Daerah Rawan Longsor yang Abai Ditangani
Bencana longsor di Bogor, Jawa Barat, berada di lokasi yang pernah longsor. Namun, belum ada kesadaran untuk menjauhi kawasan itu sehingga korban dapat dihindari.
BOGOR, KOMPAS — Longsor yang terjadi di wilayah Kabupaten Bogor, Jawa Barat di bagian barat sudah terjadi berulang. Namun, hingga longsor kembali menerjang kawasan itu awal 2020, belum ada kesadaran siaga bencana, termasuk peringatan dini sebagai bekal bagi warga yang tinggal di kawasan rawan bencana.
Berdasarkan informasi yang dihimpun Kompas, sebagian warga baru meninggalkan rumah mereka saat longsor mulai terjadi. Di Kampung Nyomplong, Desa Kiarapandak, Kecamatan Sukajaya, warga meninggalkan rumah tanpa ada harta benda yang diselamatkan.
”Sejak dini hari (1 Januari 2020), karena hujan tidak berhenti, rumah kami mulai kebanjiran. Saya beberapa kali bersihkan lumpur yang masuk. Saya baru ajak istri dan anak tinggalkan rumah saat pohon-pohon di lereng gunung berjatuhan," ucap Cecep (30), korban longsor dari Kampung Nyomplong, Selasa (28/1/2020).
Ia bersyukur lantaran longsor terjadi saat pagi hari. Mereka tidak membayangkan jika bencana itu terjadi di malam hari karena tidak menutup kemungkinan banyak warga yang bisa menjadi korban. Bencana itu mengakibatkan 94 keluarga terdampak dan 60 rumah rusak.
Baca juga: Logistik Korban Longsor Bogor Didistribusikan Lewat Udara
Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Bogor kemudian menetapkan tempat itu sebagai zona merah atau daerah terlarang untuk dijadikan permukiman. Sedikitnya, ada tiga kampung, selain Nyomplong yang masuk zona merah. Dua kampung lainnya adalah Kampung Pasir Waru dan Kampung Pasir Walang I.
Kondisi serupa juga terjadi di Kampung Sinar Harapan, Desa Harkatjaya, Sukajaya. Musibah di kampung itu mengakibatkan tujuh orang meninggal akibat bencana di awal tahun itu. Hingga kini, masih ada tiga orang yang hilang tertimbun longsor dan belum ditemukan. Tempat itu oleh BPBD Kabupaten Bogor juga ditetapkan sebagai zona merah.
Di Desa Pasir Madang, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil bahkan menawarkan agar 1.300 keluarga yang bermukim di desa itu direlokasi. Hal itu dilakukan lantaran daerah tersebut termasuk kawasan rawan bencana. Sejak 2003 hingga 2020, sudah delapan kali bencana terjadi di desa itu.
Namun, tawaran dari Ridwan Kamil saat mengunjungi desa itu, Selasa (28/1/2020), belum disetujui masyarakat. Warga bersikukuh untuk direlokasi tak jauh dari desa itu lantaran mereka khawatir kehilangan lahan pertanian untuk bertani.
Baca juga: Sebagian Korban Longsor Bogor Tinggalkan Pengungsian
Kepala Desa Pasir Madang Encep Sunarya mengatakan, untuk sementara warga hanya bersedia meninggalkan lokasi itu selama sudah ada kajian dari ahli geologi yang menyatakan kawasan itu zona merah. Sebab, sebagian besar warga tidak siap menghadapi perubahan sosial budaya jika berpindah permukiman. ”Kalau sudah ada kajian dari ahli geologi yang menyatakan kawasan ini tidak layak ditinggali lagi, apa boleh buat. Kami tidak mungkin bertaruh nyawa,” ucapnya.
Berdasarkan data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), jumlah korban terdampak bencana di Kabupaten Bogor sebanyak 29.754 jiwa. Rinciannya, 11 orang meninggal, 104 orang luka berat, dan 16.647 orang luka ringan. Adapun warga yang masih mengungsi hingga Rabu (29/1/2020) sebanyak 10.870 jiwa.
Ketua Karang Taruna Kecamatan Sukajaya Ajiz Sulaeman mengatakan, seak lama warga sudah menyadari bahwa daerah mereka termasuk kawasan rawan bencana. Hal itu terjadi sejak beberapa bencana longsor terjadi di sejumlah desa selama kurun waktu beberapa tahun terakhir. ”Tetapi dari pemerintah sendiri, baik itu dari pemerintahan tingkat desa maupun kabupaten, belum ada pemahaman terkait kesiapsiagaan bencana. Kami secara mandiri berupaya membangun kesadaran siaga bencana,” kata Ajiz.
