Yakin sesuai wewenangnya, Kepala Dinas Kebudayaan DKI Iwan Henry Wardhana mengeluarkan rekomendasi Formula E bisa dilakukan di Monas. Tim Ahli Cagar Budaya disebut tidak punya kuasa itu.
Oleh
Helena F Nababan/Nina Susilo
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Tim Ahli Cagar Budaya pemerintah pusat menjelaskan, sebaiknya Kementerian Sekretariat Negara mencari kebenaran atau mengonfirmasi atas rekomendasi yang disebut Pemprov DKI dalam surat balasan kepada Menteri Sekretaris Negara. TACB pusat juga menilai Pemprov DKI Jakarta menyepelekan TACB DKI dengan tidak mengajak tim berdiskusi tentang rencana penggunaan kawasan Medan Merdeka untuk arena balapan Formula E.
Arkeolog Harry Truman Simanjuntak, anggota Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) Pusat, Kamis (13/2/2020), mengatakan, sesuai Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya, untuk segala kegiatan atau perlakuan terhadap cagar budaya mesti melibatkan tim ahli cagar budaya.
Untuk penggunaan kawasan Medan Merdeka yang berstatus sebagai cagar budaya level nasional yang berlokasi di DKI Jakarta, semestinya TACB DKI Jakarta dilibatkan.
”Pertama paling tidak, kan, TACB DKI, terus ditembuskan ke TACB nasional. Kalau sudah direkomendasikan oleh TACB provinsi, mestinya sudah oke sepanjang TACB nasional diberi tahu. Atau TACB provinsi mendiskusikan ke TACB nasional tentang rencana itu. Idealnya seperti itu,” papar Simanjuntak.
Sementara itu, seperti yang diberitakan Kompas, Kamis (13/2/2020), untuk penggunaan kawasan Medan Merdeka sebagai arena balapan Formula E, TACB DKI Jakarta tidak pernah memberikan rekomendasi penggunaan kawasan Medan Merdeka untuk balapan.
Mundardjito, Ketua TACB DKI, yang dikonfirmasi kembali juga menjelaskan, TACB DKI tidak pernah diajak berdiskusi mengenai hal itu. Itu sebabnya, ia juga menyatakan, tidak pernah membuat rekomendasi atas kawasan Medan Merdeka.
Namun, dalam surat balasan Pemprov DKI Jakarta kepada Menteri Sekretaris Negara, surat tanggal 11 Februari 2020, pada butir dua Pemprov DKI menyebut sudah mendapat rekomendasi dari TACB yang dikuatkan dalam Surat Kepala Dinas Kebudayaan.
”Itu konyolnya di situ. Pemprov DKI membentuk TACB provinsi untuk mempercayakan mereka mengkaji semua warisan budaya untuk difungsikan sebagai cagar budaya. Kalau tidak dihubungi, ya, artinya mereka meragukan TACB itu sendiri, meragukan tim yang dibentuknya sendiri atau menganggap sepele,” jelas Truman.
Secara terpisah, Kepala Dinas Kebudayaan DKI Jakarta Iwan Henry Wardhana di Balai Kota DKI Jakarta mengatakan, yang membuat surat rekomendasi itu Dinas Kebudayaan. Surat rekomendasi itu dasarnya dari dua dapur Dinas Kebudayaan, Tim Sidang Pemugaran dan TACB.
Namun, dalam penjelasan selanjutnya, Iwan mengatakan, yang berwenang mengeluarkan rekomendasi adalah Tim Sidang Pemugaran. ”Pak Mundardjito (TACB) memang tidak berwenang mengeluarkan rekomendasi,” kata Iwan.
Saat dikonfirmasi mengenai Ketua TACB DKI yang tidak mengetahui tentang rekomendasi itu, Iwan menjelaskan, Prof Dr Mundardjito sebagai Ketua TACB memang tidak diajak rapat. Apabila satu obyek berganti peran dari cagar budaya atau mau dinyatakan cagar budaya, itu TACB. Tetapi kalau mau dipugar atau dikembangkan atau digunakan hal lain, itu harus dapat catatan keahlian TSP.
Adapun untuk pemberian rekomendasi itu, ujar Iwan, sudah melalui beberapa kali sidang yang digelar di Dinas Olahraga dengan tim sidang pemugaran. Sayangnya dari beberapa kali pertemuan itu saat ditanya tentang masukan dari tim sidang pemugaran, Iwan tidak mau menjelaskan.
”Ini dapur kami. Jangan tanya bahannya apa saja. Apa yang kami bahas masa detail Anda mau tahu. Pokoknya di sini saya yang mengeluarkan rekomendasi bahwa kawasan cagar budaya Monas bisa dilakukan Formula E,” kata Iwan.
