Berawal dari Laporan Hilang, Polisi Bongkar Prostitusi Anak
Kasus prostitusi yang melibatkan anak di bawah umur kembali terungkap. Kali ini, sejumlah anak dieksploitasi secara seksual dan ditawarkan melalui aplikasi Michat. Beberapa di antaranya juga mengalami kekerasan fisik.
Oleh
Dian Dewi Purnamasari
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kasus prostitusi seakan tak pernah selesai terjadi di Apartemen Kalibata City, Jakarta Selatan. Kali ini, kasus prostitusi melibatkan anak di bawah umur yang dieksploitasi secara seksual dan ditawarkan melalui aplikasi Michat.
Tiga anggota satpam berjaga di lobi masuk Tower Jasmine, Apartemen Kalibata City, Rabu (29/1/2020). Setiap hari, mereka bersiaga menjaga keamanan di lingkungan apartemen tersebut. Kamera pemantau juga dipasang di lobi dan lift apartemen untuk mengawasi gerak-gerik pengunjung.
Akan tetapi, pengamanan ekstra tersebut nyatanya tak dapat membendung kejahatan di tempat tersebut. Berbekal laporan warga yang kehilangan anaknya ke Polres Depok, pada 23 Januari 2020 Polres Metro Jakarta Selatan menggerebek sebuah unit di Tower Jasmine Kalibata City. Ternyata unit itu dipakai sebagai tempat transaksi prostitusi daring yang mengeksploitasi anak di bawah umur. Saat penggerebekan, polisi menemukan tiga korban dan enam pelaku.
Kepala Polres Metro Jakarta Selatan Komisaris Besar Bastoni Purnama mengatakan, enam pelaku yang ditangkap memiliki peran berbeda. JF (29), misalnya, mengiklankan korban ke aplikasi Michat. JF juga menerima pembayaran untuk sewa unit apartemen. Apartemen yang digunakan sebagai tempat mengeksploitasi anak itu disewa harian dengan tarif Rp 350.000 per hari.
”JF ini juga berpacaran dengan korban yang berinisial AS. Namun, AS ini juga ditawarkan ke tamu-tamu dengan tarif tertentu,” kata Bastoni.
Pelaku lain berinisial NA (15) melakukan kekerasan fisik terhadap korban JO. Saat itu, JO menolak minum saat melayani pelanggan. JO disiksa teman-temannya. Menurut Kapolres, NA ini sebenarnya juga korban karena dieksploitasi secara seksual.
Adapun tersangka MTG (16) menampar pipi dan mengikat lengan JO. MTG juga sempat menyetubuhi JO dan NA. Adapun ZMR (16) berperan menjual korban AS dan NA sejak November 2019 sampai Januari 2020. NF (19) juga menjual korban AS dan menerima hasil transaksinya.
”Empat pelaku yang masih di bawah umur, yaitu AS, NA, MTG, dan ZMR, ditahan di Rumah Aman Kementerian Sosial. Hanya dua pelaku, yaitu NF dan JFK, yang ditahan di Polresta Jaksel,” kata Bastoni.
Kasus ini berawal dari JF yang berpacaran kemudian menjual AS. Mereka lantas mencari korban-korban lain. Korban diiming-imingi pekerjaan dengan bayaran yang menggiurkan. Korban yang rata-rata anak putus sekolah dan melarikan diri dari orangtua itu pun tergiur.
Mereka tidak menyangka kalau dieksploitasi secara seksual. Mereka dijajakan dengan tarif Rp 350.000-Rp 900.000. Rata-rata korban dapat melayani empat pria setiap hari. Dari jumlah tersebut, pelaku mendapatkan Rp 50.000 hingga Rp 100.000. Uang digunakan untuk membayar sewa harian Apartemen Kalibata City.
Ketua Komnas Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait menambahkan, penangkapan ini harus dijadikan bekal bagi polisi untuk membongkar jaringan prostitusi daring di Jakarta dan sekitarnya. Sebab, dalam waktu bersamaan terungkap kasus prostitusi daring di beberapa tempat.