Tak ada pemahaman terkait kesiapsiagaan bencana itu benar-benar terasa saat terjadi longsor pada awal 2020. Saat terjadi bencana, jaringan listrik hingga sinyal jaringan komunikasi terputus. Warga yang tidak terdampak bencana baru mengetahui setelah dua hari pascabencana bahwa titik longsor yang terjadi di awal 2020 tidak hanya ada di Desa Harkatjaya, tetapi juga meluas ke Desa Cisarua, Urug, Pasir Madang, hingga Kiarapandak.
”Semua juga bingung apa yang perlu dilakukan setelah bencana. Kami yang beberapa kali menjadi sukarelawan membantu warga terkena bencana di luar Sukajaya akhirnya jadi pelopor untuk membangun dapur umum dan posko kesehatan,” katanya.
Kearifan lokal dilupakan
Ketua Adat Desa Urug, Sukajaya, Mbah Ukat, mengatakan, bencana yang terjadi di Sukajaya merupakan peringatan kepada manusia agar lebih arif dalam menjaga alam. Sebagian masyarakat juga melanggar kearifan lokal yang bertahun-tahun dijaga para leluhur.
”Di Desa Urug, ada warga saya yang rumahnya hanyut diterjang banjir. Setelah ditelusuri, lokasi rumah yang dibangun itu dulunya jalur sungai. Kemarin, ada beberapa batu alam yang kembali terlihat. Batu itu dulu saat saya masih kecil pernah saya lihat, tetapi tertimbun sedimentasi,” katanya.
Kelalaian lain juga dilakukan masyarakat di Kampung Harapan Jaya, Desa Harkatjaya. Kampung Harapan Jaya dahulu kala dikenal sebagai Kampung Larangan. Disebut Kampung Larangan karena sejak dahulu tempat itu memang dilarang untuk ditinggali lantaran tanah di kampung itu dikategorikan labil dan rawan longsor.
Mbah Ukat menambahkan, alam di Sukajaya juga terus mengalami kerusakan lantaran peralihan fungsi lahan. Misalnya di Desa Urug, banyak warga yang menjual tanahnya ke orang dari luar desa. Lahan yang dijual itu kemudian beralih menjadi daerah perkebunan.
Pahami risiko bencana
Kepala Pelaksana BPBD Kabupaten Bogor Yani Hassan mengatakan, Pemerintah Kabupaten Bogor selama beberapa tahun terakhir sudah merekomendasikan agar beberapa kampung di Kecamatan Sukajaya termasuk di Desa Pasir Madang direkomendasikan untuk tidak lagi dijadikan kawasan permukiman. Namun, masyarakat menolak rekomendasi itu lantaran sudah bertahun-tahun tinggal di sana. ”Secara geografis terancam. Secara geologis batuan di dalamnya juga rentan terhadap pergerakan yang tinggi dan sangat tinggi,” katanya.
Yani menambahkan, secara keseluruhan beberapa kecamatan yang terdampak longsor di awal 2020, seperti Kecamatan Nanggung, Cigudeg, dan Sukajaya, sudah dipetakan titik-titik lokasi yang rawan bencana. Hasil pemetaan itu juga sudah diserahkan ke pihak kecamatan untuk disosialisasikan kepada masyarakat.
”Dari pantauan kami, kemarin, musim kemarau kan cukup lama dan jenis tanah di sini terbuka. Saat 31 Desember 2019 itu, hujannya langsung lebat sehingga memicu longsor,” ujarnya.
Adapun terkait antisipasi bencana di masa depan, kata Yani, pihak BPBD bersama BPNPB, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, serta lembaga terkait lain, akan melakukan penghijauan di lahan kritis di wilayah Kabupaten Bogor. Sementara itu, terkait kesiapsiagaan warga yang tinggal di daerah rawan bencana, warga diimbau untuk mengetahui karakter bencana di desa masing-masing.
”Yang paling penting itu warga tahu mereka tinggal di daerah rawan longsor sehingga sadar risiko, berikutnya kami akan mengumpulkan orang-orang yang sadar bencana,” ujarnya.