Para tersangka praktik aborsi ilegal membuang janin ke tangki septik sekaligus untuk menghilangkan jejak. Para tersangka diyakini bekerja berjaringan yang coba diungkap dengan menelusuri aliran uang di rekening tersangka
Oleh
J GALUH BIMANTARA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS—Para tersangka aborsi ilegal di Paseban Jakarta Pusat mengaku membuang jasad janin-janin ke tangki septik di klinik. Sebelum dibuang, janin hasil pengguguran dengan alat-alat yang tidak sesuai standar serta di tempat yang berantakan tersebut dihancurkan terlebih dahulu dengan bahan kimia tertentu.
Terkait itu, anggota Subdirektorat 3/Sumber Daya Lingkungan (Sumdaling) Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya pada Senin (17/2/2020) melakukan olah tempat kejadian perkara lagi di rumah yang dijadikan tersangka sebagai klinik sekaligus membongkar tangki septik. Limbah dari tangki septik diangkut untuk diperiksa di laboratorium guna mengetahui kebenaran keterangan tersangka.
“Sampai saat ini, kami masih menunggu hasil lab,” tutur Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Yusri Yunus di Jakarta, Selasa (18/2/2020). Polisi juga mencari tahu jenis bahan kimia yang diaku para tersangka digunakan untuk penanganan jasad janin pasca aborsi. Meski belum dipastikan, pembuangan jasad janin ke tangki septik merupakan modus umum para pelaku praktik aborsi ilegal sejak lama.
Seperti diberitakan, Polda Metro Jaya pada Senin (10/2/2020) sekitar pukul 16.00 menggerebek sebuah rumah di Jalan Paseban Raya, Kelurahan Paseban, Jakarta Pusat, karena dijadikan klinik aborsi ilegal. Terdapat tiga tersangka, yaitu seorang pria berinisial MM alias dokter A (46) yang merupakan buronan kasus klinik aborsi ilegal di Jalan Cimandiri Jakarta Pusat tahun 2016, serta dua perempuan berinisial RM (54) yang pernah divonis penjara tiga tahun terkait perkara aborsi di Pondok Kelapa Jakarta Timur tahun 2006, dan S alias I yang pada 2016 ditangkap karena terlibat praktik aborsi ilegal dokter A dan divonis dua tahun penjara.
Dokter A merupakan dokter yang menangani aborsi di klinik, sekaligus sebagai penyewa tempat serta penyedia sarana-prasarana dan obat-obatan. Kepada RD, pemilik rumah, A membayar sewa Rp 175 juta per tahun. RM berperan sebagai bidan yang membantu dokter A mengaborsi dengan upah biasanya minimal Rp 900.000 per pasien, serta mempromosikan jasa aborsi ini salah satunya lewat internet. Adapun SI bertugas mengurus administrasi dan menerima pendaftaran pasien.
Yusri menambahkan, petugas menjadwalkan pemeriksaan sejumlah saksi ahli. Polisi juga mengagendakan pemeriksaan terhadap para saksi yang dinilai mengetahui praktik tersebut, termasuk warga sekitar klinik ilegal.
Polda Metro Jaya sudah memetakan lokasi-lokasi klinik aborsi ilegal lain dan berupaya mengejar para pelakunya. Sebab, ada kemungkinan klinik dokter A berjejaring dengan klinik aborsi lain. Terdapat informasi bahwa sekitar 50-an bidan bermitra dengan dokter A dan mereka terlibat praktik di lebih dari satu klinik.
Namun, upaya ekstra diperlukan mengingat sejak klinik di Paseban digerebek, klinik-klinik lain tiarap. “Meski demikian, tidak tertutup kemungkinan besok beroperasi lagi sehingga kami akan awasi dan selidiki,” tutur Yusri.
Setelah dihitung, setelah 21 bulan berpraktik, dokter A mengumpulkan pendapatan bersih Rp 5,43 miliar. Namun, polisi hanya menemukan uang sekitar Rp 25 juta serta sejumlah mobil yang bisa dikatakan tidak tergolong mewah saat penggeledahan.
Karena itu, polisi punya pekerjaan rumah tambahan berupa menyusuri aliran dana hasil praktik aborsi ilegal. Pemeriksaan rekening-rekening juga diharapkan mengungkap aktor lain yang terlibat.
Sementara itu, Lurah Paseban Mohammad Soleh mengatakan, pihaknya tidak menyadari bahwa rumah yang dikontrak dokter A dan berjarak kurang dari seratus meter dari Kantor Lurah Paseban ternyata dimanfaatkan sebagai klinik aborsi ilegal. Dalam pengamatannya, tidak ada sesuatu yang janggal sepanjang klinik beroperasi sehingga membuat rumah bernomor 61 di Jalan Paseban Raya itu patut dicurigai.
Belajar dari kejadian ini, ia berencana berkoordinasi dengan Satuan Polisi Pamong Praja, kepolisian, dan TNI di wilayahnya untuk mengintensifkan patroli pengamanan.