Pemetaan Bencana Dilakukan untuk Mitigasi dan Pemulihan Lingkungan
Badan Informasi Geospasial dan BNPB memetakan wilayah terdampak bencana banjir dan longsor di Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pemetaan bencana itu salah satunya untuk perencanaan program pascabencana dan mitigasi bencana.
Oleh
Aguido Adri
·4 menit baca
BOGOR, KOMPAS — Tim Satuan Reaksi Cepat Badan Informasi Geospasial berkoordinasi dengan Badan Nasional Penanggulangan Bencana dan Pemerintah Kabupaten Bogor untuk memetakan wilayah yang terdampak bencana. Pemetaan itu dalam rangka menghasilkan analisis cepat wilayah tersebut.
Analisis cepat itu diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai kondisi di lapangan untuk menjawab fenomena alam yang terjadi. Pemetaan bencana tersebut juga untuk menjawab seberapa luas dampak dan kerugian yang dihasilkan sehingga dapat dilakukan perencanaan yang matang untuk program pascabencana.
Pemetaan yang dipelopori Satuan Reaksi Cepat Badan Informasi Geospasial (SRC BIG) itu turut menggandeng Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Badan Geologi, Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan), serta sejumlah akademisi.
Kepala Bidang Pemetaan Kebencanaan dan Perubahan Iklim BIG Ferrari Pinem, Jumat (10/1/2020), mengatakan, Tim SRC BIG dan BNPB telah mengobservasi menggunakan helikopter untuk memotret dan mengetahui kondisi awal sebaran banjir dan longsor. Setelah didapatkan gambaran awal, dilakukan perencanaan untuk pemetaan cepat.
Dengan data perekaman foto udara, maka akan semakin menguatkan proses analisis. Hal itu guna menjawab beberapa pertanyaan, seperti seberapa besar luas wilayah terdampak, berapa taksiran kerugian, dan apakah lokasi bencana berada pada zona yang rawan terhadap bencana.
”Hal itu juga untuk mengetahui dan menentukan langkah mitigasi selanjutnya untuk daerah yang terdampak bencana, fenomena apa yang menyebabkan bencana, dan di mana wilayah relokasi pengungsi yang tepat,” ujarnya.
Hal itu juga untuk mengetahui dan menentukan langkah mitigasi selanjutnya untuk daerah yang terdampak bencana, fenomena apa yang menyebabkan bencana, dan di mana wilayah relokasi pengungsi yang tepat.
Menurut Ferrari, data sebelum dan setelah terjadi bencana nantinya akan menjadi landasan awal dalam proses perencanaan pemulihan pasca-bencana. Dalam beberapa minggu ke depan diharapkan sudah diperoleh hasil pemetaan lokasi terdampak.
”Kami kemudian akan menganalisis kondisi geospasialnya untuk dapat menjawab salah satu kebutuhan perencanaan pascabencana,” ujarnya.
Observasi awal
Dari hasil observasi awal BIG, lanjut Ferrari, sebagian besar wilayah yang terdampak bencana berada di Bogor bagian barat. Wilayah ini memiliki tingkat kemiringan lereng yang terjal.
Selain itu, berdasarkan sebaran peta gerakan tanah Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), wilayah tersebut berada pada zona gerakan tanah menengah dan tinggi. Artinya, potensi kejadian longsor berada pada level yang mudah terjadi.
”Masih perlu pendalaman lebih lanjut untuk memastikan apakah ada faktor lain yang memengaruhi bencana itu selain akibat intensitas hujan yang tinggi,” katanya.
Ferrari menambahkan, program pascabencana yang akan dilakukan ke depan adalah penanaman kawasan perbukitan yang terbuka. Salah satunya dengan vetiver atau akar wangi (Vetiveria zizanioides).
Vetiver atau tanaman sejenis rumput asal India itu mampu mencegah tanah longsor dan erosi karena dapat menahan aliran air dan menjaga kestabilan tanah.
Akar vetiver berbentuk serabut dan mampu masuk ke dalam tanah dengan kedalaman 5,2 meter. Jika ditanam di lereng-lereng keras dan berbatu, ujung-ujung akar vetiver mampu masuk menembus dan menjadi semacam jangkar yang kuat.
Sementara itu, Deputi Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan BNPB Lilik Kurniawan mengatakan, selain fokus membuka jalur yang tertutup longsor untuk mempermudah distribusi logistik, BNPB juga sedang memikirkan mitigasi jangka panjang di daerah rawan bencana di perbukitan Kabupaten Bogor.
Banjir dan longsor di Bogor menjadi pengingat bahwa daerah itu merupakan daerah rawan bencana.
”Sudah seharusnya masyarakat lebih peduli dengan alam sekitar dengan cara mengelola secara bijak dan beradaptasi dengan alam sekitar. Ini termasuk mitigasi bencana jangka panjang sehingga tidak menimbulkan ancaman bagi manusia dan kerusakan,” kata Lilik.
Selain fokus membuka jalur yang tertutup longsor untuk mempermudah distribusi logistik, BNPB juga sedang memikirkan mitigasi jangka panjang di daerah rawan bencana di perbukitan Kabupaten Bogor.
Menurut Lilik, tanah perbukitan di daerah perbukitan di Bogor memang rapuh. Hal itu diperparah dengan alih fungsi hutan menjadi lahan pertanian.
Untuk itu, perlu dicari tanaman yang tepat yang dapat mengikat tanah, antara lain vetiver, rambutan, dan durian. Tanaman-tanaman itu tidak hanya berfungsi ekologis, tetapi juga ekonomis.
”Masyarakat dapat memanfaatkan tumbuhan itu untuk penghasilan tambahan sehingga tidak lagi menebang pohon atau membuka lahan untuk pertanian,” kata Lilik.
Perlu dicari tanaman yang tepat yang dapat mengikat tanah, antara lain vetiver, rambutan, dan durian. Tanaman-tanaman itu tidak hanya berfungsi ekologis, tetapi juga ekonomis.
Selain pemulihan vegetasi, kata Lilik, mitigasi yang dilakukan juga membudayakan sadar bencana masyarakat setempat. Masyarakat harus dapat beradaptasi dengan lingkungannya yang rawan bencana, salah satunya adalah dengan memperhatikan tata air guna daya dukung lingkungan.
Hal ini penting dilakukan agar setiap musim hujan tidak terjadi bencana longsor dan banjir. ”Daerah hulu pegunungan merupakan daerah hujan orografis yang memberikan dampak negatif jika daya dukung lingkungan buruk,” kata Lilik.