Terkait dengan hal itu, Simanjuntak kembali menegaskan, ”Yang merekomendasikan (suatu benda atau bangunan atau struktur atau situs atau kawasan) sebagai cagar budaya itu TACB. Logikanya, untuk rekomendasi datang dari TACB itu, bukan dari tim pemugaran karena tim pemugaran tidak mengusulkan itu sebagai cagar budaya. Yang punya kewenangan itu, ya, TACB karena mereka yang merekomendasikan dengan berbagai dasar pengusulan.”
Terpisah, Bambang Eryudhawan, Ketua TSP DKI Jakarta, menjelaskan, TSP memberikan rekomendasi kepada Pemprov DKI bahwa balapan memang akan dilakukan di Monas, maka area harus bisa dipulihkan. ”TSP memberi rekomendasi. Namun juga memberi catatan. Di antaranya Tugu Monas tidak boleh diganggu,” jelasnya.
Rekomendasi diberikan karena ada indikasi positif mau memanfaatkan kawasan cagar budaya. Namun, pemanfaatan itu jangan sampai merusak cagar budaya.
DPRD DKI pertanyakan izin Setneg
Penerbitan izin penyelenggaraan Formula E di kawasan Monas tanpa rekomendasi Tim Ahli Cagar Budaya dipertanyakan DPRD DKI Jakarta.
Ketua DPRD DKI Prasetio Edi Marsudi pun mendatangi Kementerian Sekretariat Negara, Jakarta, Kamis (13/2/2020) sore. Kehadiran Prasetio diterima Sekretaris Menteri Sekretariat Negara Setya Utama.
Dalam surat Gubernur DKI tertanggal 11 Februari 2020, kata Prasetio seusai pertemuan tertutup di Kemensetneg, Pemerintah Provinsi DKI menyatakan telah memperoleh rekomendasi dari tim ahli cagar budaya Pemprov DKI yang dituangkan dalam surat Kepala Dinas Kebudayaan.
”Kami sebagai Ketua Dewan melihat ada manipulasi bahwa seakan-akan Kepala Cagar Budaya Pak Marjito (Mundardjito) mengiyakan, padahal belum dikonfirmasi,” tutur Prasetio.
Dia menyatakan kecewa dengan pembohongan kepada publik yang dilakukan Pemprov DKI. Karena itu, DPRD DKI akan memanggil Gubernur DKI dan mengklarifikasi hal-hal ini.
Kendati demikian, Prasetyo tak berani secara tegas meminta Setneg meninjau ulang izin penyelenggaraan Formula E di Monas. Prasetyo berharap penyelenggaraan balap Formula E dilakukan di luar cagar budaya seperti di Ancol. Dengan demikian, pendapatan dari sektor pariwisata bisa diperoleh tanpa merusak cagar budaya.
Situs sejarah di negara mana pun akan dilindungi. Karena itu, Monas pun semestinya tetap dijaga. Apalagi, Monas juga berfungsi sebagai daerah resapan. Ketika revitalisasi memangkas pepohonan besar yang ada dan menggantikannya dengan beton dan gorong-gorong yang dinilai tak memadai, risiko banjir akan semakin parah.
Simanjuntak melanjutkan, seharusnya Kementrian Sekretariat Negara saat menerima surat balasan dari Pemprov DKI itu, tim SetNeg mempertanyakan rekomendasi itu. ”Yang paling tahu tentang kecagarbudayaan itu tim ahlinya. Kan, tim yang waktu itu merekomendasikan Monas sebagai cagar budaya. Jadi mestinya Setneg tidak akan memberi izin kalau tidak melihat ada rekomendasi resmi dari TACB,” jelasnya.
Untuk itu, Simanjutak mengatakan, Setneg harus mencari kebenaran ke depan. ”Jangan dibiarkan yang salah. Cepat-cepat mengubah keputusan pertama, tapi harus mengakui kesalahan kalau memang salah,” ujarnya.
Revitalisasi Monas
Sementara, terkait persiapan Formula E, Pemprov DKI juga tengah merevitalisasi Plaza Selatan kawasan Medan Merdeka.
Revitalisasi yang akan membuat ruang pelataran selatan terbuka, diapit Jalan Pelataran Merdeka di sisi utara dan Jalan Medan Merdeka Selatan di sisi selatan. Kedua jalan itu akan menjadi lintasan balap. Sementara di dekat Jalan Pelataran Merdeka di zona B, juga akan dibangun paddock dan pitstop bagi mobil-mobil balap, serta area VIP. Revitalisasi plaza selatan itu ditargetkan selesai Februari 2020.