Sebagian Pengusaha Meragukan Dampak Ekonomi Balapan Formula E
Sebagian kalangan pengusaha meragukan balapan mobil listrik Formula E dapat mendorong perekonomian kota. Mereka menganggap ajang ini hanya menguntungkan segelintir pelaku usaha menengah atas.
Oleh
Aditya Diveranta
·4 menit baca
Sekitar empat bulan tersisa, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tetap dengan persiapan Formula E. Balapan mobil listrik ini tengah disiapkan di seputar kawasan Medan Merdeka, Jakarta Pusat, yang pengaspalan jalurnya mulai dikerjakan sejak awal Februari.
PT Jakarta Propertindo (Jakpro), badan usaha yang ditunjuk Pemprov DKI Jakarta untuk Formula E, yakin bahwa ajang ini akan memberi pemasukan bagi daerah. Direktur Utama Jakpro Dwi Daryoto menyebut ada 3,3 juta penggemar Formula E di Indonesia, sebagaimana dikutip Kompas.com pada Jumat (14/2/2020). Jumlah itu mengacu pada data Sport Management Database, sebuah lembaga riset yang berasal dari Britania Raya.
Dengan jumlah penggemar sebanyak itu, Dwi meyakini, ajang ini berpotensi menggerakkan perekonomian kota. Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan pada September 2019 menyebutkan, nilai ekonomi yang dapat digerakkan dari ajang ini bisa mencapai Rp 1,2 triliun.
Senada dengan Anies, Dwi meyakini angka itu. Dari studi keekonomian, dia menyebutkan, Pemprov DKI dapat mendulang untung sekitar Rp 600 miliar dari hotel, restoran, dan sejenisnya.
Kendati begitu, sejumlah pelaku usaha di Jakarta, Senin (17/1/2020), masih ragu terhadap potensi perekonomian yang disampaikan Jakpro. Mereka menilai, hal tersebut hanya menguntungkan sebagian usaha.
Ketua Asosiasi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah Indonesia (Akumindo) Ikhsan Ingratubun berpendapat, ajang Formula E tidak cukup dekat dengan pengusaha kecil dan menengah. Dia ragu apabila gelaran tersebut dapat menguntungkan pelaku usaha di Jakarta.
”Formula E yang basis mobilnya bertenaga listrik tentu mengincar konsumen kelas menengah atas. Saya penasaran, bagaimana Pemprov DKI mengakomodasi UMKM dalam ajang tersebut?” kata Ikhsan, Senin siang.
Dia pesimistis bila acara ini disebut menguntungkan pelaku UMKM sebab sejauh ini belum terlihat rencana dari Pemprov DKI untuk menata UMKM di sekitar kawasan Medan Merdeka. Apalagi, Jakarta tidak cukup familiar dengan penyelenggaraan ajang balapan.
Meski begitu, Ikhsan tidak memungkiri kepadatan warga di lingkar luar kawasan Formula E dapat memberi keuntungan bagi pedagang kaki lima. Namun, keuntungan semacam ini hanya sesaat.
Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Tutum Rahanta mengatakan, setiap ajang olahraga pasti mendatangkan keuntungan secara ekonomi bagi penyelenggara. Namun, besarnya keuntungan yang didapat akan sangat bergantung pada inisiatif pemprov dalam mengakomodasi berbagai kanal pendapatan daerah.
”Uang para pengunjung akan beredar dan memutar ekonomi pelaku usaha besar hingga kecil. Tetapi, kalau tidak direncakan secara baik, ajang ini malah mendatangkan efek yang kontraproduktif,” kata Tutum.
Ikhsan menambahkan, arena balap yang berada di kawasan Medan Merdeka semestinya dimanfaatkan. Pemprov DKI bisa mengarahkan wisman untuk wisata kuliner di sekitar Jalan H Agus Salim atau yang lebih dikenal dengan Sabang. Selain itu, wisman juga perlu diarahkan ke kawasan Tanah Abang dan sejumlah mal di Jakarta untuk wisata belanja.
Pedagang di Jakarta juga menyampaikan keresahan terkait dengan promosi pariwisata yang kurang saat ajang internasional. Ilham (46), penjual nasi uduk di Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat, mengatakan, wilayahnya yang merupakan tempat berjualan nasi uduk jarang mendapat sorotan dari pemerintah kota.
”Banyak wilayah di Jakarta yang saya pikir bisa dipromosikan. Jadi, jangan hanya Monas lagi, atau Sabang lagi yang dipromosikan. Jalan Jaksa, misalnya, itu juga bisa saja dimanfaatkan lagi untuk kawasan penginapan,” ujarnya.
Kunjungan wisman
Meski dianggap tidak cukup menguntungkan bagi sebagian pihak, pengusaha perjalanan wisata dan hotel optimistis ajang ini akan mendatangkan banyak wisman. Meski begitu, mereka tidak berharap kunjungan ini bisa mendatangkan banyak wisman, seperti gelaran Asian Games.
Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Perjalanan Wisata (Asita) Indonesia Nunung Rusmiati mengatakan, paket perjalanan yang menyertakan tiket ajang Formula E tengah disiapkan sejak awal Februari. ”Kami bekerja sama dengan asosiasi perjalanan dari Malaysia dan Singapura. Kami akan tawarkan hal tersebut kepada mereka terlebih dulu,” ucap Nunung.
Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Haryadi Sukamdani juga optimistis terhadap gelaran yang diselenggarakan pada 6 Juni mendatang ini. ”Acara otomotif termasuk menarik dan digemari di mana pun. Saya optimistis ajang ini berpotensi mendatangkan wisman ke Jakarta,” kata Haryadi.
Terkait dengan potensi ekonomi kota, ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira membenarkan bahwa Pemprov DKI dapat mendulang untung dari pemasukan iklan dan pelaksanaan kegiatan. Namun, hal tersebut hanya berlangsung secara jangka pendek.
Bhima khawatir penyelenggaraan Formula E bernasib sama seperti Asian Games pada 2018. ”Dana yang dihabiskan tidak sedikit, tetapi mana dampak ekonomi yang dirasakan jangka menengah panjang? Justru yang terjadi adalah banyak infrastruktur bermasalah, LRT Palembang dan Stadion Jakabaring, misalnya,” ungkapnya.
Ia menambahkan, narasi terkait dengan penyelenggaraan ajang internasional yang digadang-gadang menaikkan perekonomian pun selama ini belum terbukti. ”Selepas penyelenggaraan Asian Games, Indonesia keluar dana puluhan triliun, tetapi tidak ada pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan wisman per 2019 juga cenderung stagnan,” tuturnya.
Meski begitu, para pengusaha berharap potensi perekonomian paling besar datang dari kalangan wisman. Jumlah kunjungan wisman yang digadang-gadang berjumlah banyak itu pun mudah-mudahan bukan isapan jempol belaka.