DPRD DKI Jakarta dan IAAI Tolak Balapan Formula E di Monas
Melihat perkembangan yang terjadi, IAAI protes keras dan menyatakan langkah Anies Baswedan dan Pemprov DKI menyalahi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010.
Oleh
Helena F Nababan
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Komisi E DPRD DKI Jakarta menolak Monumen Nasional di kawasan Medan Merdeka digunakan sebagai arena balapan mobil listrik Formula E. Selain Monas berstatus kawasan cagar budaya nasional, Komisi E DPRD DKI Jakarta menilai rekomendasi dan arahan yang diberikan Tim Sidang Pemugaran lemah dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tidak mematuhi prosedur dalam hal penggunaan kawasan.
Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetio Edi Marsudi seusai menghadiri rapat Komisi E DPRD DKI Jakarta, Rabu (19/2/2020), di Jakarta mengatakan, status Lapangan Merdeka dan Monas merupakan cagar budaya nasional. Merunut kepada nilai sejarah cagar budaya, menurut Prasetio, tidak etis menggelar balapan di Monas.
Selain itu, Prasetio dan Komisi E DPRD DKI Jakarta mempertanyakan prosedur pemberian rekomendasi atas penggunaan kawasan Medan Merdeka yang hanya oleh Tim Sidang Pemugaran (TSP). Itu karena merunut kepada Keputusan Gubernur Nomor 1443 Tahun 2017 tentang Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) DKI Jakarta dan Tim Sidang Pemugaran, ada dua tim yang harus diajak berdiskusi untuk pemanfaatan suatu obyek cagar budaya seperti kawasan Medan Merdeka.
Namun, Asisten Bidang Kesejahteraan Rakyat Pemerintah Provinsi DKI Jakarta Catur Laswanto dan Kepala Dinas Kebudayaan DKI Jakarta Iwan Henry Wardhana menyatakan, rekomendasi memang hanya dari TSP, terutama karena untuk pemanfaatan dan pemugaran kawasan Monas. Kalau TACB, ujar keduanya, lebih untuk pelestarian, penetapan, dan pemeringkatan suatu obyek cagar budaya.
Dengan keterangan itu, anggota Komisi E DPRD DKI Jakarta, Ima Mahdiah, Merry Hotma, dan Idris Ahmad, serta Sekretaris Komisi E Johnny Simanjuntak mempertanyakan proses penerbitan rekomendasi oleh TSP.
Mereka mempertanyakan tanggal surat notulensi rapat TSP dengan Dinas Olahraga dan Pemuda (Disorda) DKI Jakarta yang berbeda dengan tanggal nota Dinas Kebudayaan DKI Jakarta, yang menjadi dasar koreksi surat Pemprov DKI Jakarta kepada Kementerian Sekretariat Negara tanggal 11 Februari 2020. Dari dokumen yang dimiliki DPRD DKI Jakarta dan tersebar meluas di media sosial, tanggal notulensi rapat adalah 27 Januari 2020, sementara dalam nota dinas yang keluar tercantum tanggal 20 Januari 2020.
Dalam notulensi disebutkan, TSP meminta dokumen pemanfaatan dan perencanaan pemanfaatan Monas kepada Disorda DKI Jakarta karena dalam rapat hari itu Disorda memaparkan perencanaan. Namun, Disorda DKI Jakarta menjawab, hal itu semua ada di sidang-sidang sebelumnya dalam disposisi gubernur.
Ketua TSP DKI Jakarta Bambang Eryudhawan menjelaskan, dengan adanya disposisi, yang dilakukan TSP adalah memberikan arahan dan pertimbangan bahwa pemanfaatan harus bisa dipulihkan. Apalagi kegiatan di Lapangan Merdeka itu sifatnya temporer. Maka, apa pun kegiatannya, kondisi kawasan itu harus bisa dipulihkan lagi seperti semula.
Perubahan Monas
Merry berpandangan, dengan rekomendasi demikian, pasti akan ada perubahan di kawasan Monas, terutama untuk penonton, tribune, dan lintasan. Selama ini ia tidak melihat ada konsistensi antara perencanaan dan pelaksanaan dari Pemprov DKI Jakarta.
”Saya tidak yakin akan ada pemulihan setelahnya. Itu sebabnya saya menilai rekomendasi TSP atas pemanfaatan Monas lemah dan gamang,” ujarnya.
