Kalau Desa Pasir Madang kembali longsor, potensi banjir bandang akan kembali melanda Bogor dan Lebak. Padahal, melihat potensinya, bencana ke depan masih besar. Rehabilitasi dan relokasi warga perlu dilakukan segera.
Oleh
Ahmad Arif
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemetaan pascabencana menemukan, banjir bandang yang melanda wilayah Bogor, Jawa Barat, dan Lebak, Banten, pada awal Januari 2020 disebabkan kerusakan lingkungan. Mengingat ancaman bencana ke depan masih tinggi, selain rehabilitasi lahan, perkampungan di kawasan hulu akan dipindahkan.
”Dari 1.700 hektar luas Desa Pasir Madang, yang longsor mencapai 420 hektar. Jadi, hampir seperempat desa ini hilang. Ini yang menjadi sumber banjir bandang di Bogor dan Lebak,” kata Kepala Bidang Pemetaan Kebencanaan dan Perubahan Iklim Badan Informasi Geospasial (BIG) Ferari Pinem, di Jakarta, Kamis (30/1/2020).
Desa Pasir Madang, Kecamatan Sukajaya, Kabupaten Bogor, berada di punggungan perbukitan yang membelah dua bagian aliran sungai ke arah barat di wilayah Bogor dan arah timur di Kabupaten Lebak, Banten. ”Kalau kawasan ini kembali longsor, potensi banjir bandang akan kembali melanda Bogor dan Lebak. Padahal, melihat potensinya, bencana ke depan masih besar,” kata Ferari.
Kontur kemiringan rata-rata Pasir Madang, menurut Ferari, di atas 30 derajat. Berdasarkan Peta Zona Kerentanan Gerakan Tanah Kabupaten Bogor, lokasi gerakan tanah di wilayah ini termasuk dalam kategori kerentanan menengah hingga tinggi. ”Kerentanan bencana bertambah tinggi karena sebagian hutannya sudah rusak karena pertanian dan perkebunan,” lanjutnya.
Ferari menyebutkan, survei yang dilakukan timnya menemukan adanya perkebunan sawit dan banyak lahan pertanian semusim di kawasan hutan di kawasan hulu. ”Berdasarkan pola tata ruangnya, sebagian kawasan ini harusnya masuk taman nasional,” ucapnya.
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Doni Monardo mengatakan, survei bersama yang dilakukan dengan Kementerian Lingkungan Hidup (KLHK) dan BIG menemukan banyaknya tenda biru penambangan emas. ”Tambang emas ilegal ini sudah lama. Saya sejak dinas di Kopassus di Serang tahun 1990-an sudah ada. Hanya, memang, lokasinya pindah-pindah,” tuturnya.
Kerusakan lingkungan hutan di hulu, baik karena penambangan maupun perkebunan dan pertanian ini, menurut Doni, yang menyebabkan aliran Sungai Ciberang meluap sehingga memicu banjir bandang. ”Saat kejadian, Sungai Ciberang yang lebarnya 100 jadi dua kali lipat. Semua material terbawa air sehingga pasti ada longsor yang dipicu kerusakan lahan di hulu. Ini harus dihentikan untuk mengatasi ancaman bencana ke depan,” katanya.
Ferari menambahkan, kawasan hutan di hulu harus dikembalikan fungsi ekologisnya. Untuk itu, diperlukan penataan ulang tata ruang. ”Desa Pasir Madang kami rekomendasikan tidak boleh lagi jadi permukiman karena potensi bencananya akan berulang,” katanya.
Kepala Pusat Data, Informasi, dan Komunikasi Bencana Agus Wibowo mengatakan, lahan yang mengalami longsor dan kemiringan tinggi akan direhabilitasi dengan menanami vetiver. Berdasarkan perhitungan BIG, jumlah bibit vetiver diperkirakan 12.000 tanaman per hektar.
”Untuk relokasi permukiman sampai sekarang masih didiskusikan,” kata Agus.