Pemerintah Kota Bogor akan menata kawasan bersejarah Batutulis di Bogor Selatan. Sejumlah situs bersejarah yang ada di kawasan ini akan dilestarikan.
Oleh
Agnes Rita Sulistyawaty
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Wali Kota Bogor Bima Arya bersama komunitas Bogor Historia mengunjungi situs-situs peninggalan Kerajaan Pakuan Pajajaran, Sabtu (1/2/2020). Kunjungan ini dalam rangka penataan kawasan Batu Tulis, Bogor Selatan, yang memiliki sejumlah situs bersejarah di dalamnya.
Bima mengatakan, harus ada tim khusus untuk menyusun versi sejarah yang valid. ”Ini memang harus ada tim khusus yang isinya sejarawan, budayawan, arkeolog, komunitas-komunitas juga untuk menyusun versi sejarah yang valid. Karena kita tidak mungkin bisa melakukan penataan kawasan tanpa didasari oleh versi sejarah yang valid,” kata Bima seperti disiarkan dalam situs Humas Pemerintah Kota Bogor.
Ia mengakui, ada sejumlah rencana rekonstruksi bangunan bersejarah di sana. ”Kemarin ada keinginan untuk membuat replika keraton, tapi itu harus kita lakukan berdasarkan fakta sejarah. Jadi, saya kira ini perlu tim lintas elemen. Kita telusuri semua. Kan, semua punya versi. Saya menerima juga beberapa versi yang berbeda. Tapi, kita runut itu berdasarkan sejarah,” ujarnya.
Mengenai temuan peninggalan di rumah warga, Bima Arya meminta aparatur wilayah untuk mendata dan mengomunikasikan kepada warga terkait. ”Tadi ditemukan di rumah warga yang kita tidak bisa akses. Apakah itu koleksi yang diambil, ataukah memang ada di situ sejak dulu, kan perlu ditelusuri. Yang penting petugas disparbud, camat, dan lurah fokus dulu ke kawasan ini semuanya. Kami lakukan pendataan, informasi dari warga kami kumpulkan. Kami jaga dulu yang ada,” katanya.
Ketua Bogor Historia Yudi Irawan mendukung langkah Pemerintah Kota Bogor dalam melakukan penataan kawasan bersejarah Batutulis. ”Akan tetapi, ini perlu ditindaklanjuti dengan melibatkan sejumlah pihak, termasuk dengan para ahli yang berkompeten di bidang yang berkaitan dengan kepurbakalaan dan segera melakukan koordinasi dengan Balai Arkeologi dan Balai Pelestarian Cagar Budaya,” katanya.
Selain melibatkan akademisi, Yudi berpendapat, kehadiran komunitas atau sukarelawan yang peduli terhadap peninggalan sejarah juga perlu dilakukan. Untuk itu, ia mendorong adanya tim ahli cagar budaya (TACB) di setiap kota/kabupaten. TACB terdiri dari para ahli di bidang arkeologi, antropologi, sejarah, hukum, arsitektur, filologi, museologi, dan komunitas.
Dalam kunjungan pada Sabtu, Bima Arya dan rombongan mendatangi titik-titik situs di dua kelurahan, yakni Empang dan Batutulis. Titik pertama adalah Batu Dakon, Kelurahan Empang. Seperti namanya, Batu memiliki cerukan-cerukan seperti papan dakon atau congklak. Lokasi ini merupakan peninggalan masa prasejarah (megalitik). Batu ini disebut digunakan sebagai punden oleh masyarakat. Menurut pendapat lain, batu dakon adalah alat upacara ritual masyarakat prasejarah.
Bima juga mengunjungi Kampung Kebon Pala, Kelurahan Batu Tulis, untuk menengok Situs Kupa Landak. Situs ini merupakan petilasan salah satu tokoh kepercayaan Prabu Siliwangi. Tak jauh dari situ, Bima juga melihat Situs Ranggapati yang merupakan peninggalan masa klasik di Bogor. Situs ini terdiri atas tujuh batu berbagai bentuk.
Masih di kawasan Batutulis, tepatnya di dekat Pasar Balekambang, rombongan juga melihat peninggalan Batu Congkrang. Batu berasal dari masa prasejarah dan merupakan saksi kepurbakalaan bahwa ratusan tahun lalu di situ sudah ada permukiman manusia.
Beberapa situs lain yang dikunjungi adalah Arca Puragalih dan sejumlah peninggalan yang berceceran di rumah-rumah warga.