Aksi peluk pohon dan penyerahan bibit pohon ke Balai Kota DKI Jakarta yang dilaksanakan Walhi DKI menjadi cara untuk mengkritik langkah Pemprov DKI Jakarta yang menebang pohon dalam revitalisasi Monas.
Oleh
Helena F Nababan
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Wahana Lingkungan Hidup Indonesia DKI Jakarta, Kamis (30/1/2020), menggelar aksi peluk pohon dan penyerahan bibit pohon ke Balai Kota DKI Jakarta. Aksi ini menjadi cara mengkritik langkah Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang memilih menebang pohon demi merevitalisasi bagian selatan kawasan Monas. Walhi DKI menilai, langkah itu tidak benar.
Seperti diberitakan, area tempat pohon tumbuh sebelumnya akan dibuat plaza dan kolam pantulan bayangan.
”Pengalihfungsian lahan ini tidak hanya berdampak pada semakin berkurangnya ruang terbuka hijau Jakarta, tetapi juga berkurangnya sumber penyerap polutan Jakarta dan serapan air,” ujar Rehwina Naibaho, pengampanye pemulihan lingkungan hidup dan HAM Walhi DKI Jakarta, Kamis.
Walhi juga mengingatkan, di awal Januari, Jakarta dilanda banjir yang lebih parah dibandingkan dengan sebelumnya. Kejadian itu antara lain dampak dari hilangnya RTH akibat alih fungsi lahan.
Naibaho melanjutkan, selain krisis RTH, Jakarta juga memiliki persoalan polusi udara yang juga tidak membaik. ”Harusnya, langkah yang dilakukan Pemprov DKI Jakarta adalah memperbanyak RTH dan menanam pohon yang bisa menyerap polutan. Bukan sebaliknya menebang pohon secara masif,” kata Naibaho.
Lembaga swadaya masyarakat ini menilai, langkah Pemprov DKI Jakarta merevitalisasi bagian selatan kawasan Monas, yaitu dengan mengalihfungsikan ruang terbuka hijau menjadi beton, adalah bentuk lemahnya komitmen Pemprov DKI terhadap pemulihan lingkungan hidup. Alasan merevitalisasi dengan rencana membangun kolam tidak bisa dibenarkan. Walhi DKI juga mempertanyakan urgensi pengalihfungsian kawasan itu.