yang terdampak paling parah. Data BNPB hingga Jumat pukul 15.00, jumlah pengungsi di sana paling banyak atau mencapai 140.000 orang. Adapun di Jakarta, jumlah pengungsi 21.000 orang.
”Pemerintah Kota Bekasi sudah menetapkan status tanggap darurat pada 1-7 Januari. Jadi, tujuh hari kurang lebih mereka akan melakukan operasi tanggap darurat,” kata Agus.
Selain jumlah pengungsi itu, jumlah korban meninggal hingga Jumat sore mencapai 46 orang. Ada empat korban jiwa lain di Pulo Gadung, Jakarta Timur, tetapi belum terkonfirmasi penyebab kematiannya, apakah karena banjir atau tersetrum listrik saat menghidupkan genset.