Soal Revitalisasi Monas, Pemprov DKI Hanya Ikuti Keputusan Presiden
Terlepas dari kritik soal penebangan pohon untuk revitalisasi kawasan Monas, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sebenarnya hanya mengikuti keputusan presiden pada masa Soeharto untuk mengerjakan proyek tersebut.
Oleh
NIKOLAUS HARBOWO / HELENA F NABABAN
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Proyek revitalisasi Monumen Nasional, Jakarta Pusat, masih mengacu pada Keputusan Presiden Nomor 25 Tahun 1995 tentang Pembangunan Kawasan Medan Merdeka di Wilayah Daerah Khusus Ibu Kota. Setiap detail pengerjaan juga telah dilaporkan kepada Menteri Sekretaris Negara sebagai Ketua Komisi Pengarah Pembangunan Kawasan Medan Merdeka.
Sekretaris Daerah DKI Jakarta Saefullah, di Jakarta, Jumat (24/1/2020), mengatakan, hingga saat ini, proses pembangunan Monas belum selesai. Pelataran sisi selatan Monas yang tengah dikerjakan Pemerintah Provinsi DKI pun merupakan bagian dari amanat Keppres No 25/1995.
Dalam aturan tersebut, Gubernur DKI Jakarta bertindak sebagai Ketua Badan Pelaksana Pembangunan Kawasan Medan Merdeka. ”Jadi, tidak ada yang diubah total. Garis-garis sempadan masih mengikuti keppres. Ini masih proses. Saya berharap semua pihak bisa menunggu sampai pekerjaan ini selesai,” ujar Saefullah.
Pengerjaan pelataran sisi selatan Monas sudah mencapai 88 persen. Di sana akan dibangun plaza upacara dan kolam. Secara khusus, kolam dibangun seluas 97 meter × 40 meter. Proyek tersebut ditargetkan selesai pertengahan Februari 2020.
Rencana besar revitalisasi Monas, menurut Saefullah, tak terlepas dari Sayembara Desain Revitalisasi Kawasan Medan Merdeka, dan Interior Tugu Monas, yang digelar Pemprov DKI akhir 2018. Saat itu, pemerintah pusat juga ikut terlibat sebagai dewan juri.
Jadi, tidak ada yang diubah total. Garis-garis sempadan masih mengikuti keppres. Ini masih proses. Saya berharap semua pihak bisa menunggu sampai pekerjaan ini selesai.
Saefullah menepis tudingan bahwa Pemprov DKI tak pernah berkoordinasi dengan pemerintah pusat terkait pengerjaan revitalisasi Monas. Dia mengklaim, komunikasi selalu dilakukan baik secara formal maupun informal.
”Saya sudah ke Setneg. Surat kami ke Setneg, ini lho Komite (Pengarah Pembangunan Kawasan Medan Merdeka), yang mau kami kerjakan. Kami lampirkan juga gambar (hasil sayembara) sebagai lampiran pada keppres,” tutur Saefullah.
Pemindahan pohon
Saefullah juga mengklarifikasi jumlah pohon yang terdampak pengerjaan pelataran sisi selatan Monas.
Sebelumnya, pada 18 Januari 2020, Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) DKI Jakarta menyebutkan ada 190 pohon di area selatan Monas yang dipindahkan ke area barat, timur, serta area parkir kendaraan Ikatan Restoran dan Taman Indonesia (IRTI).
Namun, berdasarkan informasi terakhir, menurut Saefullah, hanya ada 85 pohon yang dipindahkan. Bahkan, lanjut dia, sebelum pohon dipindahkan, Dinas Kehutanan DKI sempat menguji kesehatan pohon terlebih dahulu dengan Arborsonic 3D Tomograph.
”Sekarang pohon itu sudah kami tanam di sisi barat ada 55 pohon, di sisi timurnya ada 30 pohon,” ucap Saefullah.
Saefullah juga berjanji proyek revitalisasi Monas ini tak akan mengurangi ruang terbuka hijau di Monas.
Kepala Dinas Cipta Karya, Tata Ruang, dan Pertanahan DKI Heru Hermawanto menambahkan, pengerjaan revitalisasi Monas ini hanya bertujuan agar bangunan tersebut lebih tertata rapi dan dikembalikan pada rencana induk. Menurut dia, dalam rencana induk yang mengacu pada Keprres No 25/1995, tak seharusnya pohon-pohon tertanam di pelataran sisi selatan.
”Jadi, memang seharusnya bukan pohon. Kami wujudkan rencana induknya supaya tertata semua, dengan harapan semua interaksi Jakarta ini bisa ada di Monas” kata Heru.
Kontraktor berkompeten
Kepala Badan Pelayanan Pengadaan Barang Jasa (BPPBJ) DKI Jakarta Blessmiyanda juga menjelaskan, keterpilihan PT Bahana Prima Nusantara sebagai pemenang tender proyek revitalisasi Monas pun telah sesuai dengan aturan. Proses tender dilakukan berdasarkan administrasi teknis dan harga.
”Jadi, PT Bahana ini secara kualifikasi, perizinannya clear. Kemudian, dia mempunyai kemampuan keuangan harus dihitung berdasarkan neraca. Jadi, enggak bisa sembarangan,” ujar Bless.
Bless juga menyampaikan, sejauh ini PT Bahana memiliki kompetensi yang memadai dalam jasa konstruksi. Perusahaan bonafide, menurut dia, tak perlu memiliki gedung yang besar, tetapi alamatnya tetap. Semua telah diatur di dalam Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
”Alamat tetap itu berdasarkan izin yang dikeluarkan oleh Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu DKI Jakarta. Boleh milik sendiri, boleh sewa,” tutur Bless.
Kemudian, perusahaan juga harus memiliki kemampuan dasar atau modal dengan perhitungan tiga kali nilai pengalaman tertinggi. Bless menyebut PT Bahana memiliki pengalaman tertinggi dengan mengerjakan proyek penataan Masjid Raya Agung di Padang, Sumatera Barat, senilai Rp 28 miliar.
Jadi, total kemampuan modal perusahaan tersebut Rp 84 miliar. PT Bahana mengajukan kontrak senilai Rp 64,4 miliar dari harga perkiraan satuan (HPS) pekerjaan konstruksi senilai Rp 71,3 miliar.
”Artinya, sekitar 90 persen dari harga perkiraan kami. Jadi, wajar dia ikut (tender), tidak membanting harga. Nah, kalau kemudian semua hak sudah terpenuhi, tidak ada alasan untuk tidak memenangkan,” ucap Bless.