Sepuluh Anak Korban Prostitusi Terinfeksi Radang Serviks
Kejahatan eksploitasi anak secara seksual mulai berdampak buruk pada kesehatan anak. KPAI menemukan 10 anak terinfeksi radang serviks.
Oleh
STEFANUS ATO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Komisi Perlindungan Anak Indonesia menemukan 10 dari 60 anak yang jadi korban eksploitasi yang terungkap di 2020 terinfeksi radang serviks. Anak-anak tersebut tertular penyakit karena menjadi korban praktik prostitusi anak di bawah umur.
Komisioner Bidang Trafficking dan Eksploitasi Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Ai Maryati Soliha, mengatakan, kasus eksploitasi seksual anak yang terungkap di 2020 sudah masuk tahap mengkhawatirkan. Selama periode Januari-Februari 2020, KPAI mencatat 60 anak menjadi korban ekpsloitasi. Dari jumlah itu, sekitar 80 persen dijerumuskan dalam praktik prostitusi.
”Kami temukan 10 anak (korban prostitusi) itu semua terinfeksi radang serviks seratus persen. Ini menunjukkan begitu besar dampak persoalan yang dihadapi anak bangsa,” katanya, Rabu (12/2/2020), di Jakarta.
Ai menambahkan, kondisi yang dialami anak-anak akibat terjerumus prostitusi memprihatinkan. Oleh karena itu, dibutuhkan kepedulian berbagai pihak untuk lebih serius terhadap masalah perlindungan anak.
Negara perlu lebih masif menyelesaikan masalah eksploitasi karena dampak yang dihadapi bukan hanya untuk jangka pendek, melainkan juga berkaitan dengan masa depan kehidupan anak itu agar tidak kembali terjerumus kasus yang sama di masa depan.
”KPAI menyerukan di dalam konteks pemulihan kesehatan anak itu harus dipastikan apakah anak tersebut terluka, berdarah, terkena kanker radang serviks, atau HIV AIDS. Satu anak dan satu identifikasi membutuhkan pendekatan berbeda,” katanya.
Dari catatan Kompas, selama kurun waktu 1 bulan, ada 21 anak di Jakarta yang diperjualbelikan demi rupiah. Anak-anak itu direkrut dengan berbagai modus dan diperjualbelikan untuk memenuhi hasrat seksual pelanggan.
Kasus terakhir terjadi di Kelapa Gading, Jakarta Utara, yang dibongkar Kepolisian Resor Metro Jakarta Utara, 6 Februari 2020, menemukan sembilan anak diperdagangkan. Anak-anak itu dipekerjakan sebagai striptis dan PSK.
Menanggapi praktik prostitusi anak yang sudah dua kali diungkap polisi di Jakarta Utara, Pemerintah Kota Jakarta Utara mengapresiasi langkah masyarakat yang berani melaporkan kasus prostitusi yang terjadi di lingkungannya. Hal itu dinilai sebagai langkah awal untuk membongkar tindakan kejahatan di lingkungan masing-masing.
”Yang kedua bahwa pembinaan tidak hanya dilakukan saat penegakan hukum. Kami menangani masalah ini dengan bekerja sama dengan berbagai pihak,” kata Wali Kota Jakarta Utara Sigit Wijatmoko, Selasa (11/2/2020).
Belum siap
Koordinator Ending The Sexual Exploitation of Children (ECPTA) Indonesia, Ahmad Sofian, mengatakan, kasus prostitusi melibatkan anak secara global kian marak. Anak-anak itu jadi sasaran empuk untuk diperdagangkan secara seksual. Wadah perekrutan juga kian mudah lantaran perkembangan teknologi yang kian maju dan memudahkan setiap orang untuk saling terkoneksi.
Ahmad menambahkan, meski prostitusi anak meningkat, penanganan terhadap persoalan ini, terutama di negara berkembang, termasuk Indonesia, masih minim dan belum menjadi skala prioritas. ”Misalnya, pusat rehabilitasi anak dari pusat sampai daerah sangat terbatas,” katanya.
Padahal, dengan meningkatnya fenomena prostitusi anak secara global, dibutuhkan banyak sarana rehabilitasi untuk segera memulihkan korban yang dijerumuskan dalam masalah prostitusi. Upaya pencegahan yang dikembangkan juga seharusnya dilakukan komprehensif lintas instansi. Dari instansi pendidikan, anak-anak perlu dibekali agar memiliki kesadaran untuk tidak mudah dijerumuskan ke dalam tindakan eksploitasi seksual anak.
”Atau dunia pariwisata belum ada upaya pencegahan prostitusi anak agar wisatawan tidak membeli seks anak. Sebab, lokasi terjadinya prostitusi anak itu rata-rata terjadi di fasilitas pariwisata, seperti apartemen, hotel, dan pusat kebugaran,” katanya.