Dengan jawaban itu, Prasetio kembali mempertanyakan kenapa rekomendasi tidak melibatkan TACB dan hanya TSP. Padahal, dalam keputusan gubernur sudah jelas ada dua tim yang mesti memberikan pertimbangan dan rekomendasi.
Ketua TACB DKI Jakarta Mundardjito menyatakan, dengan adanya TACB dan TSP di DKI Jakarta, untuk pemanfaatan Monas tetap harus ada kajian terlebih dahulu. Pembuat kajian juga tidak bisa TSP, yang bukan ahli cagar budaya.
Menurut Mundardjito, karena Lapangan Merdeka dan Monas merupakan cagar budaya nasional, rekomendasi itu harus datang dari TACB nasional.
DPRD DKI Jakarta pun menilai ada prosedur yang tidak dipenuhi oleh gubernur dan Pemprov DKI Jakarta dalam hal rekomendasi pemanfaatan dan pengajuan izin pemanfaatan. Untuk itu mereka menolak balapan Formula E digelar di kawasan cagar budaya Monas. Mereka minta balapan dipindah ke tempat lain.
Secara terpisah, rencana Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menggelar balapan di kawasan cagar budaya mendapat reaksi keras dari Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia (IAAI).
Dalam surat bernomor 184/IAAI/P 2017-2020/02/2020, Ketua Umum IAAI Pusat Wiwin Djuwita Ramelan menyatakan, IAAI mengajukan protes keras atas pelaksanaan revitalisasi dan pemanfaatan situs cagar budaya Lapangan Merdeka dan Monas. Upaya itu dinilai melanggar aturan perundang-undangan karena tidak melalui kajian.
Merunut pada statusnya, lanjut Wiwin, Lapangan Merdeka dan Monas ditetapkan sebagai cagar budaya melalui Surat Keputusan Gubernur DKI Nomor 475 Tahun 1993 (daftar no 17 dan 19). Statusnya lalu diperkuat melalui Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor PM.13/PW.007/MKP/05 yang terbit pada 25 April 2005.
Menggampangkan aturan
Lalu untuk penataan ulang Monas dan Lapangan Merdeka, ada aturan yang melindungi, yaitu Keputusan Presiden Nomor 25 Tahun 1995 dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya.
”Dengan adanya aturan itu, sudah jelas bahwa semua pengelolaan cagar budaya yang sifatnya nasional, untuk pemanfaatan dan revitalisasi harus lewat kajian. Kajiannya diawasi Komisi Pengarah. Yang terjadi tidak begitu. Gubernur DKI menggampangkan aturan-aturan ini,” papar Wiwin.
Wiwin lalu mempertanyakan adanya Keputusan Gubernur Nomor 1443 Tahun 2017 tentang TACB dan TSP. Keputusan gubernur itu mensyaratkan gubernur harus bicara lebih dahulu dengan kedua tim tersebut.
Wiwin menegaskan, prosedur itu harus diikuti. Sebab, setelah ada rekomendasi dari kedua tim, baru DKI bisa minta izin ke Komisi Pengarah. Kalau ada izin, pemprov harus mengajukan proposal kajian untuk melakukan kajian. Ini pun harus dibahas di Komisi Pengarah. ”Memang akan panjang jadinya,” ujar Wiwin.
Melihat perkembangan yang terjadi, IAAI protes keras dan menyatakan langkah Anies dan Pemprov DKI ini menyalahi aturan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010. Lalu bahwa DKI menyebut sudah ada rekomendasi dari TACB, itu adalah kebohongan. Lainnya, DKI baru meminta izin kepada Komisi Pengarah setelah mengeksekusi bagian selatan Lapangan Merdeka. IAAI juga protes karena DKI mengesampingkan aspek kepatutan dengan menggelar balapan di dalam area Lapangan Merdeka dan Monas.
Untuk itu, dengan surat pernyataan sikap, IAAI mendesak DKI menghentikan kegiatan pembongkaran cagar budaya Monas untuk menghindarkan kerusakan lebih besar, mendesak Komisi Pengarah mencabut izin revitalisasi dan pemanfaatan situs cagar budaya Monas, serta mendesak Komisi Pengarah mencabut izin pelaksanaan balapan Formula E di dalam area Monas.
Johnny Simanjuntak mengatakan, komisi akan mengusulkan rapat pimpinan gabungan menyikapi pemanfaatan kawasan Monas. Langkah itu bertujuan supaya DPRD DKI bisa bersurat kepada Kementerian Sekretariat Negara untuk menganulir persetujuan revitalisasi dan pemanfaatan serta izin balapan di kawasan Monas.