Polisi menetapkan dua tersangka baru dalam kasus prostitusi anak di Rawa Bebek, Jakarta Utara. Dua tersangka ini bertugas mencari korban dengan iming-iming gaji besar.
Oleh
Dian Dewi Purnamasari/Stefanus Ato/Aguido Adri
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS -- Pelaku perdagangan anak menawari korbannya gaji Rp 5 juta-Rp 6 juta per bulan. Korban yang tergiur dengan pendapatan sebesar itu tidak menyangka akan dipekerjakan di bisnis prostitusi.
Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Yusri Yunus menyampaikan, dua tersangka lagi ditangkap dalam kasus perdagangan anak, pada Sabtu (25/1/2020), yakni H dan AH. Keduanya bertugas mencari korban anak di bawah umur untuk ditawari bekerja sebagai pramusaji di kafe di kawasan Rawa Bebek, Penjaringan, Jakarta Utara.
”Mereka ditangkap di daerah Limo, Depok, dan di Jakarta Barat. Total saat ini sudah ada 10 korban dan delapan tersangka dalam kasus ini,” kata Yusri. Jaringan perdagangan 10 anak berusia 14 tahun hingga menjelang 18 tahun serta prostitusi di kawasan Rawa Bebek ini terungkap 13 Januari.
Total saat ini sudah ada 10 korban dan delapan tersangka dalam kasus ini.
Anak-anak itu dipaksa menemani pengunjung kafe dan melakukan hubungan seksual dengan bayaran Rp 150.000 per konsumen. Namun, mereka hanya menerima Rp 60.000 per layanan, sedangkan Rp 90.000 atau 60 persennya dikuasai mucikari. Uang itu pun baru diberikan setiap dua bulan.
Dalam kasus ini, awalnya polisi menetapkan enam orang sebagai tersangka.
Dengan ditangkapnya AH dan H, tersangka menjadi delapan orang. AH dan H tidak hanya merekrut korban dari Jakarta, tetapi juga dari Jawa Barat. Penyidik Polda Metro Jaya juga mendalami kemungkinan bertambahnya tersangka lain dalam kasus ini.
Tepi rel
Di lokasi kafe itu berdiri, pada pekan lalu, penerangan sangat minim sehingga suasana remang-remang. Ada sejumlah pekerja seks komersial (PSK) yang tengah duduk sembari menawarkan diri kepada setiap lelaki yang melintas. Kafe yang digerebek polisi pada 13 Januari itu berdiri berjejer bersama sejumlah kafe lain dan berada dalam kawasan permukiman padat.
Di tempat itu, warga setempat juga beraktivitas seperti biasa dengan membuka warung, bengkel las, hingga usaha salon kecantikan. Lokasi itu juga dilengkapi dengan sejumlah tangga untuk naik ke atas rel kereta yang berada di ketinggian. Di sana, ada ratusan kamar berukuran kecil yang berjejer di sisi kiri dan kanan rel sepanjang sekitar 100 meter. Jarak kamar-kamar itu dengan rel kereta api tak sampai 2 meter.
Setiono (40), warga di sekitar tempat itu, mengatakan, lokasi yang di siang hari terlihat seperti permukiman pada umumnya itu berubah menjadi tempat hiburan di malam hari. ”Kalau malam ramai banget, ada musik, orang minum-minum (minuman beralkohol), dan banyak PSK. Kami sudah biasa karena saya juga, kan, usaha jualan di sini,” ucap lelaki asal Banten itu.
Ia mengatakan, sebagian PSK di sana adalah pindahan dari lokalisasi Kalijodo, yang dibongkar dan ditutup Pemprov DKI pada Maret 2016. Wakil Ketua RT 002 RW 013, Penjaringan, Agung Tomasia mengatakan, ada sekitar 25 kafe yang beroperasi di tempat itu. Sebagian merupakan kafe yang sebelumnya menjalankan usaha serupa di Kalijodo. ”Ada sebagian dari Kalijodo, tetapi tidak semua. Tempat ini, kan, sudah beroperasi sekitar 30 tahun lalu,” ucapnya.
Sebelumnya, komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia Bidang Trafficking dan Eksploitasi, Ai Maryati Solihah, mengatakan, 10 anak yang saat ini mulai direhabilitasi terlibat dalam praktik prostitusi yang sangat eksploitatif karena ada unsur pemaksaan dan penguasaan atas keputusan orang dewasa.