Pemprov DKI Jakarta Kalah di Pulau F, Menang di Pulau M
Sengketa hukum pulau reklamasi terus berlanjut antara Pemprov DKI Jakarta dan sejumlah pengembang. Pemprov kalah dari pengembang Pulau F di tingkat PTTUN, sementara di tingkat banding menang atas pengembang Pulau M.
Oleh
NIKOLAUS HARBOWO/HELENA F NABABAN
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sengketa hukum antara Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan para pengembang pulau reklamasi masih berlanjut. Di tingkat Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta kalah dari pengembang Pulau F, sementara di tingkat banding menang melawan pengembang Pulau M.
Berdasarkan penelusuran dari laman resmi Sistem Informasi Penelusuran Perkara sipp.ptun-jakarta.go.id pada Selasa (28/1/2020), majelis hakim Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) Jakarta mengabulkan gugatan pengembang Pulau F, PT Agung Dinamika Perkasa, terhadap Gubernur DKI Anies Baswedan.
Putusan itu keluar pada 21 Januari 2020. Dengan begitu, surat keputusan (SK) pencabutan izin reklamasi Pulau F batal.
Hal ini berbeda dengan hasil gugatan pengembang Pulau M, PT Manggala Krida Yudha, terhadap Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta di PTTUN Jakarta pada 22 Januari 2020. Majelis hakim menolak banding yang diajukan PT Manggala Krida Yudha. Itu artinya, proses reklamasi pulau tersebut tak boleh dilanjutkan.
Kepala Biro Hukum Pemprov DKI Jakarta Yayan Yuhana di Gedung DPRD DKI mengatakan, Pemprov DKI akan mengajukan banding terkait putusan Pulau F. ”Saat ini, kami tengah menyusun memori bandingnya,” ujarnya, Selasa.
Yayan menjelaskan, Pemprov DKI bisa menang melawan pengembang Pulau M karena pengusaha belum mengantongi izin pelaksanaan dan izin prinsip proyek reklamasi. Hal ini berbeda dengan pengembang Pulau F yang sudah memiliki izin-izin itu.
Pemprov DKI akan mengajukan banding terkait putusan Pulau F.
Meski demikian, Yayan optimistis bisa menang melawan pengembang Pulau F. DKI akan memakai Keputusan Presiden Nomor 52 Tahun 1995 tentang Reklamasi Pantai Utara Jakarta sebagai acuan.
Dalam Pasal 4 peraturan itu disebutkan, wewenang dan tanggung jawab reklamasi pantai utara Jakarta berada pada Gubernur DKI Jakarta.
”Kalau kewenangan, kan, kewenangan Pak Gubernur. Cuma prosedurnya saja ada yang terlewati. Nanti di (tingkat) banding, kami yakinkan bahwa kami sudah benar,” tutur Yayan.
Hingga hari ini, total ada empat pengembang reklamasi yang masih bersengketa di pengadilan. Para pengembang itu adalah PT Taman Harapan Indah (Pulau H), PT Agung Dinamika Perkasa (Pulau F), PT Jaladri Kartika Pakci (Pulau I), dan PT Manggala Krida Yudha (Pulau M).
Mereka memiliki pokok gugatan yang sama, yakni menuntut agar Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor 1409 Tahun 2018 tentang Pencabutan Beberapa Keputusan Gubernur tentang Pemberian Izin Reklamasi dibatalkan atau dinyatakan tidak sah. Pemprov DKI juga diminta memproses dan menerbitkan perpanjangan izin pelaksanaan reklamasi.
Secara terpisah, pengamat tata kota dari Universitas Trisakti, Nirwono Joga, menilai, kasus reklamasi ini akan terus berlanjut selama tidak ada kejelasan bersama antara pemerintah pusat dan Pemprov DKI Jakarta.
Kasus reklamasi ini akan terus berlanjut selama tidak ada kejelasan bersama antara pemerintah pusat dan Pemprov DKI Jakarta.
Pemprov DKI merupakan kepanjangan dari pemerintah pusat sehingga kebijakannya pun harus sejalan dan saling mendukung.
”Pusat dan DKI menyepakati rencana pengembangan pulau-pulau reklamasi yang sudah terbangun akan seperti apa dan memastikan tidak ada lagi pulau-pulau baru yang akan dibangun ke depan,” ujarnya.