Jakarta Makin Rentan Banjir, Terobosan Kebijakan Mendesak
Potensi banjir di Jakarta akan terus ada meskipun intensitas hujan tak lagi ekstrem. Jakarta membutuhkan antisipasi bencana, khususnya banjir, yang lebih komprehensif dari hulu ke hilir.
Oleh
IRENE SARWINDANINGRUM
·4 menit baca
Kawasan DKI Jakarta semakin rentan banjir dalam perubahan iklim yang mengakibatkan curah hujan semakin tinggi di tengah belum siapnya infrastruktur Jakarta mencegah banjir. Selama dua pekan terakhir, banjir masih berulang kali terjadi meskipun tidak ada lagi curah hujan dengan intensitas ekstrem seperti terjadi pada 1 Januari lalu. Hujan dengan curah lebat selama dua pekan terakhir sudah cukup untuk memicu banjir di sejumlah kawasan di Jakarta.
Curah hujan pada Sabtu (18/1/2020) pagi yang tercatat 74 milimeter (mm) per hari di Halim Perdana Kusuma dan 79 mm per hari di Kemayoran mengakibatkan banjir dan genangan di belasan jalan dan perkampungan di DKI Jakarta.
Sementara pada Jumat dan Sabtu (15/1/2020), curah hujan yang dicatat Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) di Jabodetabek dari 34 mm per hari di Halim Perdana Kusuma dan tertinggi 123,7 mm per hari di Kemayoran. Sebagai catatan, curah hujan 50-100 mm per hari termasuk kategori intensitas rendah dan 100-150 mm per hari termasuk dalam intensitas menengah atau lebat.
Curah hujan rendah hingga menengah ini telah mengakibatkan banjir dan genangan di Jakarta. Di terowongan (underpass) Kemayoran, genangan belum surut hingga Minggu (27/1/2020) sore.
Ketua Harian Forum Daerah Aliran Sungai (DAS) Nasional Chay Asdak mengatakan, selain dari faktor penyebab utama banjir mulai dari sungai dan saluran yang menyempit hingga daerah resapan yang tak memadai, semakin rentannya banjir di Jakarta mengindikasikan tanah Jakarta yang sudah jenuh oleh air akibat tingginya frekuensi dan curah hujan.
Ketua Harian Forum Daerah Aliran Sungai (DAS) Nasional Chay Asdak mengatakan, selain dari faktor penyebab utama banjir mulai dari sungai dan saluran yang menyempit hingga daerah resapan yang tak memadai, semakin rentannya banjir di Jakarta mengindikasikan tanah Jakarta yang sudah jenuh oleh air akibat tingginya frekuensi dan curah hujan.
”Daerah di bagian hilir di sungai seperti Jakarta mempunyai kecenderungan jenuh lebih cepat daripada daerah di bagian hulu sungai,” katanya.
Menurut Chay, untuk saat ini tidak ada pencegahan instan untuk banjir Jakarta selain menyiapkan pompa-pompa dan pengerukan dan pembersihan aliran sungai dan saluran. Untuk jangka menengah, langkah yang wajib untuk mengurangi banjir adalah melebarkan sungai. Selain itu, langkah jangka menengah yang efektif adalah konsep distribusi banjir atau flood distribution concept.
Caranya dengan membangun kolam-kolam retensi di sepanjang sungai di bagian hulu, yaitu di Depok dan Bogor. Kolam-kolam retensi di sepanjang aliran sungai ini berfungsi untuk menahan air sebelum masuk ke Jakarta. ”Ini sangat efektif untuk menahan volume air yang masuk Jakarta. Selain itu pembebasan lahan di Depok dan Bogor tentunya belum semahal di Jakarta sehingga sangat mungkin dilakukan,” kata Chay.
Inovasi
Kepala Laboratorium Tata Kelola Lanskap Departemen Arsitektur Lanskap Institut Pertanian Bogor Prof Hadi Susilo Arifin mengatakan, selain melaksanakan penataan sungai dan bantarannya, DKI Jakarta juga bisa mengaplikasikan inovasi dan teknologi terbaru untuk menambah serapan di Jakarta. Salah satunya adalah dengan blok berpori (pore block) sebagai pengganti perkerasan yang ada.
”Di Jakarta banyak lahan parkir dan halaman yang perkerasannya tak memungkinkan serapan atau kecil sekali serapan. Metode pore block ini merupakan teknologi terbaru, yaitu perkerasan yang bisa meresapkan air. Kewajiban menggunakan perkerasan ini bisa dimasukkan dalam peraturan,” katanya.
Selain itu, DKI Jakarta juga bisa menambah ruang terbuka biru dengan menambah badan-badan air seperti kolam retensi maupun situ di taman-taman kota maupun lahan-lahan di setiap kelurahan.
Selama ini, ruang terbuka hijau (RTH) DKI Jakarta yang diperkirakan masih 14,9 persen yang masih jauh dari target 30 persen sangat sulit ditingkatkan. Sementara ruang terbuka biru bisa meningkatkan ketahanan terhadap banjir karena menampung air.
Sementara itu, sebanyak 17 pompa air dikerahkan untuk menguras genangan air di terowongan Kemayoran yang tergenang air sejak Jumat pagi. Menurut keterangan tertulis Direktorat Pemberdayaan Kawasan Pusat Pengelolaan Kompleks Kemayoran, 17 pompa itu terdiri dari dua pompa dari Pusat Pengelolaan Kompleks Kemayoran (PPK Kemayoran) selaku pengelola kawasan Kemayoran, empat pompa dari Dinas Sumber Daya Air (SDA) DKI Jakarta, dan 11 pompa dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.
Selain hujan, banjir di terowongan tersebut juga diakibatkan banyaknya sampah yang hanyut terbawa air. Timbunan sampah itu menyebabkan tersumbatnya mesin pompa air dari PPK Kemayoran yang selama ini disiapkan di sana.
Deputi Bidang Meteorologi BMKG R Mulyono R Prabowo mengatakan, berdasarkan prakiraan berbasis dampak hujan lebat, DKI Jakarta termasuk dalam kawasan berstatus siaga potensi banjir dan genangan pada periode 24-25 Januari dan hujan lebat pada 26 Januari. Adapun 27-28 Januari, hujan di wilayah DKI Jakarta diprediksi berdurasi singkat.