”Jangan-jangan para pelaku ini merupakan jaringan gang rape yang sama yang mengeksploitasi pelaku ataupun korban anak. Mengapa yang dipilih anak di bawah umur? Sebab, anak di bawah umur saat terkena kasus pidana akan diproses dengan peradilan anak yang ancaman hukumannya lebih ringan, yaitu maksimal 10 tahun penjara.
”Ini adalah salah satu kejahatan seksual bergerombol yang kami sebut namanya gang rape. Ini adalah fenomena yang sangat menakutkan. Ini modus baru yang harus dibongkar. Sebab, ini berarti jaringan itu memahami bawa anak yang berusia di bawah 18 tahun, sebagai pelaku, tidak bisa dihukum lebih dari 10 tahun,” papar Arist.
Dalam pengungkapan kasus ini, Arist juga mengingatkan kepada kepolisian agar mengusut tuntas siapa pelanggan yang memakai jasa seksual anak. Sebab, pelanggan ini juga bisa dijerat dengan pasal Undang-Undang Perlindungan Anak.
Ketua KPAI Susanto menambahkan, anak bisa menjadi sasaran empuk untuk dijadikan wayang pelaku ataupun korban tindak pidana karena posisi anak yang rentan. Selain itu, anak juga sering kali jadi medium yang efektif untuk promosi, bahkan eksploitasi seksual.
Di sisi lain, sistem hukum di Indonesia mengatur anak memiliki norma hukum yang khusus, yaitu dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak bahwa, apa pun kondisinya, anak yang dilibatkan sebagai pelaku harus diproses dengan sistem peradilan pidana anak.
”Catatan KPAI, ini kasus bukan yang pertama di Kalibata City. Kedua kasus ini mulai tahun 2015, 2016, 2017, 2018, 2019, 2020 jadi sekitar ada 5 kali kasus yang terjadi,” kata Susanto.
Kecolongan
General Manager Apartemen Kalibata City Ishak Lopung menuturkan, pihaknya merasa kecolongan dengan kasus prostitusi daring yang terjadi di Kalibata City. Menurut dia, kasus ini sangat ironis terjadi pada saat pihak pengelola menggencarkan gerakan tertib hunian setiap hari. Bahkan, pihak pengelola juga sudah memasang spanduk di mana-mana yang bertuliskan ”No Narkoba dan No Prostitusi”.
”Ini memang keterlaluan karena ulah dari broker atau perantara yang menyewakan secara harian. Dia juga tidak mengecek apa aktivitas yang ada di sana sehingga kasus ini dapat terjadi selama sekian bulan,” kata Ishak.
Ishak mengatakan, pihak pemilik unit saat ini sudah dicoret dan masuk dalam daftar hitam milik pengelola. Akses masuk ke apartemen diblokir sehingga pemilik unit harus melapor dan mengklarifikasi serta membuat surat pernyataan untuk tidak menyewakan unit secara harian. Selain itu, pemilik unit juga diharapkan memanfaatkan jasa broker yang tepercaya.
”Padahal, kami sudah membuat aturan larangan sewa harian. Tetap saja dilanggar,” kata Ishak.
Ini memang keterlaluan karena ulah dari broker atau perantara yang menyewakan secara harian. Dia juga tidak mengecek apa aktivitas yang ada di sana sehingga kasus ini dapat terjadi selama sekian bulan.
Untuk mengantisipasi hal serupa, pihak Kalibata City akan melakukan pemantauan dan melakukan gerakan tertib hunian. Pihak pengelola juga akan mengumpulkan para broker resmi secara berkala. Agenda pemantauan ini akan melibatkan lurah, camat, dan aparat kepolisian.
Sementara itu, para pelaku prostitusi daring akan dijerat dengan Pasal 76 C juncto Pasal 80 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, Pasal 2 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Perdagangan Orang dan 170 Kitab Undang-undang Pidana dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara.